• Login
  • Register
Minggu, 18 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Gus Dur, Pembawa Warisan Pesantren ke Istana

Warisan pesantren yang Gus Dur bawa ke istana mencerminkan integrasi antara tradisi keagamaan dan modernitas.

Ibnu Fikri Ghozali Ibnu Fikri Ghozali
07/11/2024
in Personal
0
Warisan Pesantren

Warisan Pesantren

782
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Gus Dur, atau Abdurrahman Wahid, adalah sosok yang tak hanya terkenal sebagai mantan Presiden Republik Indonesia. Tetapi juga sebagai seorang ulama, pemikir, dan aktivis yang membawa warisan pesantren ke dalam dunia politik dan pemerintahan. Perjalanan hidupnya dari pesantren ke istana mencerminkan semangat perjuangan dan nilai-nilai yang diusung oleh tradisi pesantren dalam konteks modernitas.

Gus Dur lahir pada 7 September 1940 di Jombang, Jawa Timur, dari keluarga pesantren yang terkemuka. Ia merupakan cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hasyim Asy’ari, dan dibesarkan dalam lingkungan yang kuat akan nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan Islam. Pendidikan awalnya di pesantren memberikan fondasi yang kokoh bagi pemikirannya. Gus Dur terkenal sebagai sosok yang cerdas dan kritis, dengan pandangan yang progresif tentang Islam dan demokrasi.

Setelah menyelesaikan pendidikan di pesantren, Gus Dur melanjutkan studinya ke luar negeri, termasuk ke Universitas al-Azhar di Mesir, University of Baghdad hingga Mc Gill di Canada. Pengalaman ini memperluas wawasannya dan membentuk perspektifnya tentang hubungan antara agama dan politik, serta pentingnya hak asasi manusia.

Lalu setelah kembali ke Indonesia, Gus Dur aktif dalam organisasi Nahdlatul Ulama dan kemudian terlibat dalam politik. Ia menjabat sebagai Ketua Umum PBNU dan memainkan peran penting dalam perjuangan demokrasi di Indonesia. Terutama setelah era Orde Baru. Gus Dur mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada tahun 1998 sebagai wadah perjuangan politik bagi warga NU.

Menjadi Presiden Indonesia ke-4

Puncak dari karier politiknya adalah ketika ia terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia ke-4 pada tahun 1999. Selama masa jabatannya, Gus Dur berkomitmen untuk mempromosikan pluralisme, toleransi, dan hak asasi manusia. Ia mengedepankan pendekatan dialogis untuk menyelesaikan konflik dan mendorong pengakuan terhadap keberagaman yang ada di Indonesia.

Baca Juga:

Humor Kritis di Layar Televisi: Menjaga Ruang Demokrasi

Hifdh An-Nafs, Al-‘Aql dan An-Nasl dalam Interpretasi Gus Dur

Konsep Al-Ushul Al-Khamsah dalam Tafsir Gus Dur

Andaikan Gus Dur Masih Ada, Revisi UU TNI Tak Perlu Ada

Gus Dur membawa nilai-nilai pesantren ke dalam pemerintahan dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip Islam yang moderat dan toleran. Ia percaya bahwa pesantren bukan hanya tempat untuk belajar agama, tetapi juga untuk mengembangkan karakter dan intelektualitas. Melalui pendekatan ini, Gus Dur berusaha mengubah stigma negatif terhadap pesantren, yang sering dianggap sebagai tempat konservatif.

Selama kepemimpinannya, Gus Dur melakukan berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat yang inklusif. Ia menghapuskan diskriminasi terhadap kelompok minoritas, memperjuangkan hak-hak perempuan, dan menentang kekerasan berbasis agama. Komitmennya terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan membuatnya dihormati. Tidak hanya di kalangan warga NU, tetapi juga oleh masyarakat luas.

Warisan Gus Dur

Salah satu warisan penting Gus Dur dalam mempromosikan toleransi dan hak asasi manusia yang berakar pada budaya pesantren adalah pengakuan dan peresmian agama Konghucu di Indonesia. Tindakan ini mencerminkan semangat inklusif yang selalu dijunjung tinggi dalam tradisi pesantren. Di mana nilai-nilai keberagaman dan saling menghormati merupakan bagian integral dari ajaran Islam.

Dengan meresmikan Konghucu sebagai salah satu agama yang terakui, Gus Dur tidak hanya membuka ruang bagi penganutnya untuk menjalankan keyakinan mereka secara bebas, tetapi juga menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang menghargai pluralisme.

Langkah ini menjadi simbol penting bahwa dalam masyarakat yang beragam, semua agama dan kepercayaan memiliki hak untuk terakui dan kita hormati. Yakni menciptakan harmoni di tengah perbedaan yang ada. Keberanian Gus Dur dalam mengambil langkah ini seharusnya menjadi teladan bagi generasi mendatang untuk terus mendorong dialog antaragama dan memperjuangkan hak asasi manusia bagi semua warga negara, tanpa memandang latar belakang agama atau budaya.

Meskipun masa jabatannya penuh tantangan dan kontroversi, warisan Gus Dur tetap hidup hingga kini. Pemikiran dan prinsip yang ia tanamkan menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama generasi muda. Gus Dur menunjukkan bahwa pemimpin dapat berasal dari latar belakang pesantren dan tetap mampu menjalankan tugasnya dengan baik di dunia politik.

Inspirasi bagi Generasi Masa Depan

Warisan pesantren yang Gus Dur bawa ke istana mencerminkan integrasi antara tradisi keagamaan dan modernitas. Ia telah membuktikan bahwa nilai-nilai Islam yang moderat, toleran, dan humanis dapat menjadi dasar yang kuat untuk membangun bangsa yang lebih baik.

Gus Dur adalah simbol pergerakan yang menggabungkan kearifan pesantren dengan tuntutan zaman. Sebagai pembawa warisan pesantren ke istana, ia tidak hanya meninggalkan jejak sebagai seorang presiden, tetapi juga sebagai ulama dan pejuang hak asasi manusia.

Melalui kepemimpinannya, Gus Dur mengajarkan bahwa dengan iman yang kuat dan komitmen terhadap keadilan sosial, setiap orang, termasuk mereka yang berasal dari pesantren, dapat memainkan peran penting dalam membentuk masa depan bangsa. Warisannya akan terus kita kenang dan menjadi inspirasi bagi generasi-generasi berikutnya dalam memperjuangkan nilai-nilai toleransi, dan kebebasan. []

 

Tags: Bapak Pluralismegus durinspirasiPresiden RI ke-4Warisan Pesantren
Ibnu Fikri Ghozali

Ibnu Fikri Ghozali

Saat ini sedang menempuh pendidikan Pascasarjana di Prince of Songkla University, Thailand.

Terkait Posts

Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Laki-laki tidak bercerita

Muhammad Bercerita: Meninjau Ungkapan Laki-laki Tidak Bercerita dan Mitos Superioritas

13 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nyai Ratu Junti

    Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil
  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version