Mubadalah.id – Kisah Ummu Salamah Ra yang tercatat dalam beberapa hadis telah menyadarkan kita bahwa ada banyak orang yang sering mengkhususkan hal-hal tertentu untuk laki-laki. Pendidikan untuk laki-laki. Politik untuk laki-laki.
Kemudian, masjid untuk laki-laki. Kesehatan, ekonomi, dan kiprah-kiprah sosial juga untuk laki-laki.
Bahkan, perempuan juga menjadi bagian kehidupan yang diperuntukkan bagi laki-laki. Padahal, sebagai manusia yang utuh, perempuan juga membutuhkan hal yang sama.
Dalam perspektif mubadalah, kehidupan ini milik keduanya, laki-laki dan perempuan. Jika perempuan untuk laki-laki, maka laki-laki pada saat yang sama juga untuk perempuan.
Semua pranata sosial juga harus diperuntukkan bagi kemaslahatan perempuan, sebagaimana sudah sebelumnya untuk laki-laki. Sebab, perempuan juga manusia, sebagaimana laki-laki.
Oleh sebab itu, mubadalah memandang relasi antara keduanya adalah kerja sama dan kesalingan, bukan hegemoni dan diskriminasi yang berujung kekerasan.
Termasuk tidak boleh laki-laki menguasai perempuan, tidak juga sebaliknya: perempuan menguasai laki-laki. Tetapi, keduanya bekerja sama dan kesalingan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik, adil, dan sejahtera.
Pernyataan Ummu Salamah Ra
“Perempuan adalah manusia”, demikian ditegaskan pada lima belas abad yang lalu oleh seorang perempuan shalihah dan pintar, Ummu Salamah Ra sahabat setia dan istri mulia baginda Nabi Muhammad Saw. (Shahih Muslim, no. 6115).
Pernyataan Ummu Salamah Ra ini, selain menegaskan kemanusiaan perempuan, juga menyiratkan betapa masyarakat Islam awal dan sampai sekarang, sebagaimana masyarakat peradaban lain pada saat itu, masih menyangsikan hal tersebut.
Hadits-hadits palsu dan lemah juga sering menjadi sandaran untuk menistakan kemanusiaan perempuan.
Syekh Muhammad al-Ghazali (w. 1996), ulama al-Azhar pembela gigih hak-hak perempuan dalam Islam, sering menggugat para khatib negara piramida tersebut yang masing sering mereproduksi hadits palsu yang menyatakan:
“Bahwa perempuan hanya boleh keluar rumah dalam dua hal: keluar dari rumah keluarganya karena menikah dengan seorang laki-laki, dan keluar dari rumah suaminya karena wafat menuju liang lahat.”
Hadits seperti ini justru amat terkenal di kalangan masyarakat dari pada hadits-hadits shahih tentang kemitraan laki-laki dan perempuan, pendidikan perempuan, dan penguasaa : perempuan terhadap kualitas ilmu agama dan kewajiban sosial.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Qiraah Mubadalah.