• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Kerancuan dalam Memaknai Ayat Poligami

Menganggap poligami sebagai ajaran yang wajar dalam Islam adalah pemahaman yang keliru dan jauh dari nilai universal Islam itu sendiri. Nilai utama yang dijunjung tinggi oleh Islam adalah keadilan, termasuk dalam hubungan relasional antar suami-istri

Badrul Jihad Badrul Jihad
04/01/2022
in Hukum Syariat
0
kerancuan dalam memaknai ayat poligami

Poligami

215
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Berikut ini penjelasan terkait kerancuan dalam memaknai ayat poligami.  Surat al-Nisa’ ayat 3 adalah dalil ampuh bagi banyak orang untuk menghukumi poligami sebagai praktik yang wajar dan “islami”. Mereka menganggap bahwa poligami adalah hak istimewa yang diberikan Tuhan khusus kepada kaum laki-laki, sebagaimana hak istimewa mereka untuk menjadi pemimpin dalam rumah tangga, mendapatkan warisan yang lebih banyak, dan menjadi pekerja di ruang publik. Dalilnya telah termaktub secara jelas dalam ayat “…maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu senangi, dua, tiga, empat…”.

Memang jika dilihat sekilas, penggalan ayat yang dikutip para pendukung poligami di atas terkesan sedang menetapkan hukum anjuran poligami. Namun hal yang mereka tidak sadari (dan yang membuat mereka terkesan sangat awam) adalah, bahwa dalil yang mereka gunakan hanyalah potongan ayat yang tidak lengkap, sehingga mereka seharusnya tidak boleh tiba-tiba meng-istinbath hukum darinya.

Secara gramatikal bahasa Arab, potongan ayat “…maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu senangi, dua, tiga, empat…” adalah kalimat jawab syarth dari kalimat syarth pada potongan ayat sebelumnya yang berbunyi “jika kalian khawatir tidak akan berlaku adil terhadap para anak yatim…”

Suatu kalimat tidak akan sempurna jika syarth dan jawab syarth-nya tidak dibaca berbarengan. Yang mereka baca hanyalah “maka” saja, tanpa “jika”; seperti membaca “maka pukullah istrimu” tanpa membaca “jika istrimu melakukan pembangkangan”. Model pembacaan ini jelas-jelas keliru ditinjau dari sisi gramatika maupun metode peng-istinbath-an hukumnya.

Jika kita membaca surat al-Nisa’ ayat 3 dengan lengkap, maka ayatnya akan berbunyi: “Jika kalian khawatir tidak akan beraku adil terhadap para anak yatim, maka nikahilah perempuan-perempuan yang kalian senangi, dua, tiga, empat…” Di sini kita menemukan ada penyebutan tentang anak yatim yang dengannya poligami dikaitkan.

Baca Juga:

KB dalam Pandangan Islam

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Menggugat Poligami, Menegakkan Monogami

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Lalu apa kaitan antara poligami dengan anak yatim? Sayang sekali di ayat ini kita tidak akan menemukan jawabannya, kecuali jika kita merujuk pada ayat sebelumnya, setelahnya, dan sabab nuzul-nya. Sampai di sini pun kita dapat menyimpulkan untuk sementara, bahwa membaca suatu ayat dan menggali hukum yang terdapat di dalamnya adalah pekerjaan yang tidak simpel; ia setidaknya mensyaratkan pembaca untuk memahami gramatika bahasa Arab, munasabah, dan sabab nuzul dari suatu ayat dengan baik.

Jika kita meniliki kepada ayat sebelum ayat 3 surat al-Nisa’, maka ayatnya berbunyi: “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka, … dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu.” Artinya, pokok pembahasan dari ayat-ayat awal surat al-Nisa’ adalah tentang keadilan sosial terhadap para anak yatim yang telah ditinggalkan mati syahid oleh ayah mereka.

Bahwa seorang laki-laki tidak diperkenankan untuk mengambil harta para anak yatim tersebut bahkan dengan jalan yang “sah” seperti menikahi mereka. Sebab walaupun pernikahan adalah sah dalam Islam, namun jika ia diniatkan untuk menjadi jalan bagi tercapainya tujuan yang buruk, seperti menguasai harta sang istri, maka hal tersebut menjadi tidak baik, sebab ia telah mencederai nilai utama Islam tentang keadilan.

Dalam konteks ini, ayat 3 surat al-Nisa’ melanjutkan bahwa, daripada memonopoli harta para anak yatim perempuan dengan dalih pernikahan, maka lebih baik menikahi perempuan lain saja walaupun itu berjumlah dua atau tiga atau empat, yang penting si laki-laki tersebut bisa berbuat adil.

Di sini kita melihat adanya satu poin utama yang sedang dibicarakan oleh Alquran, yaitu tentang wajibnya menghormati anak yatim; dan kewajiban ini adalah implementasi dari nilai keadilan yang dijunjung tinggi Islam. Artinya, Alquran menyuruh kita untuk menangkap pesan utama dari ayat tersebut, bukannya terfokus pada penggalan ayat poligaminya saja.

Pembolehan poligami dalam penggalan ayat 3 surat al-Nisa’ adalah alternatif ketika seseorang tidak akan mampu untuk berbuat adil kepada anak yatim. Jadi perintah utamanya adalah: berbuatlah adil kepada para anak yatim! Namun karena suatu dan lain hal seseorang tidak berbuat adil kepada anak yatim, barulah muncul perintah: nikahilah selain selain dari anak yatim itu walaupun berjumlah dua, tiga, atau empat, dengan syarat harus berbuat adil.

Dari awal sampai akhir, ayat-ayat awal surat al-Nisa’ ini memang membahas tentang keadilan, khususnya kepada anak yatim, dan ini yang kadang terlupakan oleh para pembaca surat al-Nisa’.

Penggalan ayat berikutnya akan sangat penting untuk dikutip di sini, yaitu “Jika kamu khawatir tidak akan berlaku adil maka nikahilah seorang saja atau hamba sahaya yang kamu miliki,” kemudian ditutup dengan sempurna: “Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.” Ini adalah penggalan terakhir dari ayat 3 surat al-Nisa’ yang jarang terbaca namun memiliki makna sangat penting.

Penggalan ayat ini menyebutkan dengan jelas (walaupun dengan ekspresi yang tidak langsung) bahwa beristri satu dan memperlakukannya dengan adil adalah pernikahan ideal, karena ia lebih dekat kepada keadilan. Dengan demikian pernikahan yang dianjurkan oleh Islam sebetulnya adalah monogami, suatu model pernikahan yang paling sesuai dengan tujuan sakinah mawaddah dan rahmah. Adapun poligami, ia adalah keadaan yang dibolehkan dalam keadaan sangat langka, dan selain itu ia harus dibarengi dengan sikap yang adil.

Menganggap poligami sebagai ajaran yang wajar dalam Islam adalah pemahaman yang keliru dan jauh dari nilai universal Islam itu sendiri. Nilai utama yang dijunjung tinggi oleh Islam adalah keadilan, termasuk dalam hubungan relasional antar suami-istri.

Dalam payung keadilan inilah semua hukum-hukum yang lebih detail dalam hubungan pernikahan seharusnya dimasukkan; bukan malah sebaliknya, memaksakan nilai keadilan masuk dalam hukum yang detail yang kadang terlihat bias gender.

Dengan kata lain, memahami dan menafsirkan ayat poligami dengan kacamata keadilan lebih sesuai daripada menafsirkan ayat poligami dengan membolehkan poligami dulu baru nanti nilai keadilan bisa “ngikut”. Yang terakhir ini adalah penafsiran yang berbahaya, sebab ia akan menghilangkan nilai utama yang diajarkan Islam dan lebih mementingkan kasus spesifik yang sifatnya temporal, dan hal ini dalam ilmu Ushul Fiqh sangat tidak diperbolehkan karena menyalahi nilai utama Islam tentang keadilan dan kesetaraan.

Demikian penjelasan terkait kerancuan dalam memaknai ayat poligami. Semoga keterangan kerancuan dalam memaknai ayat poligami bermanfaat. [Baca juga: Jangan Berpoligami, karena Cemburu Itu Luka]

 

Tags: islamMonogamiperkawinanpoligami
Badrul Jihad

Badrul Jihad

Lulusan Universitas Al-Azhar jurusan Akidah dan Filsafat. Minat kajian: isu-isu keislaman secara umum dan isu-isu keperempuanan secara khusus.

Terkait Posts

Perempuan sosial

Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

10 Mei 2025
Sunat Perempuan

Sunat Perempuan dalam Perspektif Moral Islam

2 Mei 2025
Metode Mubadalah

Beda Qiyas dari Metode Mubadalah: Menjembatani Nalar Hukum dan Kesalingan Kemanusiaan

25 April 2025
Kontroversi Nikah Batin

Kontroversi Nikah Batin Ala Film Bidaah dalam Kitab-kitab Turats

22 April 2025
Anak yang Lahir di Luar Nikah

Laki-laki Harus Bertanggung Jawab terhadap Anak Biologis yang Lahir di Luar Nikah: Perspektif Maqasid Syari’ah

25 Maret 2025
Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

18 Maret 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version