Mubadalah.id – Islam merupakan agama yang selalu memberikan penghargaan yang cukup tinggi terhadap mereka yang bekerja mencari nafkah.
Dalam pandangan Islam, mendapatkan pekerjaan itu adalah hak setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan. Meski dalam banyak ayat al-Qur’an dan al-Hadist anjuran bekerja hanya ditujukan kepada laki-laki. Tetapi tidak mungkin suatu anjuran baik hanya diperuntukkan laki-laki.
Jika tidak ada penegasan yang khusus, maka anjuran itu diperuntukkan laki-laki dan perempuan sekaligus. Karena bekerja mencari penghidupan itu bagian dari amal saleh. Sebagaimana dalam al-Qur’an, maka tak boleh kita bedakan antara laki-laki dan perempuan untuk bekerja. Allah SWT berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Barang siapa yang beramal salih (melakukan kerja-kerja positif), dari laki-laki atau perempuan, dan dia adalah orang beriman, maka Kami akan menganugerahkan kehidupan yang baik, dan akan kami balas mereka dengan pahala yang lebih baik dari amal yang mereka lakukan.” (QS. an-Nahl ayat 97).
Ayat ini, sebagaimana ayat-ayat lain mengenai amal saleh, tidak hanya tepat kita artikan sebagai bagian dari kerja-kerja ukhrawi, tetapi juga kerja-kerja duniawi.
Dalam ayat tersebut menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama untuk berpacu melakukan kerja-kerja positif (amal shalih), baik untuk kepentingan ukhrawi, maupun duniawi, atau kedua-keduanya.
Temasuk dalam kesetaraan kedudukan laki-laki dan perempuan ini adalah kerja-kerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Hal ini dalam bahasa teks hadits kita sebut sebagai kerja di jalan Allah (amal fi sabilillah).
Bekerja dalam Fikih
Dalam fikih Islam, seseorang bekerja sebagai buruh bisa menjadi wajib, sunnah, atau haram. Hukumnya menjadi wajib, ketika bekerja menjadi jalan satu-satunya untuk mencukupi kebutuhan hidup. Termasuk misalnya untuk membayar hutang, atau untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Dihukumi sunnah, ketika pekerjaan yang digelutinya akan memberikan tambahan manfaat bagi banyak orang. Sementara pekerjaan itu sudah dikerjakan oleh orang lain, seperti bekerja di pabrik pembuatan baju, pembuatan kendaraan, dan lain-lain.
Bekerja pun bisa menjadi haram, ketika pekerjaan yang ia geluti itu perbuatan yang Allah haramkan atau pekerjaan itu akan mendatangkan keburukan bagi masyarakat, seperti menjadi pelacur atau memperjual-belikan obat-obatan terlarang. []