Mubadalah.id – Bagi sebagian orang menikah dapat menjadi puncak kebahagiaan manusia. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Pak Kiai Faqih menikah adalah bahtera cinta, kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan. Sebagai seorang pasangan dunia dan akhirat kita perlu menpersiapkannya agar supaya kehidupan yang dibina menjadi kehidupan yang bahagia dunia akhirat. Oleh sebab itu mempelajari ilmu-ilmu pernikahan atau secara kompleknya belajar ilmu kehidupan itu perlu.
Pernyataan tersebut terungkap dalam pertemuan pertama kelas intensif Ramadhan yang diadakan oleh Fahmina, Mubadalah dan Rahima, yakni mengkaji Kitab Mambaus Saadah karya KH. Faqihuddin Abdul Qodir. Di dalam kitab ini secara substansinya banyak menawarkan tips dan trik dalam membina keluarga, yang tentunya dengan landasan keluarga maslahah wa mubadaah (kesalingan).
Bu Nyai Badriah Fayumi menjelaskan bahwa di dalam memperingati bulan suci Ramadan banyak digelar ngaji pasaran. Artinya ialah banyak santri yang diperbolehkan untuk memilih kitab yang akan mereka pelajari dan tentunya sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Kitab Mambaus Saadah menjadi salah satu kitab pilihan yang menjembatani masyarakat agar dapat membina keluarga sesuai ajaran Islam dan tentunya berlandaskan Al-Quran dan As- Sunnah.
Perlu dipahami dalam membina keluarga pola pengasuhan itu menjadi tanggung jawab bersama yaitu suami dan istri. Pengasuhan adalah suatu pekerjaan yang dapat dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu pengasuhan bukan menjadi kodrat perempuan. Kodrat menurut Bu Nyai Badriah merupakan sesuatu yang diciptakan oleh Allah tanpa adanya pilihan dan sifatnya adalah biologis. Sementara pengasuhan, mendidik, dan menyiapkan kebutuhan keluarga misalnya , itu semua merupakan pekerjaan manusia yang mana pekerjaan-pekerjaan tersebut sifatnya dapat ditukar yakni dapat dikerjakan oleh laki-laki maupun perempuan.
Selain pola pengasuhan anak, perlu kita pahami bahwa perempuan itu juga bagian dari manusia. Oleh sebab itu jika ingin hidup penuh dengan kebahagiaan maka berperilakulah untuk memanusiakan manusia. Hal ini perlu ditegaskan karena dalam konteks terdahulu kedudukan, peran beserta ruang perempuan sangat dibatasi.
Salah satu contohnya, pada zaman dahulu ada seorang perempuan yang ingin hadir ke masjid namun oleh seorang pemuda perempuan dilarang masuk, karena ia berjenis kelamin perempuan. Kemudian oleh perempuan itu dijawab “ Ana Minannas” artinya “ Saya sebagian dari manusia.”
Berdasarkan contoh di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak perempuan yang menuntut keadilan atas dirinya. Tuntutan ini bukan bermaksud untuk mengungguli kedudukan laki-laki melainkan untuk mensetarakan hak-hak antara laki-laki dan perempuan. Karena pada dasarnya kegiatan publik seperti pendidikan dan mencari pekerjaan itu hak manusia bukan hak laki-laki semata. Mengapa demikian?
Jika ditarik kesimpulan berdasarkan logika manusia yaitu apabila sebuah pekerjaan yang dikerjakan bersama dengan mengkolaburasikan olah pikir seorang laki-laki dan perempuan beserta daya kerjanya maka suatu pekerjaan itu akan cepat terselesaikan. Begitu juga dengan urgensi akademik saat ini dimana perlu adanya ruang untuk akademisi perempuan, sebab jika dirujuk dalam kaidah Islam bahwa al-ummu madrosatul ulaa maka sangat penting jika perempuan berhak mendapatkan hak-hak pendidikan karena seorang ibu akan menjadi madrasah, guru pertama bagi anak-anaknya.
Berdasarkan penjelasan di atas sebagai manusia perlu menilik kembali perjuangan perempuan terdahulu seperti Tengku Fakinah dari Aceh. Beliau menghabiskan hidupnya untuk belajar agama, yang kemudian mendapat gelar sebagai Ahli Fiqh. Semasa kehidupannya Tengku Fakinah banyak membagi ilmunya kepada masyarat baik laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan cerita singkat ini Tengku Fakinah sudah memulai untuk membuat perubahan bagi perempuan, khususnya pendidikan.
Maka, hal-hal yang perlu kita hilangkan ialah labelisasi atas nama kodrati yang ujung-ujungnya menutup akses perempuan. Selain itu perlu kita sepakati bersama bahwa kodrat itu sesuatu yang menyangkut biologis manusia seperti melahirkan, menstruasi, menyusui, hamil, mimpi basah, tumbuhnya jakun dan lain sebagainya.
Adapun selain hal-hal itu disebut sebagai konstruksi. Oleh sebab itu apabila masih banyak beredar pemahaman yang menyimpang tentang pembagian peran salah satunya ialah pola pengasuhan anak menjadi tanggung jawab perempuan, misal perempuan sebaiknya di rumah saja, perempuan yang keluar malam memiliki aib besar dan lain sebagainya. Contoh-contoh itulah yang dinamakan pola pikir yang patriarki.
Oleh sebab itu dengan adanya kelas intensif ini dimana salah satunya mengajarkan masyarakat untuk berperilaku adil antara sesama perlu kita implementasikan dalam kehidupan. Sebab perubahan dapat dimulai dari diri sendiri, dan dengan bersikap mubadalah atau kesalingan antar sesama maka kebahagiaan akan menyertainya. Terimakasih. Semoga bermanfaat. Aaamin. []