• Login
  • Register
Minggu, 1 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Kesehatan Mental Untuk Semua

Wanda Roxanne Wanda Roxanne
12/10/2020
in Aktual, Publik
0
pahala mengasuh dan mendidik anak perempuan

Keluarga

179
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Setiap 10 Oktober sejak 1992, diperingati sebagai World Mental Health Day atau Hari Kesehatan Mental Sedunia yang merupakan program dari World Federation for Mental Health. Tema Hari Kesehatan Mental Sedunia tahun ini adalah “Mental Health for All: Greater Investment – Greater Access“.

Seperti judul tema, tahun ini WFMH ingin memfokuskan pada akses yang semakin luas sehingga kesehatan mental bisa menjadi investasi bagi setiap individu. Ada banyak hal yang menjadi focus WFMH tahun ini terutama berkaitan dengan keadaan dalam menghadappi COVID-19. Banyak topik-topik edukatif yang dikumpulkan menjadi ebook yang dapat diunduh pada laman wfmh.global.

Dalam buku itu, Ingrid Daniels sebagai Presiden WFMH memberikan kata pengantar seputar tema tahun ini dan pandemic. Ingrid mengatakan, “Kita tahu bahwa tingkat kecemasan, ketakutan, isolasi, jarak dan pembatasan sosial, ketidakpastian dan tekanan emosional yang dialami telah meluas saat dunia berjuang untuk mengendalikan virus dan mencari solusi”.

Tantangan dalam kampaye Hari Kesehatan Mental tahun ini menjadi lebih menantang karena mobilitas yang terbatas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan mental. Ruang diskusi, kampanye dan edukasi banyak dilakukan melalui daring.

Pada awalnya, program World Mental Health Day bertujuan untuk mengampanyekan advokasi kesehatan mental dan mendidik masyarakat tentang isu-isu yang terkait dengan kesehatan mental. Kemudian semakin banyak Negara-negara yang bergabung untuk menyuarakan hal yang sama, bersama-sama.

Baca Juga:

Refleksi Surah Al-Ankabut Ayat 60: Menepis Kekhawatiran Rezeki

Rahasia Tetap Berpikir Positif Setiap Hari, Meski Dunia Tak Bersahabat

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

Ingrid mengatakan, sekitar 450 juta orang hidup dengan gangguan mental yang merupakan penyebab utama penyakit dan kecacatan di seluruh dunia (Laporan Kesehatan Dunia WHO, 2001). Selain itu, satu dari empat orang akan terpengaruh oleh gangguan mental pada beberapa tahap kehidupan mereka, sementara gangguan mental, neurologis dan penggunaan narkoba menimbulkan dampak yang tinggi, 13% dari total beban penyakit global (WHO, 2012) .

Organisasi Kesehatan Dunia (2018) menyatakan bahwa setiap 40 detik ada seseorang meninggal karena bunuh diri. Setiap tahun ada lebih dari 800.000 orang yang meninggal karena bunuh diri. Bunuh diri adalah penyebab kematian kedua bagi orang-orang berusia 15-29 tahun.

Sedangkan 79% kasus bunuh diri global terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMIC). Setiap bunuh diri adalah tragedi yang mempengaruhi keluarga, komunitas dan seluruh negara dan memiliki efek jangka panjang dan menghancurkan pada orang-orang yang ditinggalkan.

Gambaran yang suram ini membuat berbagai pihak terutama dalam bidang psikologi, untuk lebih memprioritaskan isu-isu terkait kesehatan mental dari pada tahun sebelum-sebelumnya. Baik melalui aksi pencegahan sampai pemulihan gangguan.

Inggrid juga mengatakan bahwa Forum Ekonomi Dunia (2018) mencatat ada peningkatan gangguan kesehatan mental di setiap negara di dunia. Hal ini juga dapat merugikan ekonomi global hingga $ 16 triliun antara tahun 2010 dan 2030 jika kita semua mengalami kegagalan kolektif untuk merespons.

Salah satu hal mendasar yang dihadapi oleh individu dan komunitas adalah stigma. Masih banyak yang memberikan stigma dan label negatif pada mereka yang memiliki gangguan dan membutuhkan pertolongan psikolog ataupun psikiater.

Juga masih ada pandangan bahwa kita harus memendam dan menyelesaikan permasalahan kita sendirian. Ketika orang lain merasa terpuruk dan butuh bantuan, masih ada orang-orang yang menganggap itu lebay (berlebihan) dan caper (cari perhatian).

Alih-alih memberikan dukungan, mereka malah tidak memvalidasi pengalaman orang lain, memojokkan, dan juga menasehati untuk lebih rajin beribadah. Bahkan disertai tuduhan bahwa mereka kurang beriman atau kurang beribadah.

Sebagai sarjana psikologi, isu-isu psikologi adalah hal yang biasa saya pelajari dan bicarakan. Saya juga pergi konseling dengan psikolog. Saya justru membagikan pengalaman saya sebagai bentuk normalisasi untuk berani meminta pertolongan dan mendapatkan pertolongan dari orang atau lembaga yang tepat.

Dukungan sosial bisa dilakukan oleh semua orang, tapi intervensi psikologis tidak bisa dilakukan oleh orang awam. Banyak sekali macam gangguan dan intervensi yang dapat dilakukan. Menghakimi orang lain sebagai orang awam hanya akan memperparah kesehatan mental orang tersebut.

Saya tahu orang-orang di sekitar saya yang mengalami depresi, trauma, fobia dan baby blues. Saya tahu ada para penulis buku pengembangan diri yang berjuang melawan depresi. Saya tahu ada artis dan influencer yang terbuka tentang kondisi mental mereka. Saya tahu ada dosen psikologi yang juga butuh bantuan psikolog.

Penolakan dan kegagalan global dalam merespon isu-isu kesehatan mental justru memperparah kasus-kasus yang sudah ada dan meningkatkan kemungkinan di tahun-tahun yang akan datang. Hal ini justru diperparah dengan pandemi.

Sejauh ini, isu-isu kesehatan mental masih terus disalahpahami, diabaikan, distigmatisasi, kekurangan dana, dan diabaikan. Isu ini adalah isu gunung es yang susah ditangani jika masih banyak pihak yang tidak mendukung.

Di tengah sesaknya gratifikasi instan, menjaga kesehatan mental diri sendiri adalah suatu prioritas utama. Kesehatan mental adalah hak bagi seluruh manusia. Kita harus lebih mengenal diri sendiri. Tahu kapan harus berjuang, kapan harus istirahat dan kapan harus mengakhiri.

Hanya karena tidak banyak dibicarakan, bukan berarti orang-orang yang terlihat bahagia hidupnya selalu baik-baik saja. kita hanya tahu sebagian kecil hidup orang lain. Yang pasti, setiap manusia memiliki masalah dan perjuangan masing-masing. Mari memeluk kekurangan dan kelebihan diri sendiri.

Selamat Hari Kesehatan Mental Sedunia. Mari berinvestasi pada diri sendiri untuk tetap sehat fisik dan sehat mental. Harusnya layanan psikologi bisa diakses oleh semua orang, sama mudahnya saat kita pergi ke Rumah Sakit ataupun Puskesmas. []

Tags: kemanusiaanKesehatan MentalmanusiapsikologiSelf Love
Wanda Roxanne

Wanda Roxanne

Wanda Roxanne Ratu Pricillia adalah alumni Psikologi Universitas Airlangga dan alumni Kajian Gender Universitas Indonesia. Tertarik pada kajian gender, psikologi dan kesehatan mental. Merupakan inisiator kelas pengembangan diri @puzzlediri dan platform isu-isu gender @ceritakubi, serta bergabung dengan komunitas Puan Menulis.

Terkait Posts

Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Perempuan Penguasa

Sejarah Para Perempuan Penguasa Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan

31 Mei 2025
Ruang Aman bagi Anak

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

30 Mei 2025
Kasus Argo

Kasus Argo UGM dan Sampai Kapan Nunggu Viral Dulu Baru Diusut?

30 Mei 2025
Gus Dur

Pentingnya Menanamkan Moderasi Beragama Sejak Dini Ala Gus Dur

30 Mei 2025
Ibadah Haji

Esensi Ibadah Haji: Transformasi Diri Menjadi Pribadi yang Lebih Baik

29 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • IUD

    Bagaimana Hukum Dokter Laki-laki Memasangkan Kontrasepsi IUD?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tren Mode Rambut Sukainah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pengalaman Kemanusiaan Perempuan dalam Film Cocote Tonggo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sejarah Para Perempuan Penguasa Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah
  • Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga
  • Bagaimana Hukum Dokter Laki-laki Memasangkan Kontrasepsi IUD?

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID