• Login
  • Register
Jumat, 30 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Kehendak Ilahi Terdengar Saat Jiwa Menjadi Hening: Merefleksikan Noble Silence dalam Perspektif Katolik

Keheningan bukan pertama-tama soal diam dalam hal fisik, tetapi menyangkut ketenangan batin Jiwa seseorang.

Fr. Rio, SCJ Fr. Rio, SCJ
29/05/2025
in Personal
0
Kehendak Ilahi

Kehendak Ilahi

773
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam tulisan saya yang pertama tentang Noble Silence, saya memberikan tokoh teladan yaitu Bunda Maria atau Siti Maryam. Pada tulisan ini saya mencoba untuk memaknai keheningan dalam terang Alkitab dan teladan Yesus Kristus.

Tulisan ini berangkat dari pengalaman iman Kristiani, khususnya dalam diri Yesus Kristus, untuk menggali makna keheningan yang bisa menjadi inspirasi siapa saja. Keheningan menjadi cara Yesus untuk mendengar kehendak Sang Ilahi.

Banyak orang menggangap keheningan itu sebagai sesuatu yang menakutkan. Berangkat dari situasi tersebut, akhirnya saya mencoba untuk merefleksikan makna sebuah keheningan dalam kehidupan. Mungkin kita seringkali menganggap keheningan dan diam adalah dua hal yang sama, namun pada kenyataannya dua hal tersebut berbeda.

Diam adalah keadaan tidak adanya suara sama sekali baik sengaja maupun tidak sengaja, sementara keheningan merupakan keadaan  jiwa yang sungguh merasa tenang. Dari pemahaman tersebut akhirnya saya tahu bahwa orang takut masuk ke dalam keheningan karena merasa bahwa saat hening orang akan merasa sendiri tanpa orang lain.

Allah Ditemukan dalam Keheningan

Saya akan memulainya dengan dasar alkitabiah bagaimana keheningan itu menjadi sesuatu hal yang fundamental. Dalam iman kristiani, keadaan hening atau keheningan tidak hanya terbatas pada keadaan kondisi jiwa yang tenang, tetapi lebih dari itu keheningan merupakan saat dimana seseorang mendengar suara Yang Ilahi.

Baca Juga:

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah (Part 2)

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

Noble Silence: Seni Menghormati Waktu Hening untuk Refleksi Keimanan

Keheningan membawa seseorang bisa sampai pada keadaan bagaimana manusia mendengar suara Ilahi yang menyatakan kehendak dan mengalami kehadiran-Nya. Menarik kalau kita berkunjung ke biara para biarawan/biarawati, kita akan banyak menjumpai kata-kata yang berbunyi;

“Tuhan hanya ditemukan dalam ketenangan dan keheningan”. Hal ini tidak hanya ditulis begitu saja tanpa makna, tetapi ini bercermin dari pengalaman Nabi Elia ketika berada di atas Gunung Horeb. Nabi elia mengalami sebuah pengalaman iman mengalami kehadiran Allah dalam suasana keheningan.

12Dan sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi tidak ada TUHAN dalam api itu. Dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa. 13Segera sesudah Elia mendengarnya, ia menyelubungi mukanya dengan jubahnya, lalu pergi ke luar dan berdiri di pintu gua itu. Maka datanglah suara kepadanya yang berbunyi: “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” (Bdk. 1 Raj. 19:12-13).

Pengalaman Nabi Elia ini menegaskan bahwa kehadiran Allah bukan melalui hal-hal yang dahsyat, tetapi kehadiran Allah dalam kelembutan dan keheningan. Saya merasa bahwa ini relevan dengan keadaan dunia saat ini yang penuh dengan hiruk pikuk. Kitab 1 Raja-raja 19:11-14 memberi dasar bahwa kita dapat menemukan Allah hanya dalam keadaan yang sungguh hening dan lembut, bukan keadaan yang penuh dengan keramaian.

Keheningan Sebagai Pelayanan Yesus Kristus

Dalam Iman Kristiani, Yesus menjadi teladan sempurna dalam banyak hal salah satunya adalah teladan dalam mencapai keheningan. Keheningan yang Yesus lakukan adalah cara-Nya untuk mendengar suara dan kehendak Allah dalam karya pelayanan-Nya kepada semua orang.

Dalam pelayanan dan karya-Nya, Yesus seringkali menyingkir untuk istirahat dan berdoa. Yesus menyingkir dari banyak orang bukan karena kelelahan, tetapi  karena Ia tahu bahwa arah hidup tak selalu berasal di luar, melainkan di dalam hati yang hening.

Yesus mengajarkan bahwa keheningan sangat perlu dalam pengambilan keputusan. Misalnya, dalam keheningan doa, Yesus menemukan kekuatan, kebijaksanaan, dan kejelasan arah kemana dan kepada siapa Yesus harus melayani. Yesus juga menggunakan keheningan sebelum Ia harus memilih murid (Lukas 6:12–13), menghadapi penderitaan, dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada rencana Ilahi.

Apa yang ingin saya katakan, bahwa keheningan itu tidak hanya membawa pada sebuah ketakutan, tetapi lebih dari itu membawa pada sebuah keputusan yang menyakinkan. Keheningan bukanlah cara untuk berlari dari kenyataan, tetapi merupakan keberanian untuk menghadapi kenyataan bersama Allah. Yesus sendiri pun menggunakan saat hening untuk menjalankan karya misi pelayanan kepada semua orang. 

Keheningan Merupakan Kebutuhan semua orang

Dalam keheningan, orang bisa mendengar apa yang menjadi kehendak Sang Pencipta dan kehendak-Nya tersebut dengan penuh sukacita. Keheningan menjadi cara manusia untuk bersikap jujur, baik jujur kepada Tuhan, sesama, dan diri sendiri. Keheningan tidak hanya milik satu golongan saja, tetapi juga milik dan bahkan menjadi kebutuhan semua orang. 

Dalam keheningan kita tidak benar-benar sendiri, tetapi melalui keheningan kita dapat membangun relasi, yakni relasi dengan Allah, relasi dengan diri sendiri, dan relasi dengan sesama. Saya mengajak kita semua untuk menyadari bahwa saat kita dalam keheningan, sebenarnya kita sedang berelasi dengan Allah Sang Pencipta.

Relasi tersebut mengajak kita untuk membangun rasa syukur kepada Allah yang telah memberi rahmat kepada kita. Relasi ini juga menjadi cara kita untuk menemukan kehendak Sang Ilahi. 

Dalam keheningan kita juga berelasi dengan diri sendiri, yang mana ini mengajak kita untuk bersikap rendah hati melihat kekurangan dan kelebihan yang ada dalam diri kita sendiri.

Dalam keheningan kita juga berelasi dengan sesama yang mengajak kita untuk menumbuhkan sikap belarasa (compassion) terhadap sesama kita yang mungkin mengalami pergumulan hidup. Pada akhirnya keheningan merupakan cara atau bentuk untuk berempati dan bersolidaritas dalam relasi manusia, baik relasi dengan Allah, diri sendiri, maupun dengan sesama.

Cara Mencapai keheningan

Ada setidaknya empat langkah yang bisa saya tawarkan untuk mencapai keheningan. Langkah ini tentu bisa menjadi cara untuk mencapai keheningan bagi semua orang, dan tidak hanya untuk golongan tertentu.

Langkah pertama yaitu masuk dalam suasana doa. Mengapa ini penting? Kerena berdoa menjadi cara untuk membangun relasi kita dengan Allah. Jika kita sudah mempunyai relasi dengan Allah, maka keheningan pun akan mudah untuk dilakukan.

Langkah kedua adalah dengan menekuni untuk berlatih hening, ini akan menjadi cara untuk mudah masuk dalam keheningan karena sudah terbiasa. Langkah ketiga adalah dengan menjaga keseimbangan hidup. Hal ini akan mempengaruhi kualitas hidup kita dan akan membantu kita untuk masuk ke dalam keheningan dengan mudah.

Lalu langkah keempat adalah dengan mengulang ayat-ayat favorit yang ada di dalam kitab suci (Alkitab, Alquran, dan kitab suci masing-masing agama). Dengan mengulang ayat dalam kitab suci, kita akan semakin memahami apa yang menjadi kehendak Sang Pencipta sendiri. 

Sekali lagi keheningan bukan pertama-tama soal diam dalam hal fisik tetapi menyangkut ketenangan batin seseorang. Maka, marilah kita menciptakan keheningan untuk dapat mendengar suara Ilahi.

“Diri yang otentik hanya dapat ditemukan saat kita masuk dalam keheningan” St. Agustinus dari Hippo

Tags: IlahijiwakehendakKehendak IlahiKeheninganYesus
Fr. Rio, SCJ

Fr. Rio, SCJ

Seorang biarawan dan calon Imam  Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ), yang saat ini menjalani formatio calon imam dan hidup membiara di Jogjakarta. Saat ini menempuh pendidikan dengan Program Studi Filsafat Keilahian di Fakultas Teologi Wedhabakti, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Terkait Posts

Memahami AI

Memahami Dasar Logika AI: Bagaimana Cara AI Menjawab Permintaan Kita?

30 Mei 2025
Al-Ḥayā’

Menafsir Ulang Ajaran Al-Ḥayā’ di Tengah Maraknya Pelecehan Seksual

29 Mei 2025
Independent Woman

Being Independent Woman is Not Always About Money, Bro!

27 Mei 2025
Fatwa Vasektomi

Membaca Fatwa Vasektomi MUI dengan Perspektif Mubadalah

26 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah (Part 2)

26 Mei 2025
Laku Tasawuf

Hidup Minimalis juga Bagian dari Laku Tasawuf Lho!

24 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Live TikTok

    Kasus Talak di Live TikTok: Memahami Batas Sah Talak di Mata Hukum

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Esensi Ibadah Haji: Transformasi Diri Menjadi Pribadi yang Lebih Baik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alarm Kekerasan Terhadap Anak Tak Lagi Bisa Diabaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Membangun Kesadaran Inklusivitas di Tengah Masyarakat yang Beragam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merariq Kodek: Ketika Pernikahan Anak Jadi Viral dan Dinormalisasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Kasus Argo UGM dan Sampai Kapan Nunggu Viral Dulu Baru Diusut?
  • Pentingnya Menanamkan Moderasi Beragama Sejak Dini Ala Gus Dur
  • Memahami Dasar Logika AI: Bagaimana Cara AI Menjawab Permintaan Kita?
  • Esensi Ibadah Haji: Transformasi Diri Menjadi Pribadi yang Lebih Baik

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID