• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Kartini Masa Kini dan Kesetaraan Perempuan di Indonesia

”Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum perempuan” (R.A Kartini)

Nuraini Chaniago Nuraini Chaniago
23/10/2022
in Publik
0
Kartini

Kartini

125
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id -April adalah Hari Kartini. Artikel ini akan membahas terkait Kartini masa kini dan kesetaraan perempuan di Indonesia. Memperingati hari Kartini, juga merupakan refleksi akan jasa-jasa dan perjuangan panjang beliau dalam akses pendidikan untuk kaum perempuan.

R.A. Kartini lahir pada tahun 1879 dimana foedalisme dan kolonialisme begitu mengakar kuat  dalam kehidupan masyarakat Hindia-Belanda, termasuk juga dalam kehidupan masyarakat Jawa yang merupakan tanah kelahiran Kartini hingga ia tumbuh besar. Feodalisme dan kolonialisme jugalah yang kemudian menjadi cambuk bagi Kartini untuk menunjukkan perlawanannya melalui surat-suratnya.

Salah satu tulisannya yang terkenal hingga hari ini adalah, buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang diterjemahkan oleh Armijn Pane, Karena Kartini sering menulis dan berkirim surat kepada teman-teman Belandanya, dan melalui tulisan-tulisan itu juga Kartini mencurahkan isi hati serta cita-cita besarnya untuk berjuang melawan keterkungkungan dan budaya patriarki yang mendiskriminasi kaum perempuan kala itu.

Ketika itu, gerak kaum perempuan sangat dibatasi dan dikekang, sedangkan laki-laki dalam hal ini memiliki kekuasaan tertinggi yang hari ini kita kenal dengan patriarki. Sebelum Kartini lahir kaum perempuan berada pada masa-masa yang sangat memprihatinkan, terutama perempuan dari keturunan Jawa. Di mana perempuan saat itu harus tetap di rumah, berpakaian harus diatur, berjalan harus mengikuti standart yang ada, yang pada intinya aturan tersebut sangat-sangat mengekang kaum perempuan.

Budaya patriarki ini sudah sejak lama diwariskan kepada perempuan Indonesia, dampaknya tidak hanya kepada masyarakat secara lebih luas, tetapi juga sudah masuk ke ranah pendidikan, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya yang pada akhirnya melahirkan diskriminasi dan ketidakadilan gender di tengah-tengah masyarakat. Akibatnya, peranan dan ruang perempuan untuk berekspresipun selalu berada di bawah kuasa laki-laki.

Baca Juga:

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Kehadiran Kartini menjadi oase di tengah-tengah cekikan budaya patriarki terhadap kaum perempuan kala itu. Kehadiran Kartini menjadi sebuah awal dari gerakan kesetaraan gender. Kartini mencoba mendobrak bias yang sudah mendarah daging di tengah-tegah masyarakat terhadap kaum perempuan.

Bagi Kartini, perempuan tidak mesti mengikuti aturan yang ada jika hanya mengungkung kebebasan kaum perempuan, sedangkan laki-laki memiliki kebebasan yang jauh lebih luas dibandingkan perempuan. Karena memang pada masa Kartini, kaum perempuan tidak memiliki kebebasan seperti saat ini, ini juga yang ditulis oleh Kartini dalam salah satu surat-suratnya tersebut.

Kartini berjuang membebaskan kaum perempuan dari dominasi kaum laki-laki, beliau juga berjuang untuk hak pendidikan yang sama terhadap perempuan, sehingga perempuan juga memiliki akses yang sama dengan laki-laki perihal pendidikan, selain itu, Kartini juga telah berjuang dalam hal pernikahan terhadap kaum perempuan, di mana perempuan berhak untuk menolak pernikahan jika memang ia tak menyukai hal tersebut, apalagi dipaksa.

Kini, Kartini telah dinobatkan sebagai seorang Pahlawan Nasional dalam perjuangan panjangnya untuk kaumnya. Sehingga dengan perjuangan panjang beliau tersebut kita mampu merasakan akses pendidikan yang sama dengan kaum laki-laki hari ini. Kita masih punya secercah cahaya untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan di negeri ini, sehingga kaum perempuan juga memperoleh akses yang sama dengan kaum laki-laki.

Kita patut berbangga hari ini, sebagai generasi muda yang mengaku melanjutkan perjuangan Kartini di  masa kini, adalah sebuah tugas mulia yang harus terus kita perjuangkan di tengah-tengah era yang tentu juga berbeda dengan era di masa Kartini lahir dan hidup. Jika dulu Kartini berjuang melawan feodalisme dan kolonialisme demi hak-hak kaum perempuan, tentu hari ini kita juga berjuang dengan cara yang berbeda dan tantangan yang tentunya juga berbeda.

Kita sadar, bahwa hari ini tantangan kaum perempuan adalah stigma masyarakat dan warisan budaya patriarki yang masih begitu kuat di negeri ini, dengan tidak menutup mata bahwa kita sudah punya akses yang sama antara  laki-laki dan perempuan perihal pendidikan. Walaupun masih banyak akses-akses lainnya yang masih mendiskriminsi peran perempuan di ruang-ruang tertentu.

Perjuangan tersebut bukanlah akhir, melainkan awal bagi perempuan hari ini untuk terus menyuarakan kesetaraan gender. Apa yang sudah dimulai dan diperjuangkan Kartini di masa lalu adalah tugas kita untuk melanjutkannya hari ini, demi terciptanya akses dan ruang yang setara antara perempuan dan laki-laki. Menyuarakan kesetaraan gender bukan merupakan upaya untuk melenyapkan peran laki-laki di ruang-ruang tertentu, melainkan untuk menciptakan relasi yang saling diantara sesama manusia.

Serta untuk membangun kesadaran kepada masyarakat kita untuk mengakui peran perempuan serta ruang  perempuan untuk bisa mengaplikasikan keilmuan yang dimilikinya, sehingga tidak untuk merendahkan dan direndahkan, melainkan untuk merawat hak-hak kemanusiaan yang sudah ada. Selamat Hari Kartini, teruntuk semua Perempuan Indonesia.

Demikian penjelasan terkait Kartini masa kini dan kesetaraan perempuan di Indonesia. Semoga bermanfaat.[]

Tags: Genderhari kartinikartiniKesetaraanperempuanperjuangan kartiniRA Kartini
Nuraini Chaniago

Nuraini Chaniago

Writer/Duta Damai Sumatera Barat

Terkait Posts

Ahmad Dhani

Ahmad Dhani dan Microaggression Verbal pada Mantan Pasangan

5 Juli 2025
Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bekerja itu Ibadah
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID