Mubadalah.id – Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Gusti Ratu Kanjeng Hemas, menyoroti tingginya angka kekerasan terhadap perempuan di Indonesia dalam Dialog Publik Halaqah Kubra Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Jumat (12/12/2025).
Dalam forum tersebut, GKR Hemas mengutip Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2024 yang mencatat sebanyak 445.500 kasus kekerasan terhadap perempuan. Menurutnya, angka tersebut tidak boleh dianggap sebagai kondisi yang normal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Bentuk kekerasan yang paling banyak adalah kekerasan seksual, psikis, fisik, dan ekonomi. Bahkan 61 persen perkara di Pengadilan Agama masih berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa data tersebut menunjukkan urgensi pendekatan keagamaan yang berpihak pada korban dan memuliakan perempuan. Dalam konteks ini, GKR Hemas menilai KUPI memiliki peran penting dalam menghadirkan tafsir dan pandangan keagamaan yang menolak segala bentuk kekerasan.
Selain kekerasan fisik dan domestik, GKR Hemas juga menyinggung meningkatnya kekerasan berbasis gender online (KBGO). Ia menyebut isu tersebut menjadi perhatian serius dalam berbagai forum perempuan, termasuk dialog-dialog nasional yang melibatkan organisasi perempuan di Senayan.
Menurutnya, isu kekerasan terhadap perempuan harus terus dibahas di ruang publik agar persoalan di lapangan dapat terpetakan dengan baik dan ditindaklanjuti melalui kebijakan yang responsif gender.
GKR Hemas mengapresiasi peran KUPI dalam mendorong lahirnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Serta kontribusinya terhadap perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang pendewasaan usia perkawinan.
Kemudian, Ia menilai fatwa-fatwa dan produk pengetahuan yang KUPI hasilkan telah memberi kontribusi nyata bagi perlindungan perempuan di Indonesia. Oleh karena itu, kerja-kerja ulama perempuan perlu terus kita perkuat melalui dukungan negara dan lembaga legislatif.
Halaqah Kubra KUPI menjadi ruang refleksi bersama bagi ulama perempuan, akademisi, dan aktivis untuk merumuskan langkah strategis menghadapi persoalan kekerasan berbasis gender. GKR Hemas berharap forum ini dapat memperkuat sinergi antara gerakan masyarakat sipil dan kebijakan negara.





































