• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Istri Bekerja Bukan Kuli Keluarga

Vevi Alfi Maghfiroh Vevi Alfi Maghfiroh
18/03/2020
in Keluarga
0
49
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Lelaki dan perempuan berhak untuk mengaktualisasi diri dengan berkarir dan bekerja. Hal ini selaras dengan nilai ajaran agama yang menegaskan bahwa baik perempuan maupun laki-laki yang bekerja dan beramal akan mendapatkan kesejahteraan dan kehidupan yang baik. Selama apa yang ia kerjakan tidak bertentangan dengan norma moral dan etika.

Bahkan Al-Qur’an pun menegaskan dalam Surat An-Nahl ayat 97 ‘Barang siapa mengerjakan amal saleh, laki-laki dan perempuan dalam keadaan beriman maka pastilah kami berikan kepada mereka kehidupan yang baik. Kami pasti akan memberikan kepada mereka pahala yang lebih baik dari (hasil) pekerjaan mereka’.

Ayat ini menyiratkan makna bahwa sumber hukum Islam tidak melarang siapapun untuk bekerja dalam bidang dan sektor apapun yang dibutuhkan dalam kehidupan. Baik untuk dirinya sendiri maupun untuk kepentingan sosial.

Namun sayangnya dalam praktik kehidupan nyata, dengan masih melekatnya budaya patriarki dalam kehidupan sosial masyarakat, terkadang perempuan bekerja terutama yang sudah berkeluarga akan mengalami peran ganda. Benturan antara berbagai tugas dalam rumah tangga dan berbagai kepentingan ekonomi dan sosial keagamaan tidak bisa dihindari dalam permasalahan ini.

Peran ganda perempuan karir tersebut bermula dari adanya pembagian peran dan domestikasi peran perempuan yang lahir dari norma dan aturan yang bias gender. Bahkan dengan jelas Undang-Undang Perkawinan di Indonesia masih memetakan hak dan kewajiban suami istri yang menyebabkan peran keduanya seolah-olah kaku dan baku.

Baca Juga:

Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

Bahkan dalam beberapa kasus, saya menemukan perempuan bekerja banting tulang, sedangkan suaminya hanya bersantai di rumah dan tidak bertanggung jawab atas anak yang berada dalam asuhannya. Permasalahan ini sering dialami oleh perempuan-perempuan pekerja migran.

Hal ini jelas sekali tidak sejalan dengan perintah dari surat An-Nisa ayat 34, At-Thalaq ayat 7, dan Al-Baqarah ayat 233 yang menjelaskan bahwa tanggung jawab nafkah pada hakikatnya melekat pada sosok suami, karena pada dasarnya seorang istri dibebaskan dari kewajiban bekerja untuk menutupi kebutuhan hidupnya maupun keluarganya.

Bekerjanya istri merupakan bentuk dari kerjasama antar suami istri dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini pun telah dicontohkan oleh kaum perempuan pada masa Nabi Saw, termasuk juga istri beliau. Mereka bekerja sebagai ibu yang menyusui dan memelihara anak orang lain (babby sitter), berdagang, menjadi asisten rumah tangga, dan berbagai profesi lainnya pada saat itu.

Tentu saja ajaran Islam tidak melarang perempuan-perempuan bekerja atas izin suaminya. Namun ajaran Islam juga memberikan peringatan kepada para laki-laki bahwa kewajiban memberikan nafkah tetap berada padanya. Istri bekerja bukan berarti suami terbebas dari kewajiban nafkah.

Nafkah dari suami merupakan hak yang harus didapatkan oleh istri dan anak-anaknya. Harta yang dihasilkan dari pekerjaan istri sepenuhnya adalah milik istri. Jika harta tersebut digunakan untuk menghidupi keluarga maka bernilai sedekah, bukan nafkah. Hal ini dijelaskan dalam Thabaqah Ibnu Sa’ad mengisahkan tentang Rithah, istri Abdullah bin Mas’ud Ra yang bekerja dan menjual hasil pekerjaannya untuk menghidupi keluarganya.

Dalam hal ini, istri bekerja bukan menjadi kuli keluarga, suami tetap harus memberikan nafkah kepadanya. Kecuali jika seorang suami benar-benar tidak bisa menafkahi karena udzur syar’i, maka tak mengapa jika saling bertukar peran, saling menguntungkan, dan saling bekerja sama untuk menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga. []

Vevi Alfi Maghfiroh

Vevi Alfi Maghfiroh

Admin Media Sosial Mubadalah.id

Terkait Posts

Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Sakinah

Apa itu Keluarga Sakinah, Mawaddah dan Rahmah?

26 Juni 2025
Cinta Alam

Mengapa Cinta Alam Harus Ditanamkan Kepada Anak Sejak Usia Dini?

21 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID