Mubadalah.id – Terlepas dari kontroversinya, pada kesempatan Valentine’s Day 2023 ini saya ingin ‘bercerita’ tentang cinta sejati umat manusia, yang mungkin asing bagi kita. Namun sangat lekat dalam sanubari para pecinta selawat.
Ini merupakan tulisan panjang yang sebetulnya telah saya susun lama, saat pandemi 2020 menggejala di mana-mana. Semoga tetap match dengan genre isu Mubdalah.Id, sehingga masih bisa para pembaca nikmati. Berikut bagian-bagian tulisannya.
Cinta Kasih Umat Sepanjang Zaman
Al Abil Akbar, ayah sejagat. Demikian sesungguhnya gelar, maqamat yang disandang Baginda Nabi Muhammad saw. bagi terwujudnya alam raya ini. Tak banyak di antara kita mungkin yang telah menyadari. Namun inilah hakekat diri Nabi bagi semesta. Oleh karena itu dalam setiap diri sesungguhnya bersemayam diri Muhammad. Dalam ruh-ruh ini telah menyatu partikel-partikel ruhi Nur Muhammadiy.
Betapa cinta dan rindu itu telah bersatu lama, dan sedemikian rupa. Tapi entah karena ahwal apa, membuat diri kita banyak yang tak kunjung mengenali? Lalu di manakah jalan pulang untuk kembali membalas cinta sang Baginda Nabi?
***
Dalam kitab Al Anwaru Muhammadiyah, karya Syeikh Yusuf An Nabhani diterangkan, Abdur Razzaq meriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdillah Al Anshari ra., bahwasanya awal mula sesuatu yang Allah swt ciptakan sebelum menciptakan alam semesta ini untuk pertama kali, sesungguhnya adalah Nur Muhammad. Wujud Nabi Muhammad saw. yang masih berbentuk cahaya.
Allah swt. menciptakan nur Muhammad min Nurihi, dari cahaya diri-Nya sendiri. Saat itu nur Muhammad berjalan, melayang, berputar-putar sekehendak Allah swt. Tak ada lauh, buku skenario alam semesta. Tak ada qalam, pena untuk menulis. Dan tak ada pula surga, neraka. Langit, bumi. Bulan, bintang, matahari. Maupun malaikat, jin dan juga manusia.
Nur Muhammad hanya berdua saja dengan Tuhannya. Sang Maha Kasih bersama Yang terkasih. Hingga kurang lebih empat belas ribu tahun lamanya.
Hingga tibalah saat-saat Allah swt. berkehendak menciptakan makhluk yang lainnya. Maka dipecahlah nur Muhammad menjadi 4 bagian. Nur yang pertama Allah swt. ciptakan menjadi pena. Yang ke dua, menjadi lauh sebagai kitab skenario alam semesta. Dan yang ke tiga, ‘arsy, singgasana istana untuk menaruh kitab, lauh-Nya.
Lalu satu cahaya lagi yang ke empat, Tuhan pecah lagi hingga 4 bagian kembali. Darinya Allah ciptakan malaikat penjaga ‘arsy. Lalu kursiy, sebagai singgasana simbol karajaan. Serta seluruh malaikat yang ada di alam semesta. Adapun yang ke empat, Allah pecah lagi menjadi 4 bagian. Demikian seterusnya hingga seluruh alam ini tercipta.
Nur Muhammadiy
Ini semua berarti, seluruh makhluk di alam semesta terlahir dan tercipta dari nur Muhammadiy. Dari dalam ‘diri’ Baginda sendiri. Jadi bisa kita pahami, betapa kedudukan Nabi Muhammad saw. tak akan pernah sebanding dengan semua makhluk di seluruh alam raya. Termasuk dengan para nabi yang lainnya.
Sebab Nabi Muhammad lah sesungguhnya yang merupakan wujud rahmatan lil ‘alamin. Islam merupakan agama yang beliau bawa. Diri Nabi adalah sebentuk kasih sayang sesungguhnya bagi seluruh alam semesta.
Betapa Nabi sayangi semua makhluk, karena semua tercipta dari partikel dirinya. Kalau kita sayang pada tangan dan kaki kita, pada mata, jantung dan hati ini, itu karena semua bagian dari dalam diri. Maka demikian pula Nabi. Kasih sayangnya pada seluruh alam ini karena semua adalah bagian dari seluruh dirinya sendiri.
Ikatan batin Baginda Nabi tak akan pernah sebanding dengan para Nabi yang lain terhadap umatnya. Jika nabi-nabi lain hanya diutus untuk sekelompok umat saja, maka Nabi Muhammad saw. diutus untuk seluruh semesta raya.
Karenanya inilah dia, ayah bagi seluruh jagad raya. Di dalam kitab Simthud Duror karya Al Habib ‘Ali bin Muhammad bin Husein Al Habsyi, pada bagian doa juga tersebutkan tentang keberadaan, peran Al Abil Akbar pada alam ini. Jadi kalau kita mengimani dan memahami ini semua, kita tidak akan pernah berani memandang sebelah mata sosok Baginda Nabi. Ikatan batiniahnya pada umat ini, kelak di yaumil qiyamah akan membawanya mencari umatnya untuk memberikan syafa’at, pada kita semua.
Cinta Sejati Pertama, Tajalli Rabbani
Tuan Guru KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani Al Banjari Alaydrus, atau yang terkenal dengan panggilan Abah Guru Sekumpul, dalam pengajiannya pernah menyampaikan. Barang siapa yang menuntut akhirat maka Allah swt. perintahkan untuk menyempurnakan jalan ma’rifat-nya melalui 2 perkara. Di mana dengan keduanya itu, para pejalan, salik, akan bisa sampai kepada maqam, kedudukan sebagai kekasih Allah swt. atas kehendak-Nya.
Pertama, seseorang itu mengetahui asal kejadian dirinya. Kedua, ia mengetahui apa permulaan ciptaan Allah swt. sebelum semesta ini juga tercipta, ada. Jika asal mula diri ini adalah bersumber dari nur Muhammad, sebagai makhluk yang awal mula tercipta sebelum segala sesuatu ini ada; Maka darinya pula ruh alam semesta, berikut jasadnya juga tercipta.
Adapun batang tubuh, jasad manusia ini memang berasal dari Nabiyullah Adam as. Akan tetapi “jasad ayah” yang tercipta dari alam, berupa tanah, hakikatnya juga bersumber darinya, nur Muhammad. Karena tanah sesungguhnya tercipta dari air. Air dari angin. Angin dari api, dan api dari cahaya mulia, nur Muhammad juga.
Cahaya di Atas Cahaya
Semua itu berarti jumlahnya, jasad Nabiyullah Adam as. adalah jasad Muhammad yang dimasukkan ke dalam ruh, nur Muhammad jua. Nuurun ‘alaa nuurin, cahaya di atas cahaya. Sehingga hancurlah (leburlah) si jasad menjadi nur. Lalu hancur (lebur) pula lah, ruh menjadi nur. Maka jasad dan ruh kita ini tidak lain adalah sejenis Nur Muhammadiy itu sendiri.
Dengan demikian hendaklah kita buat menyatu harmoni, Nur Muhammadiy kepada ruh kita yang di dalam batang tubuh jasamani kita. Buatlah menyatu pula dengan seluruh alam semesta, langit dan bumi. Seperti menyatunya air dan tumbuh-tumbuhan. Di mana ada tumbuhan di situ ada air. Apabila tidak ada air pada tumbuhan, maka matilah tumbuhan itu.
“Waja’alna minal maa’i kulla syai’in hayyin, … dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air,” (QS. Al Anbiya: 30) Maka mengapa diri kita tidak kunjung beriman? Dengan kata lain, menurut Abah Guru Sekumpul, segala yang hidup termasuk ruh dan jasad kita ini sesungguhnya “dimesrai” oleh Nur Muhammadiy. Ia melekat dalam diri. Tak ada yang lain kecuali Nur Muhammadiy.
Maka apabila diri kita telah menyatu mesra dengan sekalian itu semua, bisa jadi langit akan membukakan kepada setiap diri untuk melihat keelokan Dzat wajibil wujud, lagi suci adanya. Itulah yang disebut diri sampai kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dalam thariqah Abah Guru Sekumpul, inilah jalan yang tercepat dan benar untuk mencapai maqam “kekasih” yang terpilih. Yakni dicintai dan dirindukan langit serta alam semesta. (Bersambung)