• Login
  • Register
Selasa, 3 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Ketika Ramadanku Bergandengan dengan Hari Raya Nyepimu

Momen-momen kebersamaan ini sengaja diciptakan oleh Tuhan untuk melatih kita, supaya mampu membangun rasa empati dan kepedulian pada umat yang berbeda agama

Miranti Miranti
23/03/2024
in Personal
0
Ramadan

Ramadan

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ada yang menarik dengan Ramadan tahun 2024 ini. Selain awal Ramadan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) yang berbeda, Ramadan ini kali juga bertepatan dengan Hari Raya Nyepi yang diperingati oleh seluruh umat Hindu.

Ramadan yang identik dengan semarak berjumpa, sedangkan Hari Raya Nyepi syarat akan kesunyian. Dua hal yang kontras ini sejatinya fenomena yang sangat langka, namun sudah tidak lagi jadi perdebatan. Dalam hal ini kita benar-benar sedang mempraktikkan toleransi.

Di sisi lain, kedua peristiwa ini juga menunjukkan betapa kaya dan beragamnya kehidupan keagamaan di Indonesia, di mana masyarakat dengan berbagai keyakinan dapat hidup berdampingan secara damai.

Bagi umat muslim, Ramadan adalah bulan yang penuh berkah dan keberkahan. Selama bulan ini, umat muslim menjalankan ibadah puasa dari fajar hingga matahari terbenam sebagai bentuk pengendalian diri, penghormatan kepada Tuhan, dan solidaritas dengan mereka yang kurang beruntung.

Ramadan juga merupakan waktu untuk meningkatkan ibadah, memperbaiki hubungan sosial, dan meningkatkan kesadaran spiritual.

Hari Raya Nyepi

Di sisi lain, Hari Raya Nyepi merupakan hari berpuasa dari kegiatan apapun. Termasuk tidak menggunakan listrik, tidak bepergian, dan tidak melakukan aktivitas sehari-hari lainnya. Hari Nyepi menjadi waktu untuk introspeksi, meditasi, dan membersihkan diri dari dosa-dosa.

Baca Juga:

Noble Silence: Seni Menghormati Waktu Hening untuk Refleksi Keimanan

Lailatul Qadar, sebagai Momentum Muhasabah Diri

Spiritualitas Perempuan dan Pencarian Lailatul Qadar: Perspektif Mubadalah

Kebahagiaan Bagi Orang yang Berpuasa

Jika kita maknai secara dalam, baik Ramadan maupun Nyepi, keduanya mempunyai makna dan nilai yang sama, yaitu belajar menahan diri dari hawa nafsu yang bersifat keduniawian. Sehingga umat muslim dan umat Hindu melalui Ramadan dan Nyepi sama-sama belajar untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan.

Momen ini seolah me-notice kita untuk menyadari bahwa setiap yang berbeda akan menemukan titik harmoninya. Jadi, dalam hal ini toleransi bukan persoalan siapa yang harus mengalah dan siapa yang harus kita utamakan. Namun bagaimana keduanya menemukan jalan tengah dengan mendialogkan konsep ajaran agama masing-masing secara terbuka.

Ini lah yang terjadi di Bali, karena bertepatan dengan Nyepi, masyarakat Muslim melaksanakan tarawih di rumah masing-masing dan masjid terdekat dengan berjalan kaki dan menggunakan penerangan secukupnya.

Tentu saja, dari potret ini kita bisa melihat bagaimana toleransi ini sungguh nikmat. Umat muslim tetap bisa melaksanakan tarawih, begitupun umat Hindu tetap bisa melaksanakan Nyepi dengan penuh khidmat.

Ramadan Sunyi Masa Nabi

Melihat apa yang dilakukan oleh masyarakat muslim Bali di atas, aku jadi teringat dengan salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a. Beliau menceritakan bahwa ada alasan mengapa Rasulullah tidak keluar menunaikan salat tarawih berjamaah, adalah kekhawatiran akan diwajibkannya salat tarawih bagi umatnya.

Oleh karena itu, dalam kasus-kasus tertentu, dalam hal ini menghormati umat Hindu, Ramadan sunyi disarankan dan perlu dipraktikkan. Karena ini juga merupakan salah satu sunah Nabi.

Maka dari itu ber-Ramadan sunyi tahun ini bagi muslim yang bersentuhan langsung dengan umat Hindu yang sedang melakukan Nyepi adalah bentuk toleransi yang indah.

Praktik semacam ini perlu untuk terus kita lakukan, jika perlu bukan hanya pada saat Ramadan saja. Namun juga dalam momen-momen tertentu yang memang itu ada kaitannya dengan Hari Raya agama yang lain. Seperti dengan umat Kristen, Konghucu, dan penghayat kepercayaan.

Sebab barangkali memang momen-momen kebersamaan ini sengaja diciptakan oleh Tuhan untuk melatih kita, supaya mampu membangun rasa empati dan kepedulian pada umat yang berbeda agama. []

Tags: BergandenganHari Raya Nyepiramadan
Miranti

Miranti

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Kurban

Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

2 Juni 2025
Pandangan Subordinatif

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

31 Mei 2025
Joglo Baca SUPI

Joglo Baca SUPI: Oase di Tengah Krisis Literasi

31 Mei 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Difabel di Dunia Kerja

Menjemput Rezeki Tanpa Diskriminasi: Cara Islam Memandang Difabel di Dunia Kerja

30 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perbedaan Feminisme

    Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa dan Untuk Apa Perempuan Memakai Jilbab?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bagaimana Akhlak Karimah dalam Memilih dan Melamar Pasangan Pernikahan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyoal Jilbab dan Hijab: Antara Etika Sosial dan Simbol Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!
  • Membaca Ulang Makna Aurat dalam Al-Qur’an
  • Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan
  • Menyoal Jilbab dan Hijab: Antara Etika Sosial dan Simbol Kesalehan
  • Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID