Mubadalah.id – Pondok Pesantren Miftahul Hasanah Singajaya, Garut menjadi salah satu pesantren yang mengajarkanku soal prinsip saling kerja sama antara santri laki-laki dan perempuan.
Prinsip saling kerja sama ini, saya temukan dalam semua kegiatan dan aktivitas yang ada di pesantren ini.
Mungkin bagi sebagian besar setiap pesantren sangat memisahkan antara santri laki-laki dan perempuan. Bahkan ada beberapa pesantren yang melarang untuk saling bertemu antara santri laki-laki dan perempuan.
Namun hal ini, sangat berbeda dengan Pondok Pesantren Miftahul Hasanah. Di pesantren yang diasuh oleh Akang Muhamad Abdul Latif al-Muzakir dan Teh Imas Lailatul Munawaroh ini mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan boleh bertemu dan menjalankan aktivitas pondok pesantren secara bersama.
Bahkan ada salah satu hal yang saya ingat betul, yaitu tentang prinsip saling kerja sama bagi para santri laki-laki dan perempuan itu benar-benar diajarkan oleh para pengasuh kita.
Terlebih, prinsip saling kerja sama ini, beliau ajarkan baik dalam proses mengaji, dan beberapa kegiatan yang biasa pesantren kerjakan. Misalnya, kerja bakti, bersih-bersih, dan memproduksi cemilan makanan untuk dijual.
Proses Mengaji
Dalam proses mengaji, Akang dan Teteh, tidak pernah membeda-bedakan kitab yang akan mereka ajarkan kepada para santrinya. Santri perempuan dan laki-laki, keduanya berikan kesempatan yang sama untuk mengaji seluruh kitab yang sudah ada dalam kurikulum pesantren.
Bahkan ketika melakukan pengajian bersama, hijab atau pemisah antara santri laki-laki dan perempuan berada di tengah-tengah. Artinya, santri perempuan berada di sebelah kanan, dan santri laki-laki berada di sebelah kiri.
Bukan justru santri laki-laki berada di depan, sedangkan santri perempuan berada di posisi belakang.
Dengan penempatan posisi mengaji yang sejajar, antara santri laki-laki dan perempuan. Maka pengasuh kami ini, saya yakin beliau memiliki pandangan bahwa perempuan juga memiliki kesempatan yang sama untuk berada di depan.
Dengan posisi yang berada sama-sama di depan, keduanya akan mudah mencatat dan memahami semua ilmu yang Akang dan Teteh sampaikan.
Islam Tidak Pernah Membedakan
Oleh sebab itu, model pembelajaran yang Akang dan Teteh berikan, bagi saya hal tersebut sangat sesuai dengan ajaran Islam.
Di dalam Islam, Nabi Muhammad Saw memerintah tentang pendidikan itu penting bagi laki-laki dan perempuan. Dalam Hadis Shahih Bukhari, Nabi Saw bersabda:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، ” جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ: يَا رَسُول الله ذَهَبَ الرِّجَالُ بِحَدِيثِكَ، فَاجْعَلْ لَنَا مِنْ نَفْسِكَ يَوْمًا نَأْتِيكَ فِيهِ تُعَلِّمُنَا مِمَّا عَلَّمَكَ الله، فقال: اجتمعن في يَوْمٍ كَذَا وَكَذَا فِي مَكَانٍ كَذَا وَكَذَا، فَاجْتَمَعْنَ، فَأَتَاهُنَّ رَسُولُ فَعَلَّمَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَهُ اللهُ ثُمَّ قَالَ: مَا مِنْكُنَّ امْرَأَةٌ تُقَدِّمُ بَيْنَ يَدَيْهَا مِنْ وَلَدِهَا ثَلَاثَةٌ K اللَّهِ إلَّا كَانَ لَهَا حِجَابًا مِنَ النَّارِ. فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوِ اثْنَيْنِ، قَالَ: فَأَعَادَتْهَا مرتَيْنِ، ثُمَّ قَالَ: وَاثْنَيْن وَاثْنَيْنِ، وَاثْنَيْنِ “رواه البخاري
Artinya: Abu Sa’id al-Khudri Ra menuturkan bahwa suatu saat, ada seseorang perempuan datang bertandang kepada Rasulullah Saw berkata, “Wahai Rasulullah, para laki-laki itu telah banyak memperoleh pelajaranmu. Bisakah engkau menyempatkan diri untuk kami (para perempuan) pada hari tertentu. Sehingga kami bisa mendatangimu mengajarkan kami apa yang diajarkan Allah Swt kepadamu?.”
Rasulullah Saw menjawab, “Ya, silahkan berkumpul di hari tertentu dan tempat tertentu.” Para perempuan kemudian datang berkumpul (di hari dan tempat yang telah ditetapkan) dan Rasulullah Saw pun hadir mengajari mereka apa yang diperolehnya dari Allah SWT. (HR. Shahih Bukhari).
Hak Semua Umat Manusia
Melalui Hadis di atas, Nabi Muhammad Saw telah menegaskan bahwa pendidikan itu merupakan hak semua umat manusia. Termasuk laki-laki dan perempuan pun penting untuk sama-sama memiliki akses pendidikan yang sama. Bahkan, melalui Hadis di atas, Nabi Saw memberikan waktu khusus untuk mengajar kepada para perempuan.
Oleh sebab itu, dengan apa yang telah Akang dan Teteh lakukan, bagi saya menjadi teladan penting yang bisa pesantren-pesantren lain kerjakan. Artinya seluruh sistem pembelajaran di pesantren jangan pernah membeda-bedakan antara santri laki-laki dan perempuan.
Dengan kesempatan yang sama ini lah, nantinya para santri akan memiliki pondasi dan bekal ketika ia hidup di masyarakat nanti. []