Mubadalah.id – Ketika sedang berkendara di jalan, pernahkah Anda melihat motor atau mobil atau kendaraan lain menerobos lampu merah? Pernahkah Anda menyaksikan pengendara motor sambil merokok? Atau pernahkah Anda menemui pengendara yang membunyikan klakson secara berlebihan? Jika iya, maka kita sama. Saya juga sering menemukan perilaku-perilaku tak beretika di atas.
Dalam berkendara, etika harus menjadi prioritas oleh setiap individu. Sayangnya, tidak semua orang bisa mengaplikasikan etika dalam berkendara. Entah menyetir mobil, mengendarai motor, atau mengemudikan truk dan bus.
Masih banyak pengguna jalan yang srugal-srugul. Mengemudi tidak menaati aturan. Berjalan zig zag, salip sana, salip sini, tanpa menghiraukan pengguna jalan lainnya. Itu berbahaya. Nyawa diri sendiri dan orang lain taruhannya.
Semestinya, kita bisa memahami, bahwa berkendara bukan sekadar melewati jalanan. Tapi soal bagaimana etika kita bisa memastikan keselamatan kendaraan satu sama lain. Memastikan kita sendiri, dan pengguna jalan yang lain merasa aman dan nyaman.
Tujuan etika berkendara, pada dasarnya, adalah untuk menghormati, menghargai dan menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain. Itu yang harus tertanam dalam akal dan pikiran oleh setiap orang. Supaya insiden-insiden di jalanan yang tidak diinginkan tidak terjadi.
Jalan raya adalah barang publik. Bukan milik individu. Karena bukan konsumsi pribadi, maka jangan semena-mena menabrak norma yang sudah berlaku di masyarakat pengguna jalan. Jadilah pengguna jalan yang menjunjung tinggi toleransi. Itu penting.
Jika kita dapat makin meningkatkan toleransi dalam berkendara maka hal-hal positif akan datang. Benefitnya berkendara di jalanan akan dapat dirasakan oleh semua pihak dan semakin meminimalisir peluang terjadinya kecelakaan yang berakibat hilangnya nyawa dan atau harta benda.
Etika Pengendara Menjaga Lingkungan
Etika berkendara, dalam pandangan saya, tidak hanya sebatas pakai helm pas naik motor, tidak ngebut atau menghambat kendaraan lain, menyalakan lampu sein ketika akan berbelok, dan semacamnya, tetapi juga bagaimana pengguna jalan tidak buang sampah sembarangan. Buang sampah di jalanan seringkali masih dilakukan oleh oknum, eh maksud saya, pengguna jalan.
Saya sering melihat perbuatan semacam itu. Saat sedang melewati jalan tol, misalnya, ada pengendara mobil membuang bungkus makanan lewat jendela. Tidak hanya di jalan tol, perilaku buang sampah (plastik dan sejenisnya) juga terjadi di jalan raya, dan jalan-jalan yang lain. Belum lama ini, saya melihat pengendara motor matic membuang gelas plastik begitu saja setelah airnya habis diminum. Perilaku mencemari lingkungan semacam ini, saya yakin terjadi di banyak tempat.
Terkait perilaku pengguna jalan yang sembrono, yang saya ceritakan di atas, tentu kita sepakat hal itu bukan sikap yang baik. Apapun alasannya, kita tidak diperkenankan untuk melempar-lempar sampah ke tempat yang tidak semestinya. Terkadang, dalam hati saya bertanya-tanya, mengapa banyak pengendara mobil mewah tapi hobi buang sampah lewat kaca mobil?
Apakah mereka tidak punya tempat sampah di dalam mobil? Atau jangan-jangan mereka tak sanggup beli tong sampah yang ukuran kecil saja. Ah rasanya kok tidak mungkin kalau mereka tak mampu menyisihkan uangnya untuk beli keranjang sampah. Beli bensin saja mereka mampu, kok.
Pertanyaan berikutnya, apakah mereka terbiasa buang sampah sembarangan, sehingga perilaku tersebut terbawa ketika sedang berkendara, dan dalam kondisi dan situasi apa pun, ia akan tetap mengotori lingkungan. Ini mungkin terkait kebiasaan dan kesadaran menjaga alam yang masih dangkal.
Kecenderungan Manusia untuk Berkuasa
Beberapa orang mungkin akan berpandangan;
“tak apa-apa buang sampah sembarangan dari dalam mobil, yang penting tidak mengenai pengguna jalan yang lain,”,
“buang saja sampahnya, paling nanti juga ada yang membersihkan,”
atau “halah, palingan cuma sampah plastik, sedikit, dibuang juga tak masalah,” dan lain-lain.
Tiga kalimat kutipan di atas hanya dugaan saja, namun hal itu bisa saja benar, mengingat ada banyak alasan kenapa orang-orang suka buang sampah sewenang-wenang, tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya. Mereka tidak peduli lingkungan orang lain kotor, yang penting areanya sendiri bersih (dalam hal ini di dalam mobil).
Benar apa yang dikata Filosof Jerman, Nietszhe, yang menegaskan bahwa dalam diri manusia terdapat kecenderungan dan keinginan untuk berkuasa dan mendominasi (will to power), tidak hanya terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam.
Saya cukup geram ketika melihat perilaku pengendara mobil yang, selain ugal-ugalan di jalan, juga melempar sampah-sampah kecil seperti tisu, kertas, puntung rokok, sisa makanan, atau, maaf, hasil muntahan, melalui kaca jendela yang terbuka. Jangankan tindakan pengendara mobil yang seperti itu, melihat laku manusia yang mengotori aliran sungai dengan sampah rumah tangga pun rasanya ingin memfotonya lalu memviralkan orang tersebut.
Nah, soal fenomena pengendara yang membuang sampah semena-mena dari dalam mobil, saya jadi teringat peristiwa yang pernah viral pada 2021 silam, atau tiga tahun lalu tepatnya. Ceritanya kala itu, ada pengendara mobil sport terekam buang sampah sembarangan, pelakunya lalu diburu dan akhirnya ketangkap lalu dikenai sanksi. Peristiwa itu terjadi di Jalan M Kahfi, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Orang Kaya Bukan Jaminan Beretika
Peristiwa itu menandakan bahwa, manusia, sekaya apa pun, harta bendanya berjibun tujuh turunan, tanahnya berhektar-hektar, dan mobilnya berderet-deret sekali pun, belum jaminan punya etika yang baik, berperilaku yang bertanggungjawab, adab yang beradab, khususnya kesadaran dalam menjaga lingkungan hidup.
Perilaku pengendara mobil yang acuh terhadap lingkungan, saya kira bisa disamakan dengan perilaku pengendara yang hobi merokok ketika di jalanan. Sama-sama mendatangkan mudharat bagi orang lain. Sama-sama tidak beretika. Membuang sampah dari dalam mobil adalah bentuk ketidaktaatan terhadap alam.
Sedangkan, merokok sambil berkendara adalah bentuk tidak menghargai pengguna jalan lain, karena asapnya atau bara api dari rokok tersebut bisa berpotensi melukai orang yang ada di sampingnya, atau di belakangnya. Asap rokok juga mengakibatkan kualitas udara menjadi lebih buruk.
Oleh karenanya, sebagai makhluk Tuhan, penting untuk memiliki kesadaran yang tinggi saat berkendara. Kesadaran untuk tidak membuang sampah seenak jidat di jalan. Karena membuang sampah dari dalam mobil akan dapat membahayakan, tidak hanya bagi sistem lingkungan hidup, tapi mengancam keselamatan pengguna jalan lain.
Selain itu, perilaku mencemari jalanan juga mencerminkan orang tersebut tidak memiliki attitude yang baik, khususnya kepada lingkungan. Padahal, agama mana pun mengajarkan pemeluknya agar memelihara lingkungan, karena manusia dan lingkungan adalah kesatuan yang tidak bisa terpisahkan. Jadi, mari, bersama-sama menjaga lingkungan, juga memberikan teladan bagi orang lain bagaimana menjadi pengendara jalanan yang baik. []