Mubadalah.id – Aktivis HAM dan feminis, Kamala Chandrakirana, menyoroti kondisi demokrasi Indonesia yang ia sebut sebagai “krisis dalam krisis”.
Menurutnya, pada momen 80 tahun kemerdekaan Indonesia, justru terjadi paradoks: rakyat terbebani pajak dan hidup dalam ketimpangan, sementara para wakil rakyat malah sibuk menaikkan gaji mereka sendiri.
“Hukum, yang seharusnya menjadi tempat kita mencari keadilan, kini telah berubah menjadi alat kekuasaan untuk memperkaya para elit,” ungkap Kamala.
Lebih jauh, Kamala menekankan pentingnya memaknai ulang arti kedaulatan rakyat. Ia mengatakan bahwa demokrasi tidak boleh kita persempit hanya pada proses elektoral atau prosedur politik formal.
“Kedaulatan rakyat harus dimaknai sebagai cara kerja, cara pandang, dan keinginan rakyat yang sesungguhnya. Kita perlu ruang baru untuk membangun hal itu,” tegasnya.
Menurut Kamala, pemikiran Gus Dur relevan untuk menjawab tantangan hari ini karena Gus Dur melihat kemanusiaan sebagai inti demokrasi, bukan sekadar alat politik. Sehingga dalam kondisi penuh paradoks saat ini bangsa Indonesia perlu kembali pada nilai kemanusiaan yang diperjuangkan Gus Dur untuk membangun masyarakat sipil yang berkeadilan.
Kepemimpinan Gus Dur
Di samping itu, Pakar Hukum Lingkungan dan Tata Kelola Pemerintahan, Laode M. Syarif menyoroti perbedaan besar antara kepemimpinan Gus Dur dengan presiden-presiden lain, khususnya dalam hal pemberantasan korupsi dan relasi sipil.
Ia mengatakan, Gus Dur selalu memiliki kecurigaan terhadap aparat negara sehingga berusaha melibatkan masyarakat sipil secara luas dalam pengambilan kebijakan.
“Bahkan dalam menyusun kabinetnya, Gus Dur melibatkan menteri-menteri yang berasal dari masyarakat sipil. Itu menunjukkan kepercayaan Gus Dur terhadap partisipasi rakyat,” jelas Laode.
Laode menilai hal itu sangat kontras dengan model kepemimpinan sekarang yang cenderung kembali pada pola militerisme dan kerap menyalahkan rakyat ketika menghadapi masalah.
Ia berharap, Presiden Prabowo dan pemimpin-pemimpin saat ini mau membaca kembali tulisan-tulisan Gus Dur mengenai pluralisme, kemasyarakatan, dan kepedulian terhadap lingkungan.
“Semoga nilai-nilai itu tidak kita lupakan. Jika semangat pluralisme, antikorupsi, dan merawat alam bisa kita hidupkan kembali, Indonesia akan menjadi lebih baik,” pungkas Laode. []