Mubadalah.id – Hampir setiap bulan saat saudara bertandang ke rumah, saya mendengar keluh kesahnya sebagai pekerja rumah tangga di salah seorang ‘Juragan’ di desanya. Ia mengeluh penghasilannya yang tak seberapa dibanding dengan pekerjaan yang ia lakukan.
Di sisi lain, hampir setiap minggu saya membaca keluhan teman yang ia tulis di Instagram Story tentang drama pekerja rumah tangga yang bekerja di rumahnya. Ia melampiaskan kekesalan terhadap PRT yang sudah ia perlakukan dengan baik, tetapi pekerjaannya tidak sesuai yang ia harapkan.
Hingga ia harus berulang kali mencari pekerja baru, entah karena pekerja lamanya yang tiba-tiba mengundurkan diri dan lebih memilih sebagai pekerja migran di luar negeri. Atau yang dengan terpaksa harus ia pulangkan karena berbagai pertimbangan yang ia miliki.
Persoalan pekerja rumah tangga menjadi sorotan hingga saat ini, lantaran belum adanya payung hukum yang mengatur dan melindunginya. Tak jarang PRT pun mengalami kasus kekerasan.
Jika menilik data yang Jaringan Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) miliki, dari tahun 2017-2022, tercatat lebih dari 2.600 kasus kekerasan yang pekerja rumah tangga alami. Bahkan setiap hari ada saja kasus baru yang terlaporkan.
Entah mengapa dengan berbagai upaya dan kampanye oleh bermacam aliansi dan koalisi sipil lakukan, yakni untuk mendorong Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, namun hingga saat ini tidak membuat anggota legislatif segera melakukan pengesahan RUU PPRT sebagai UU. Di mana ini akan menjadi payung hukum bagi para pekerja rumah tangga berserta para pemberi kerjanya.
Sudah 19 tahun perjalanan RUU PPRT sejak tahun 2004. Namun sayangnya sampai saat ini rancangan undang-undang tersebut tak kunjung pemerintah sahkan. Padahal banyak jumlah orang yang akan mendapatkan pengaruh dari keberadaan Undang-undang ini.
Alasan Penting Mengapa RUU PPRT Harus Disahkan
Kesadaran saya tentang pentingnya pengesahan RUU PPRT tergugah sejak berkesempatan berbincang santai bersama Mba Eva Kusuma Sundari. Yakni melalui Instagram Live Mubadalah.id pada 29 Januari 2023 dengan tema ‘Ngobrolin A-Z tentang Rancangan Undang-undang Pekerja Rumah Tangga.’
Dalam obrolan tersebut, Mbak Eva menyatakan bahwa dorongan pengesahan rancangan undang-undang ini mereka lakukan karena memang belum ada sama sekali aturan yang mengatur tentang itu.
Padahal sebagaimana data ILO tahun 2015, terdapat 4,2 Juta orang pekerja rumah tangga. Hingga sekarang sudah 7 tahun berlalu. Berdasarkan data proksi yang Poppy (UGM) buat, kurang lebih terdapat 10 Juta bertambah 7 Juta yang ada di Luar Negeri, merupakan jumlah keseluruhan pekerja rumah tangga di Indonesia. Ini terbesar kedua di dunia.
Dengan jumlah yang sangat besar tersebut, sayang sekali jika negara tidak benar-benar hadir untuk menyelesaikan persoalan PRT. Yakni dengan memberi payung hukum agar mereka terlindungi.
Selain itu, situasi akibat dari tidak adanya regulasi juga bisa kita lihat dari angka-angka yang merisaukan. Hampir setiap tahun selalu ada sekitar 500-600 kasus yang terlapor. Bayangkan berapa jumlah kasus lain yang tidak terlaporkan.
Jika kita rata-rata setiap hari ada dua korban akibat dari praktek perbudakan modern, seperti trafficking, dipindahkan seperti barang. Di mana keluarganya tidak tahu tempat kerjanya.
Bahkan di balik tembok rumah majikannya, mereka mendapatkan berbagai perlakukan kekerasan, seperti penyekapan, kekerasan ekonomi, eksploitasi, tidak diberi upah sesuai dengan kontrak awal. Bahkan ada yang tidak diberi upah sama sekali, hingga penyiksaan dan kekerasan seksual yang mereka alami.
Sebagaimana yang Khotimah rasakan, di mana dia sudah mengalami kurang lebih 3 bulan dihajar ramai-ramai oleh orang-orang yang ada di rumah pemberi kerjanya. Hingga ia mengalami kekerasan dan kelaparan. Bahkan berbagai tindakan kekerasan seksual.
Mendorong Pengesahan RUU PPRT Bentuk Mewujudkan Nilai Budaya Bangsa
Kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki nilai agar tidak memperlakukan orang lain dengan seenaknya. Sebagaimana budaya kita yang selalu mengajarkan ‘Perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.’
Bahkan nilai ini juga ada di setiap ajaran agama. Yakni berbuat baik dengan mendorong kemaslahatan (jalb al-mashalih) dan mencegah kerusakan dan bahaya (daf’ al-mafasid). Oleh karenanya pengesahan RUU PPRT menjadi hal penting untuk mewujudkan nilai budaya bangsa dan ajaran-ajaran agama.
Kita Semua Berhutang Pada Para Pekerja Rumah Tangga
Bayangkan kehidupan kita jika tanpa ada pekerja rumah tangga! Para politisi, para menteri, para artis, dan para profesional lainnya tidak akan bisa berkarir dengan tenang dan nyaman. Mereka dipermudah karena semua pekerjaan domestik mereka dilakukan oleh PRT.
Semua orang bisa produktif karena kontribusi dari ekonomi rumah tangga dengan dukungan pekerja rumah tangga. Tentu saja sudah selayaknya mereka kita perlakukan dengan baik dan terlindungi dengan payung hukum, sebagai bentuk timbal balik dalam segala hal kebaikan yang kita peroleh dari keberadaan mereka.
Para pekerja rumah tangga ini merupakan tulang punggung keluarga. Di mana perekonomiannya tidak bisa terlindungi dan terpenuhi oleh negara. 80% PRT adalah para ibu yang bekerja untuk mengatasi kemiskinan keluarganya, mereka adalah pencari nafkah tunggal. Oleh karenanya pengesahan RUU PPRT juga merupakan upaya untuk mengatasi kemiskinan warga negara.
Keberadaan pekerja rumah tangga juga meringankan pengeluaran biaya bulanan rumah tangga. Bayangkan jika tidak ada PRT, orang yang sibuk berkarir dan tak punya waktu untuk menyelesaikan beragam pekerjaan domestik dan pengasuhan, berapa banyak biaya yang harus mereka keluarkan untuk menitipkan anak mereka ke tempat penitipan dengan jasa yang tentunya tidak murah?
Kalau tidak ada para pekerja rumah tangga, kita akan mengeluarkan banyak uang untuk membeli makan karena tidak ada yang memasak. Kita juga akan menghabiskan banyak anggaran laundry karena tidak ada yang membantu mencucikannya saat sibuk bekerja dan berkarir di luar rumah.
Ini lah mengapa para pekerja rumah tangga bisa kita katakan telah berperan dalam menguatkan daya beli para keluarga yang mempekerjakannya. Karena terbukti pasangan suami istri tersebut tetap bisa pergi untuk bekerja.
Jika para pekerja rumah tangga ini kita hargai, dan kita perlakukan sebagaimana manusia, semuanya akan bekerja lebih produktif dan lebih tenang, bukan? Oleh karenanya kita semua harus paham dan tahu diri bahwa kita berhutang dengan mereka. Sahkan UU PPRT! []