• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Dicari Laki-Laki (Yang) Baru

Pilihan untuk menjadi laki-laki baru tentulah tidak mudah, karena bagaimanapun laki-laki mendapatkan keuntungan patriarki, baik yang bersifat material maupun non material yaitu privelege dan kekuasaan.

Siti Aminah Tardi Siti Aminah Tardi
04/05/2021
in Publik, Rekomendasi
0
Laki-Laki

Laki-Laki

159
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Jumat minggu lalu, saya akhirnya bisa mengikuti lingkar ngaji KGI yang diasuh Nyai Nur Rofiah. Mengikuti ‘pengajian’ ini seperti refreshing dan memperkaya pengetahuan. Saya sempat tercenung dan terharu, ketika dalam doa yang dipimpinnya, Nyai Nur Rofiah  mendoakan teman-teman yang sedang memperjungkan keadilan jender, yang sedang mendampingi korban, dan korban kekerasan agar diberikan kekuatan, keselamatan dan kesabaran.

Ini mengingatkan saya pada Emak, yang sempat memprotes Ajengan di Tasik, karena yang didoakan hanyalah para pedagang yang merantau dan yang sedang menimba ilmu, yang kebanyakan laki-laki. Sementara para petani di kampung yang mengolah tanah dan menyediakan makanan sehari-hari tidak pernah disebut dalam doa-doa Ajengan, sebagai janda dan petani, Emak berkeberatan karena merasa dibedakan. Maka doa itu menghangatkan hati dan menjadi penguat bahwa korban dan pendamping didoakan dan tidak sendirian dalam memperjuangkan keadilan yang kadang menyesakkan dada.

Pengajian kali ini menghadirkan Nur Hasyim atau biasa dipanggil Mas Boim untuk menyampaikan paparan dengan tema laki-laki baru. “Saya hanya ingin ia tidak lagi melakukan KDRT”,demikian Mas Boim menyampaikan keinginan perempuan korban saat awal mengantarkan diskusi. Mas Boim memberikan narasi bagaimana korban KDRT berharap penyelesaiaan kekerasan yang dialaminya, yaitu rumah tangga utuh dan tidak ada lagi kekerasan yang menimpa mereka. Padahal selama ini pilihan yang tersedia adalah antara bercerai, memenjarakan suami atau bertahan dalam siklus kekerasan.

Apa yang disampaikan diatas, mengingatkan saya pada mata dan wajah-wajah korban KDRT yang menjadi guru kehidupan bagi saya. Betul, begitulah suara mereka. Isteri menginginkan kekerasan terhenti. Atas dasar harapan ini, kemudian Rifka Annisa WCC -tempat Mas Boim mengabdi sebelumnya- mengekplorasi pilihan ini, salah satu caranya adalah dengan mengintervensi laki-laki agar tidak melakukan kekerasan. Bagaimana caranya? Maka lahirlah apa yang disebut dengan gerakan “laki-laki baru”.

Siapa Laki-Laki Baru?

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Hipotesa untuk menghentikan kekerasan, khususnya dalam hubungan relasional, adalah “pemberdayaan (korban) penting tapi belum cukup”, dibutuhkan transformasi laki-laki di sisi lain. Bekerja dengan lelaki berarti bekerja dengan pusat kekerasan, karena pelaku kekerasan didominasi laki-laki yang memiliki power dan control lebih terhadap perempuan. Mas Boim berkali-kali menyampaikan bahwa strategi laki-laki baru ini lahir dari rahim gerakan perempuan yang menunjukkan kesadaran bahwa transformasi nilai-nilai keadilan jender harus dilakukan baik oleh perempuan maupun laki-laki.

Pemilihan nama “baru”, bukan persoalan kapan dilahirkan, tapi berhubungan dengan nilai, sikap dan perilaku laki-laki yang berhubungan dengan kesetaraan, keadilan, penghormatan kepada keberagaman, anti diskriminasi dan anti kekerasan. Ini juga bukan berarti sebelumnya tidak ada laki-laki yang memperjuangkan keadilan jender atau menjadi mitra bagi perempuan.

Seperti suami yang melakukan tugas-tugas domestik, mengasuh anak atau memberikan ruang kepada perempuan untuk menjadi dirinya. Stereotipe “suami takut isteri” dilekatkan kepada lelaki yang saling bahu membahu dengan perempuan. Maka gerakan lelaki baru justru memberikan nilai-nilai yang selama ini dianggap buruk atau tidak laki-laki.

Dalam struktur masyarakat patriarkis, di puncak piramida kekuasaan laki-laki haruslah memenuhi ekspektasi gender masyarakat, seperti maskulin, menikah, hetero, berpenghasilan cukup, memimpin, ganteng seperti yang dicitrakan dalam sinetron. Tetapi dalam piramida itu ada juga lelaki-lelaki yang tidak memenuhi ekspektasi gender masyarakat.

Ekspektasi lelaki ideal tidak realistis dan laki-laki tidak selalu bahagia dengan ekpektasi yang dilekatkan. Melalui sharing pribadinya, Mas Boim menunjukkan bahwa nilai patriarkis juga merugikan laki-laki. Maka kemudian konsep maskulinitas menantang untuk ditafsir ulang, dengan demikian lelaki baru juga berarti memberikan kebebasan kepada laki-laki untuk menjadi dirinya sendiri.

Bagaimana Menjadi Laki-Laki Baru?

Untuk menjadi lelaki baru, maka laki-laki haruslah mengenali privelege kekuasaan mereka. Ini tahapan awal untuk menyadarkan laki-laki bahwa mereka memiliki kenyamaanan kekuasaan. Seperti kenyamanan biologis, tidak seperti perempuan yang mengalami mens, hamil, melahirkan, menyusui dan hubungan seksual yang tidak selalu menyenangkan.

Juga kenyamanan sosial yang selalu didahulukan, dilayani dan kekuasaan yang secara otomatis diberikan masyarakat seperti secara sosial adalah kepala keluarga. Kenyamanan-kenyamanan ini berdampak laki-laki lebih dominan, sementara perempuan tersubordinasikan. Laki-laki menguasai ruang-ruang ekonomi, sosial dan politik. Maka laki-laki baru harus berhenti memonopoli ruang ekonomi sosial dan politik karena perempuan memiliki hak itu.

Privelege laki-laki ini diperkuat dengan lensa keadilan hakiki oleh Nyai Nur Rofiah bahwa perempuan memiliki pengalaman biologis (mens,hamil,melahirkan dan menyusui) yang berat dan beresiko terhadap keselamatan dan kesehatan perempuan sendiri. Juga pengalaman sosial mengalami berbagai bentuk ketidakadilan gender seperti subordinasi, marginalisasi, kekerasan, streotipe dan beban kerja berlebih. Nah, bagaimana caranya melalui Agama Islam pengalaman biologis tidak meresikokan dan menambah beban perempuan dan pengalaman sosial diminimalisir dan dihapuskan.

Apa yang disampaikan secara sistematis diuraikan dalam buku Mas Boim berjudul Good Boys Doing Feminism: Maskulinitas dan Masa Depan Laki-Laki Baru, yang disebut dengan “Rute Laki Laki Feminis”, yang terdiri dari mencapai empat tahapan yaitu:

  1. Membuka selubung privelese dan kuasa laki laki. Pemberhentian ini penting sebagai titik pemahaman dan kesadaran atas penderitaan korban. Lelaki menikmati perlakuan istimewa dari sistem sosial patriarkis, hingga pengalaman yang berbeda yang berdampak pada ketidaksetaraan dan ketidakadilan pada perempuan.
  1. Mentransformasikan konsep maskulinitas patriakis. Sebagaimana kita tahu patriarki ditopang oleh dua komponen yaitu maskulinitas hegemonic dan heteronormative. Struktur sosial patriarki memberikan gender ekpetasi terhadap laki-laki (maskulin, superior,dominan dll) yang belum tentu dapat dipenuhi oleh semua laki-laki. Demikianhalnya heteronormative menjadi alat untuk menjadi alat kontrol dan dominasi laki-laki terhadap perempuan. Dengan memahami dan mengakui dua komponen ini, laki-laki dapat berlanjut ke tahapan selanjutnya.

 

  1. Menerapkan cara baru menjadi laki laki yang mencerminkan kesetaraan dan keadilan. Setelah memahami bagaimana patriarki merugikan laki-laki, selanjutnya adalah laki-laki berpikir tentang cara lain menjadi laki-laki, yaitu menjadi lebih manusiawi dan memanusiakan orang lain. Laki-laki berlatih baik cara bersikap, maupun berprilaku yang mencerminkan penghormatan dan penghargaan kepada sesama, komunikasi yang terbuka, memupuk empati, saling berbagi dan tidak melakukan kekerasan.
  2. Menjadi sekutu bagi gerakan perempuan menandakan keadilan gender dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan menjadi komitmen politik laki laki.

Karena itu agenda gerakan laki-laki baru adalah (i) berhenti memonopoli ruang ekonomi, sosial, politik dan mau berbagi ruang dengan perempuan. Ini berarti laki-laki baru haruslah berjiwa besar untuk mempromosikan kepemimpinan perempuan; (ii) berbagi peran dan tanggungjawab domestik seperti pengasuhan dan perawatan kehidupan dalam rumah tangga; (iii) Terlibat dalam aksi-aksi perubahan struktur sosial yaitu terhadap norma yang melanggengkan peran gender yang kaku atas dasar jenis kelamin, norma sosial yang berbahaya bagi perempuan seperti kawin anak, dan sunat perempuan; serta (iii) norma maskulinitas toksik dengan menciptakan praktik baru laki-laki, menormalisasi praktik baru, dan menciptakan norma baru

Pilihan untuk menjadi laki-laki baru tentulah tidak mudah, karena bagaimanapun laki-laki mendapatkan keuntungan patriarki, baik yang bersifat material maupun non material yaitu privelege dan kekuasaan. Juga adanya ketidakpercayaan dari gerakan perempuan apakah laki-laki bisa berubah dan mau mendukung upaya membangun keadilan gender. Maka, dialog konstruktif harus terus dilakukan dan laki-laki dan perempuan (yang sudah sadar) harus kerja bersama untuk melakukan transformasi keadilan gender. []

 

 

Tags: Aliansi laki-Laki BaruFeminitasGenderkeadilanKesetaraanlaki-lakimaskulinitasperempuan
Siti Aminah Tardi

Siti Aminah Tardi

Penulis adalah Advokat Publik, penggiat penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Kini menjabat sebagai Komisioner Komnas Perempuan periode 2020-2024.

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version