• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Kekhasan Metode Pembelajaran di Pesantren dan Beragam Budaya Unik Para Santri

Ada banyak nilai dan makna dari kita makan bersama ini. Terlebih tentang bagaimana kepedulian, dan kesederhanaan itu dilatih di pesantren.

Masum Alfikri Masum Alfikri
26/10/2023
in Personal
0
Belajar di Pesantren

Belajar di Pesantren

483
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebagai orang yang tidak pernah belajar di pondok pesantren, lalu memutuskan untuk kuliah di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) dan sekaligus mondok di Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina, ternyata saya menemukan banyak hal yang menarik, untuk saya bagikan kepada teman-teman.

Di Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina ini banyak kebiasaan dan metode pembelajaran baru yang saya temukan. Misalnya adalah tentang bagaimana pesantren itu mengajarkan untuk hidup sederhana, kerja sama, toleransi, dan menerima segala keberagaman.

Secara sederhana, kalau meminjam pandangan KH. Husein Muhammad dalam buku Islam Tradisional yang Terus Bergerak, pondok pesantren itu memang menjadi tempat untuk melatih, mendidik dan menanamkan nilai-nilai luhur (akhlakul karimah) kepada para santri.

Maka, hal-hal seperti inilah yang tidak pernah saya temukan dalam lembaga pendidikan umum lainnya. Karena pesantren memiliki karakter dan ciri khas dalam metode pembelajaran kepada para santri.

Metode Pembelajaran di Pesantren

Masih menurut pandangan Buya Husein, ada beberapa metode pembelajaran khusus dan khas yang digunakan oleh pesantren.

Baca Juga:

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

Menyemai Kasih Melalui Kitab Hadis Karya Kang Faqih

Merariq Kodek: Ketika Pernikahan Anak Jadi Viral dan Dinormalisasi

Menjembatani Agama dan Budaya: Refleksi dari Novel Entrok Karya Oky Madasari

Pertama, bandongan. Metode ini adalah istilah bagi metode pengajaran dengan guru (kiai) membaca, mendiktekan makna-makna kitab secara harfiah

Kemudian menjelaskan isinya secara luas, sedangkan para santri mendengarkannya, membuat catatan, baik makna kata-kata maupun penjelasan kiai.

Kedua, sorogan. Sorogan adalah metode pengajaran dengan santri membaca kitab di hadapan guru (kiai). Sedangkan guru mendengarkan, memberikan koreksi jika terjadi kesalahan, dan menanyakan maksudnya.

Ketiga, metode diskusi yang dalam istilah pesantren mengenalnya dengan musyawarah atau munazharah.

Metode ini, hampir semua pesantren menyelenggarakannya, terutama di pesantren-pesantren besar, yakni pesantren yang telah memiliki jumlah santri yang banyak dan mata pelajaran yang tinggi.

Metode munazharah (diskusi) pada umumnya terselenggara antara para santri sendiri, bukan antara kiai dan santri. Kiai dalam hal ini, berperan sebagai pengawas, pengarah, dan rujukan (marji) paling akhir apabila semua persoalan menjadi buntu atau sulit memahaminya.

Tiga metode pembelajaran di atas, menjadi metode yang sangat khas dari lembaga pendidikan pesantren. Pesantren menjadi wadah kepada para santri agar mereka menjadi pribadi yang cerdas, bermanfaat dan hidupnya penuh keberkahan.

Hidup Sederhana dan Saling Kerja Sama

Selain metode pembelajaran yang khas, di pesantren juga saya belajar tentang bagaimana para santri dapat hidup sederhana, dan saling kerja sama.

Untuk hidup sederhana, saya merasakan bagaimana ketika makan ala santri itu dilakukan dengan cara makan secara bareng-bareng dalam satu wadah.

Pada awalnya saya sempat menolak untuk makan bareng tersebut. Namun setelah 1 tahun belajar di pesantren, ternyata dengan makan bersama itu membuat sesama santri dapat saling mempererat hubungan emosional, rasa kebersamaan dan menumbuhkan kasih sayang satu dengan lainnya.

Ada banyak nilai dan makna dari kita makan bersama ini. Terlebih tentang bagaimana kepedulian, dan kesederhanaan itu dilatih di pesantren.

Selain itu, dalam melatih untuk saling kerjasama adalah dengan kegiatan roan. Dalam kegiatan roan atau kerja bakti untuk bersih-bersih di pesantren, baik itu kamar, rumah pengasuh itu dilakukan dengan cara bersama-sama.

Dengan kegiatan roan ini, kami para santri benar-benar dilatih bagaimana untuk hidup bersih dan sehat. Harapannya dengan roan, mampu menjadi tradisi yang melekat kepada para santri. Sehingga ketika pulang ke rumah nanti, ia akan terbiasa untuk hidup bersih dan sehat.

Oleh sebab itu, dengan beberapa kekhasan dan karakter yang saya temukan di pesantren menjadikan saya semakin cinta kepada pesantren. Pesantren mampu mengubah karakter saya untuk dapat hidup lebih baik dan menjadi manusia yang bermanfaat bagi sekitar. []

Tags: BudayakhasmetodepembelajaranpesantrenSantriUnik
Masum Alfikri

Masum Alfikri

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Film Rahasia Rasa

    Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID