Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa istri yang dianugerahi Allah Swt rezeki atau harta yang langsung diterimanya sendiri, idealnya memiliki kecerdasan spiritual berupa rasa syukur dalam keadaan apapun.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan justru bukan sebaliknya merasa nelangsa karena merasa menganggu beban nafkah keluarga yang bukan menjadi kewajibannya.
Mengapa ? Karena kiriman rezeki langsung dari Allah itu sendiri adalah anugerah. Keahlian, profesi dan kemampuan usaha yang menyebabkannya mendapatkan rezeki langsung dari Allah kepada semua hamba-Nya.
Lebih dari itu, Nyai Badriyah mengungkapkan dengan harta pribadi itu istri bisa membantu orang tua, kerabat, dan orang-orang secara leluasa.
Istri juga bisa melakukan apa yang telah Rasulullah Saw ajarkan, yakni tangan kanan memberi dan tangan kiri tidak tahu.
Dengan harta pribadi itu juga istri memiliki otoritas untuk berinfak, bersedekah dan bersosialisasi. Ia juga bisa meraih pahala zakat dan berjihad dengan harta.
Kalau pun dalam keluarga ia menjadi tumpuan utama ekonomi keluarga, Nyai Badriyah menyebutkan bahwa perempuan memiliki dua nilai pahala, yakni pahala sedekah dan pahala menjalin tali kasih (silaturahmi).
Sebagaimana yang dalam hadis, bahwa Rasulullah Saw kepada Zaenab istri Ibnu Mas’ud yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarganya. Subhanallah.
Begitu besar nikmat Allah bagi istri, yang Allah berikan rezeki langsung melalui tangannya.
Maka, sungguh sayang jika anugerah yang demikian itu menjalaninya dengan perasaan iri suami, hanya karena kontribusi istri untuk biaya anak dan rumah tangga lebih besar dari pada suami.
Apalagi jika faktanya suami memang diberikan pintu rezeki yang tidak lebih besar dari pada istri. (Rul)