Mubadalah.id – Dalam berbagai catatan sejarah, orang yang pertama kali beriman kepada Nabi Muhammad SAW adalah Khadijah binti Khuwailid ra., perempuan agung yang memberikan dukungan penuh terhadap risalah kenabian.
Ketika Nabi SAW masih merasa ragu, khawatir, dan diselimuti rasa takut ketika menerima wahyu awal melalui malaikat Jibril AS, Khadijah lah yang meyakinkan:
“Tenanglah wahai anak pamanku, dan tabalilah. Demi Dzat yang menguasai Khadijah, aku yakin kamu terpilih menjadi Nabi bagi umat ini”. (Ibn Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyyah, 1/191).
Kemudian Khadijah binti Khuwailid ra menenangkan Nabi SAW. Ia membawa beliau bertemu Pendeta Waraqah bin Nawfal, yang bisa meyakinkan bahwa yang ditemui Nabi SAW adalah benar Malaikat Jibril seperti yang juga datang kepada Nabi Musa AS.
Ketika Nabi SAW masih juga khawatir jika yang datang bukanlah malaikat. Tetapi sesuatu yang juga datang kepada para peramal (kahin) Arab, Khadijah sekali lagi meyakinkan. Nabi SAW sempat berkata:
“Wahai Khadijah, tidak ada sesuatu yang paling aku benci kecuali berhala dan para peramal itu. Aku khawatir aku akan diangkat menjadi peramal”. “Tidak,” kata Khadijah.
“Demi Allah, Dia tidak akan menghina kamu, karena kamu adalah orang yang baik terhadap keluarga, suka menjamu tamu, berani mengambil tanggung jawab besar, memberi orang yang kekurangan dan membantu orang-orang kesusahan. Kamu memiliki banyak sifat-sifat yang baik, yang dengan itu, kamu sama sekali tidak akan didatangi setan,” sambung Khadijah. (lihat: Amin Duwaidar, Sinwwarun min Hayat ar-Rasul, hal. 123). (Teks hadis diriwayatkan Imam Bukhari, lihat pada Kitab Nikah, Bab Man Qila La Nikdha illa bi Waliyyin).
Khadijah ra. tentu tidak sekadar menenangkan dan beriman kepada Nabi Muhammad SAW. Tetapi mendukung dengan segala risiko yang akan menimpanya. Ini adalah pilihan politik, yang seorang perempuan lakukan terhadap kelahiran sebuah agama agung.
Khadijah ra. tahu bahwa peran politik ini bukan sesuatu yang mudah dan sederhana. Ia tahu persis bahwa dengan mendampingi dan mendukung Nabi SAW, akan berhadapan dengan kekuasaan politik yang keras dan otoriter.
Perubahan Sosial
Hal ini karena risalah yang dibawa Nabi SAW membawa perubahan sosial yang cukup besar, yang akan menghancurkan kekuasaan status quo para elite Quraisy.
Risalah ini berdasarkan pada prinsip persamaan antara tuan dan hamba, kuat dan lemah, kaya dan miskin, laki-laki dan perempuan, orang Arab dan yang bukan Arab. Sebuah prinsip yang sama sekali tidak para penguasa Quraisy kehendaki saat itu.
Untuk peran Khadijah binti Khuwailid ra yang begitu agung itu, Nabi Muhammad SAW dengan penuh keharuan memberikan pernyataan:
“Demi Allah, sungguh Allah tidak memberikan pengganti seorang perempuan untuk menjadi istri bagiku yang lebih baik daripada Khadijah binti Khuwailid ra. Ia beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkari kenabianku, ia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, dan ia membantuku dengan harta kekayaannya ketika orang lain tidak mau memberiku, dan dari rahimnya Allah menganugeralikan anak-anak bagiku, bukan dari perempuan-perempuan lainnya.” (lihat: Aisyah bint Syathi’, Istri Nabi, hal. 58). []