Mubadalah.id – Jika merujuk pada teks hadits tentang perempuan dermawan, mungkin bisa disimpulkan bahwa banyak perempuan pada masa Nabi Saw yang dermawan.
Kisah perempuan dermawan pada masa Nabi Saw itu merujuk pada teks hadits yang diriwayat Sahih Muslim.
Fatimah binti Qais Ra berkata, “…Ummu Syuraik adalah perempuan kaya raya dari kalangan Anshar, sering membelanjakan hartanya di jalan Allah, dan banyak tamu yang bertandang ke rumahnya…” (Shahih Muslim).
Teks hadits ini, menurut Faqihuddin Abdul Kodir, seperti di buku 60 Hadis Shahih, menjadi catatan lain dari yang sudah ada di berbagai disiplin ilmu lain mengenai eksistensi perempuan yang berusaha, dermawan, serta juga menjadi tulang punggung bagi keluarga dan masyarakatnya.
Khadijah binti Khuwailid Ra adalah teladan yang paling populer. Istri Nabi Muhammad Saw pintar, kaya raya, dan dermawan. Hampir seluruh hartanya ia nafkahkan untuk perjuangan misi Islam, di samping untuk kebutuhan keluarga.
Hadits ini, mencatat nama Ummu Syuraik Ra. sebagai perempuan yang juga terkenal kaya raya dan dermawan. Nama lengkapnya Ghaziyyah binti Jabir bin Hakim.
Ketika di Madinah, rumahnya sering menjadi tempat berkunjung koleganya, para tamu komunitas, juga menjadi tempat bagi orang-orang yang tidak memiliki rumah.
Teks ini, sebagaimana Abu Syuqqah katakan, bisa menjadi dasar hukum untuk membolehkan perempuan bekerja mencari nafkah.
Perempuan Boleh Bekerja
Dengan demikian, seharusnya tidak boleh ada fatwa atau nasihat keagamaan yang melarang perempuan bekerja karena ini melanggar hak dasarnya.
Bagi sebagian orang yang berpandangan negatif terhadap perempuan, biasanya mengasumsikan perempuan yang kaya itu bukan karena hasil kerja, tetapi mereka memperoleh dari harta waris keluarga atau hibah dari laki-laki.
Tetapi, jika berpandangan positif terhadap perempuan, Kang Faqih mengingatkan, ada fakta sejarah mengenai Khadijah Ra yang berusaha dan berdagang. Maka fakta Ummu Syuraik Ra juga bisa kita asumsikan hasil dari kerja kerasnya. Ini karena tidak ada penjelasan yang lebih detail mengenai kehidupannya.
Tetapi secara umum, teks-teks seperti ini bisa menjadi dasar hukum untuk meneguhkan hak-hak dasar perempuan dalam Islam, baik sosial, ekonomi, bahkan politik.
Sehingga, tidak ada alasan apa pun yang boleh melarang dan menjauhkan mereka dari hakhak ini. Setiap pelanggaran atas hak adalah pelanggaran atas prinsip-prinsip Islam.*
*sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku 60 Hadis Shahih.