• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Konflik Peran Seorang Ibu yang Bekerja

Salsabila Arwa Sajidah Salsabila Arwa Sajidah
20/07/2020
in Keluarga
0
Ilustrasi Oleh Nurul Bahrul Ulum

Ilustrasi Oleh Nurul Bahrul Ulum

41
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Kasih Ibu, sepanjang masa. Ya, siapa lagi manusia berhati mulia bak malaikat jika bukan Ibu. Dialah seorang perempuan sejati, yang melahirkan, mendidik dan mengasuh anak-anaknya dengan sepenuh hati. Tidak ada Ibu yang tidak menyayangi anaknya.

Banyak perempuan yang mendambakan posisi seorang Ibu. Namun sayang, tidak semua perempuan beruntung dapat menjadi seorang Ibu biologis yang melahirkan seorang anak. Karena satu hal dan lain sebagainya. Meski ia tetap bisa berperan sebagai Ibu bagi anak-anak yang lahir bukan dari rahimnya. Ibu adalah sosok yang harus kita hormati, sebab jasa-jasanya yang tak mungkin dapat dibeli.

Dewasa ini, kita telah mencapai dunia dimana perempuan telah diperhitungkan keberadaannya. Banyak perempuan yang telah berhasil mencetak prestasi di berbagai bidang kehidupan. Hal ini tentu saja membuktikan bahwa perempuan bisa melakukan apa yang saat zaman Kartini disepelekan.

Namun, apakah dengan kemajuan zaman, peran Ibu dapat tergantikan? Tentu saja tidak. Seorang Ibu tidak akan dapat tergantikan oleh apapun. Lalu bagaimana seorang perempuan membagi peran antara seorang Ibu dan wanita karir?

Ibu yang bekerja merupakan salah satu ciri dari keluarga modern. Achmad mengemukakan bahwa jumlah wanita yang mencari kerja akan semakin bertambah dari waktu ke waktu di sebagian wilayah di dunia. Salah satu penyebabnya adalah karena wanita telah memperoleh kesempatan pendidikan dan kesempatan pekerjaan yang sama dengan pria.

Baca Juga:

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Hal tersebut tentu saja bertolakbelakang dengan anggapan masyarakat tradisional yang lekat dengan pemikiran bahwa perempuan hanya bekerja di sekitar rumah saja (mencuci baju, membersihkan rumah, mengurus anak dan lain-lain.). Terdapat berbagai macam alasan mengapa seorang Ibu berkerja. Beberapa alasan tersebut antara lain: membantu perekonomian keluarga, merupakan suatu bentuk aktualisasi diri dan sebagainya.

Kondisi Ibu yang bekerja tersebut, tentu saja memberikan berdampak bagi kesejahteraan keluarganya. Dampak positif dari Ibu yang bekerja antara lain yaitu menambah jumlah pendapatan keluarga. Sedang dampak negatifnya yaitu anak diangap menjadi kurang mendapat perhatian dari Ibu. Kondisi tersebut tak jarang menjadi lebih buruk sehingga muncul berbagai masalah seperti kenakalan remaja.

Hal tersebut tak lepas dari adanya konflik peran ganda yang Ibu mainkan. Peran ganda adalah kondisi dimana seorang perempuan selain menjadi istri bagi suaminya dan menjadi ibu bagi anak-anaknya, memiliki pekerjaan diberbagai bidang atau profesi lain.

Peran sebagai pekerja sekaligus sebagai ibu rumah tangga ini dapat mengakibatkan suatu kondisi dimana perempuan tidak mampu menyeimbangkan diri sehingga terjadinya benturan antara tanggung jawab sebagai pekerja dan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga.

Keseimbangan dalam kehidupan dan pekerjaan menjadi suatu kebutuhan bagi individu agar tercipta kehidupan yang penuh makna dan berkualitas. Namun, masih banyak wanita karir yang belum dapat menyeimbangkan urusan pekerjaan dan keluarganya.

Faktor yang mempengaruhi ketidakmampuan keseimbangan tersebut antara lain seperti karakteristik kepribadian (profesionalitas, tanggung jawab, dan perasaan mudah berubah), karakteristik keluarga (kurang memperhatikan anak-anaknya, kurang ikatan emosional), dan karakteristik pekerjaan (memiliki target yang harus di capai, dan sikap yang lebih terfokus pekerjaan).

Dengan demikian, solusi yang konvensional adalah mengorbankan salah satu dari kedua hal tersebut. Selain itu, pernikahan jarak jauh juga lebih banyak dipilih sebagai solusi agar seseorang tetap bisa berkarir meski sudah menikah.

Berikut beberapa langkah untuk membentuk kebiasaan penyeimbangan dalam kehidupan dan pekerjaan. Pertama, hilangkan perasaan bersalah. Yakinkan bahwa tujuan Ibu bekerja adalah untuk keluarga. Kedua, merencanakan rutinitas pagi. Pagi hari menjadi waktu tersibuk bagi seorang Ibu, apalagi Ibu yang bekerja. Maka siapkan segala sesuatu hal di malam harinya, agar tidak terburu-buru saat pagi hari kelak.

Ketiga, buatlah jadwal keluarga. Dengan membuat jadwal keluarga, Ibu bisa lebih mudah menyeimbangkan jadwal pekerjaan dan keluarga. Keempat, menjaga komunikasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menyempatkan untuk mengirim kabar setiap hari dengan suami dan anak saat jam istirahat di kantor. Terakhir, rancang waktu luang untuk diri sendiri. Hal ini dilakukan agar Ibu dapat menentukan waktu “me time” untuk beristirahat sebagai pelepas stress setelah lelah bekerja. []

Salsabila Arwa Sajidah

Salsabila Arwa Sajidah

Terkait Posts

Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Sakinah

Apa itu Keluarga Sakinah, Mawaddah dan Rahmah?

26 Juni 2025
Cinta Alam

Mengapa Cinta Alam Harus Ditanamkan Kepada Anak Sejak Usia Dini?

21 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID