• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Hari Air Internasional: Masalah Air Kita

Pengelolaan air kita sedang bermasalah. Sedangkan kita tidak memiliki memori kualitas air karena komersialisasi memperburuk cara pandang kita terhadap air.

Miftahul Huda Miftahul Huda
22/03/2021
in Publik, Rekomendasi
0
Hari Air

Hari Air

116
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Valuing water (menghargai air) adalah tema Hari Air Internasional tahun 2021. Dari sisi pemilihan tema, mengisyaratkan manusia telah banyak memberi pengaruh terhadap kualitas air di bumi. Pembangunan, pariwisata, perkebunan sawit, pertanian komersil, tata ruang kota, merupakan aktivitas manusia yang berpengaruh terhadap kualitas dan kedaulatan air.

Jika menilik jauh ke dalam, masyarakat adat memiliki cara tradisional untuk menjaga kualitas air sebagaimana dilakukan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar. Atau malah masyarakat adat yang dirugikan dengan aktivitas ekonomi destruktif tambang batubara yang mencemari air, seperti yang terjadi di sungai Santan, Kutai Kartanegara. Jika air bersih sulit ditemui, tidak menutup kemungkinan melumpuhkan urat nadi perekonomian dan mengancam hak kesehatan masyarakat adat.

Dengan dideklarasikannya hak masyarakat adat pada 2007 oleh PBB (UNDRIP, United Nations Declaration on the Right of Ideginous Peoples), budaya, identitas, bahasa, dan tanah adat diharapkan tetap lestari. Berkaitan dengan air, adalah elemen yang menghubungkan masyarakat adat dengan seluk-beluk kebudyaan mereka. Dengan demikian, jika kedaulatan atas air dirampas, maka dapat dipastikan masyarakat adat akan kehilangaan tradisinya. Dan bagi masyarakat yang terkapitalisasi, memori kualitas air semakin hilang dan mengalami perubahan.

Perubahan-perubahan itu bisa kita saksikan dan rasakan di daerah yang menjorok ke perkotaan serta pengaruhnya ke pedalaman. Maka, siapa yang menguasai air akan mampu mengarahkan pola ekonomi dan konsumsi masyarakat.

Pengalaman dengan Air

Baca Juga:

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

Hal-hal yang Tak Kita Hargai, Sampai Hidup Mengajarkan dengan Cara yang Menyakitkan

Ayat-ayat Al-Qur’an yang Menjelaskan Proses Perkembangan Janin dan Awal Kehidupan Manusia

Persoalan air di Hari Air Intrenasional ini menjadi serius, sebab modernisasi membuang jauh-jauh perspektif nenek moyang kita dalam melihat air. Seperti masifnya pembangunan hotel di Yogyakarta; meski budaya Jawa dipegang erat bahkan di-Undang-kan, tapi cepat-cepat dilepas ketika pemerintah hendak menata bisnis perhotelan.

Tahun pertama di Yogyakarta, pasokan air saya harus bersaing dengan hotel di belakang kontrakan. Secepat apapun tangan saya membuka kran air, tidak pernah bisa menandingi kecepatan tangan pemilik hotel. Meski air sempat mengalir, tapi lumpur tak pernah rela cerai dengan air. Alhasil, saya masih bisa mandi walaupun dengan air bercampur lumpur dan sumpah serapah.

Saya rasa, persoalan air berawal dari cara pandang kita terhadapnya. Menganggap air adalah sumber daya yang tak terbatas, bisa diperbarui, dan dapat digunakan sepuas-puasnya. Ini merupakan negasi dari tema kali ini: valuing water, yaitu sikap menghambur-hamburkan dan berpotensi merusak. Akibatnya, kita tidak memberi ruang untuk menumbuhkan rasa terhadap air bahwa ia perlu dihargai, dijaga, dan dirawat. Dengan kata lain, air adalah subjek dalam ekosistem kita yang menjadi korban objektifikasi.

Ketika ia adalah subjek, selemah apapun pasti memiliki kemampuan untuk membalas atas perlakuan buruk terhadapnya. Fenomena kekeringan dan kelangkaan air bersih adalah beberapa bentuk respon air. Ia ingin mengganjar sifat-sifat angkuh manusia. Tapi, apakah air kotor yang mengguyur tubuh saya selama satu tahun di Yogyakarta menandakan saya memiliki sifat destruktif terhadap air?

Pola Konsumsi

Rasanya tidak adil jika men-generalisir semua manusia berlaku rusak terhadap air. Lebih tepatnya ada sebuah sistem yang memang berusaha mewacanakan secara masif bahwa air tidak bisa habis dan bisa memperbarui diri. Sedangkan di saat yang bersamaan, ada yang gencar memprivatisasi dan mengkomersilkan air. Hal ini yang memungkinkan segelintir orang terselamatkan dan banyak orang lain terdampak oleh kelangkaan air bersih.

Ketika merasa terancam, masyarakat akan menyelamatkan diri dari krisis air meski tawaran keselamatan itu datang dari perusahaan air yang sifatnya komersil. Hal itu tidak bisa dihindarkan karena air adalah kebutuhan vital manusia. Masyarakat dipaksa mengeluarkan biaya untuk air bersih yang semestinya adalah haknya.

Nasib air semakin kontras dengan tema Hari Air Internasional yakni valuing water, sebab pasar melihatnya sebagai komoditas. Dan itu yang dilakukan oleh Nestle di Amerika: melihat krisis sebagai peluang bisnis. Sedangkan di Indonesia, produksi air minum dalam kemasan (AMDK) mencapai 9,47 miliar liter, pada 2009 10,9 miliar liter, dan hingga 2014 mencapai 14,90 miliar liter dengan rata-rata peningkaran produksi 7,9% pertahun. Pasar minuman kemasan itu didominasi oleh Danone-Aqua Groub dengan menyumbang 58,1% dari total produk AMDK (tirto.id).

Kita perlu melihat DKI Jakarta, yang sejak 1998 pengelolaan air dipegang oleh dua perusahaan swasta: PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra. Sedangkan Pemerintah Daerah mengalami kerugian Rp. 1,4 Triliun hingga tahun 2015 (kontrak diteken sampai 2023) karena harus membayar kewajiban (shortfall) kepada kedua perusahaan swasta tersebut. Sementara masyarakat Jakarta harus menanggung kerugian dengan mengeluarkan biaya air minum setiap bulannya yang mencapai Rp. 400.000 akibat privatisasi (bbc.com).

Di saat banyak daerah dan kelompok masyarakat terdampak kesulitan air bersih, perusahaan air swasta datang bak pahlawan. Mereka menawarkan air bersih yang praktis yang bisa didapat hanya dengan “sedikit” biaya, seperti produk terbaru Le Minerale yang menawarkan kepraktisan. Padahal air sudah seharusnya dikelola untuk kemakmuran rakyat, dan negara tidak melimpahkannya kepada swasta jika benar-benar mempedulikan hak atas air rakyatnya.

Sekarang semakin menjamur masyarakat yang mengkonsumsi air galon demi kepraktisan. Tapi itu tidak menghilangkan fakta bahwa privatisasi air berusaha mengalihkan pola konsumsi air masyarakat. Saat ini dua tetangga saya saling bersaing dengan produk yang berbeda: air galon dan air jerigen. Entah siapa yang sukses, yang pasti tidak ada yang menjamin tidak ada konflik horizontal akibat pola konsumsi. Sedangkan air kemasan terus dipromosikan sebagai jamuan saat lebaran nanti, dan tidak ada yang menjamin limbah AMDK dapat teratasi. []

Tags: Ekosistem AlamHari Air InternasionalKrisis Airmanusia
Miftahul Huda

Miftahul Huda

Peneliti isu gender dan lingkungan.

Terkait Posts

Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version