Mubadalah.id – Malam puncak Haul Gus Dur ke-15 yang bertajuk “Agama untuk Kemanusiaan dan Krisis Iklim” resmi digelar di Aula Kampus ISIF Cirebon, pada 13 Februari 2025.
Acara yang diselenggarakan oleh GusDurian Cirebon ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan untuk mengenang dan meneruskan warisan pemikiran KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yang selama hidupnya dikenal sebagai sosok pembela keadilan, toleransi, dan keberagaman.
Doa Lintas Agama
Acara Haul Gus Dur ke-15 di Cirebon dibuka dengan pembacaan tahlil yang dipimpin oleh KH. Khumedi. Kemudian, dilanjut dengan doa kebangsaan oleh para tokoh lintas agama.
Hadir di antaranya Ibu Made (Hindu), Ibu Ita (Sunda Wiwitan), Ibu Nyai Fadillah (Islam), Romo Junawi (Buddha), Frater Domininus (Katolik), Pendeta Heru (PGIS), dan Romo Johan (Kristen Ortodoks).
Kehadiran tokoh-tokoh lintas agama ini menegaskan pesan toleransi dan persatuan yang menjadi inti peringatan Haul Gus Dur.
Warisan Sosial dan Lingkungan Gus Dur
Ketua pelaksana, Siti Robiah, dalam sambutannya menyampaikan bahwa tema tahun ini mengangkat dua isu penting: keadilan sosial dan krisis iklim. “Gus Dur selalu mengedepankan keadilan bagi kaum tertindas dan mengajak kita untuk hidup dalam lingkungan yang sehat,” ujarnya.
Menurutnya, perjuangan Gus Dur tidak hanya terbatas pada aspek politik dan sosial, melainkan juga mencakup upaya pelestarian lingkungan. “Dalam era perubahan iklim yang semakin ekstrim, hak untuk hidup di lingkungan yang bersih adalah hak asasi yang fundamental,” tambahnya.
Siti Robiah juga menyoroti dampak negatif perusakan lingkungan yang sangat dirasakan oleh kelompok-kelompok rentan, seperti petani kecil, masyarakat pesisir, dan komunitas yang tinggal di daerah rawan bencana.
Ia menekankan bahwa kolaborasi lintas sektor—mulai dari pemerintah, tokoh agama. Hingga aktivis lingkungan—merupakan kunci untuk mengatasi tantangan global yang tengah kita hadapi.
Meneladani dari Gus Dur
Salah satu momen paling ditunggu malam itu adalah orasi kebudayaan yang disampaikan oleh KH. Marzuki Wahid, seorang murid sekaligus penerus pemikiran Gus Dur.
KH. Marzuki mengajak hadirin untuk merenungkan kembali nilai-nilai kemanusiaan, keberagaman, dan toleransi. “Saya tidak akan berorasi panjang lebar karena di sini sudah banyak orator ulung, namun izinkan saya menyampaikan beberapa poin penting,” ujarnya dengan rendah hati.
Dalam orasinya, KH. Marzuki membacakan bait puisi yang menggugah, “Obat mujarabnya ada pada lisan dan hatimu, Gus.” Bait tersebut menjadi simbol bahwa kearifan dan ketulusan Gus Dur tidak hanya terpancar melalui kata-kata. Tetapi juga melalui tindakan nyata dalam membela hak-hak mereka yang terpinggirkan.
Beliau juga mengingatkan, “Meski generasi muda mungkin jarang berjumpa langsung dengan beliau, nilai-nilai perjuangannya tetap hidup dan relevan di tengah dinamika zaman.”
KH. Marzuki kemudian mengutip pertanyaan reflektif yang pernah Gus Dur sampaikan: “Agama untuk manusia, atau manusia untuk agama?”
Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mengajak semua pihak agar menjadikan kemanusiaan sebagai prioritas utama, tanpa memandang latar belakang agama, etnis, atau gender.
“Gus Dur mengajarkan kita bahwa keagamaan seharusnya menjadi sumber inspirasi untuk menciptakan keadilan, bukan justru perpecahan,” tegasnya.
Krisis Iklim dan Tantangan Masa Kini
Peringatan Haul Gus Dur ke-15 tidak hanya mengangkat isu-isu sosial, tetapi juga menyoroti tantangan krisis iklim yang tengah mengancam kesejahteraan masyarakat global. Perubahan iklim, dengan dampaknya yang meluas, telah mempengaruhi banyak sektor kehidupan, mulai dari pertanian hingga kesehatan.
Dalam konteks Indonesia, ancaman kenaikan permukaan laut, cuaca ekstrem, dan degradasi lingkungan telah semakin menekan kehidupan masyarakat. Terutama yang berada di daerah rawan bencana.
Para peserta dan tokoh lingkungan yang hadir di acara tersebut sepakat bahwa upaya penanganan krisis iklim harus dilakukan secara terpadu. “Kita tidak bisa memisahkan perjuangan untuk keadilan sosial dari upaya pelestarian lingkungan. Keduanya saling berkaitan dan harus berjalan beriringan,” ujar salah satu aktivis lingkungan yang turut hadir.
Diskusi interaktif tentang inovasi ramah lingkungan dan pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu agenda penting, menunjukkan betapa antusiasme generasi muda untuk melanjutkan perjuangan Gus Dur dalam konteks zaman modern.
Refleksi Sejarah dan Inspirasi Masa Depan
Malam puncak ini juga menjadi momentum untuk merefleksikan perjalanan hidup Gus Dur yang telah memberikan banyak pelajaran berharga. Sepanjang masa hidupnya, Gus Dur kita kenal sebagai tokoh yang mampu menjembatani perbedaan dan mengedepankan dialog antaragama. Ia tidak hanya melawan ketidakadilan, tetapi juga mengajak semua elemen masyarakat untuk bersatu dalam menghadapi tantangan bersama.
Peringatan Haul kali ini menjadi cermin bahwa nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan keberagaman yang diperjuangkan Gus Dur tetap relevan dan harus terus dihayati. Kehadiran berbagai elemen masyarakat, baik dari kalangan agama maupun aktivis lingkungan, mengukuhkan bahwa pesan-pesan Gus Dur memiliki kekuatan untuk menyatukan perbedaan demi kebaikan bersama.
Acara Haul Gus Dur ke-15 yang berlangsung penuh khidmat dan semangat kebersamaan ini berhasil menghadirkan nuansa persatuan di tengah perbedaan. Melalui rangkaian doa lintas agama, orasi kebudayaan yang menginspirasi. Serta diskusi mendalam mengenai krisis iklim, malam itu tercipta momentum penting untuk memperkuat tekad bersama dalam membangun masyarakat yang inklusif dan berkeadilan.
Di tengah perubahan zaman dan ancaman krisis iklim yang semakin nyata, peringatan ini menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk keadilan sosial dan pelestarian lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Warisan pemikiran Gus Dur, yang mengajarkan pentingnya menghargai perbedaan dan menjaga bumi, harus terus kita teruskan agar dapat menjadi fondasi bagi masa depan yang lebih cerah dan harmonis. []