• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah

Dilema, Menghadiri Walimah atau Patuh Pada Aturan Iddah?

Status iddah seorang Ibu, bukan berarti menghilangkan hak sebagai orangtua untuk bisa menghadiri resepsi pernikahan sang anak

Achmad Ma'aly hikam mastury Achmad Ma'aly hikam mastury
30/08/2023
in Keluarga
0
Menghadiri Walimah

Menghadiri Walimah

1.5k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebut saja namanya ibu Maemunah. Ia baru saja ditinggal wafat oleh suaminya 3 hari yang lalu. kenyataan yang sangat mengejutkan bagi dia. Padahal, pada tanggal 29 September nanti putranya akan menggelar acara pernikahan, lengkap dengan walimah ‘ursy. Sebagai seorang ibu sekaligus orang tua sang mempelai, tentu kehadirannya sangat diharapkan.

Dilema terjadi tatkala mengingat ia masih berada dalam status iddah. Salah satu kerabatnya yang kebetulan paham tentang agama mengingatkan padanya untuk tidak menghadiri walimah anaknya. Ia berdalih bahwa perempuan yang menjalani iddah tidak boleh untuk keluar rumah. Apalagi menghadiri pesta pernikahan yang melibatkan banyak orang.

Di sisi lain, jika ia tidak menghadiri pernikahan anaknya, tentu akan menjadi buah bibir masyarakat. Pihak besan dan para tamu undangan akan menilainya sebagai orang tua yang tidak peduli pada anaknya. Sang anak akan kecewa, di momen yang seharusnya ia membahagiakan orangtuanya, justru yang ia bahagiakan tidak hadir menyaksikannya

Si ibu pun dilema, menghadiri berarti melanggar perintah Allah swt. Sedangkan tidak hadir berarti melukai perasaan putranya serta mencoreng nama baiknya. Maka, bagaimana solusi atas Ibu Maemunah di atas?

Kewajiban Iddah dan Ihdad

Di dalam Al-qur’an surah Al-Baqarah ayat 234 menegaskan bahwa seorang istri yang ditinggal mati oleh suaminya wajib menjalani iddah selama 4 bulan 10 hari.

Baca Juga:

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

Membangun Kehidupan yang Sehat Dimulai dari Keluarga

Mengapa Cinta Alam Harus Ditanamkan Kepada Anak Sejak Usia Dini?

وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ فاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ (البقرة :٢٣٤).

“Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah sampai (akhir) idah mereka, maka tidak ada dosa bagimu mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“

Selain itu, Ia juga berkewajiban menjalani Ihdad. Masa berkabung atas kematian suaminya selama ia menjalani masa iddah.

ولوفاة على رجعية وغير موطوءة بأربعة أشهر وعشرة أيام مع إحداد (فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين ٥٢٦)

“Dan bagi istri yang ditinggal mati suaminya wajib melaksanakan kewajiban iddah selama 4 bulan 10 hari, serta melakukan ihdad (berkabung)”(fath al mu’in bisyarhi qurrotil aini bi muhimmah ad din, 526)

Menurut mazhab syafi’i, perempuan yang menjalani masa iddah dan ihdad wajib menetap di dalam rumah. Ulama’ Syafi’iyyah hanya membolehkan perempuan mu’taddah -sebutan bagi perempuan yang menjalani iddah- keluar apabila ada hajat atau keadaan mendesak.

Adapun menghadiri walimah tidak bisa kita katakan sebagai hajat. Secara eksplisit penjelasan hal ini di dalam kitab lum’ah at-tanqih, Abdul haq Ad-dahlawi, yang menuturkan bahwa:

ولا يجوز لهن الخروج منها إلا لضرورة أو حاجة مهمة كالحج ونحوه، ومجرد الزيارة ليست كذلك، كذا قيل، وفيه (لمعات التنقيح في شرح مشكاة المصابيح ٤/١٧٩)

“dan bagi (perempuan yang beriddah) tidak diperkenankan untuk keluar dari (rumah), kecuali keadaan darurat atau adanya hajat yang penting seperti berhaji dan semisalnya, sementara sekedar berkunjung tidak termasuk hajat yang penting ”(lum’atut tanqih fi syarhi misykatil mashobih, 4:179)

Solusi bagi Ibu Maemunah

Namun demikian, ada solusi alternatif bagi Ibu Maemunah dalam kasus di atas. Yakni, dengan cara bertaklid pada mazhab Maliki. Secara tegas, Mazhab Maliki membolehkan bagi perempuan yang berihdad untuk keluar guna menghadiri walimah ‘ursy.

عَلَى أَنَّ الْمَالِكِيَّةَ صَرَّحُوا بِأَنَّهُ لاَ بَأْسَ لِلْمُحِدَّةِ أَنْ تَحْضُرَ الْعُرْسَ، وَلَكِنْ لاَ تَتَهَيَّأُ فِيهِ بِمَا لاَ تَلْبَسُهُ الْمُحِدَّةُ (الموسوعة الفقهية الكويتية۲/۱۰۹)

“Madzhab Maliki menjelaskan bahwa perempuan yang berihdad diperbolehkan menghadiri walimah’ursy”(Al mausu’ah al fiqhiyah, 2:109).

Demikian penjelasannya. Semoga bermanfaat. []

 

 

 

 

 

 

Tags: IddahIhdadJandakeluargaWalimah
Achmad Ma'aly hikam mastury

Achmad Ma'aly hikam mastury

Hanya seorang pemula dalam penulis, bisa disupport melalui akun instagramnya @am_hikam

Terkait Posts

Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Sakinah

Apa itu Keluarga Sakinah, Mawaddah dan Rahmah?

26 Juni 2025
Cinta Alam

Mengapa Cinta Alam Harus Ditanamkan Kepada Anak Sejak Usia Dini?

21 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID