Mubadalah.id – Dilihat dalam kerangka eksistensialisme, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) merupakan penegasan atas ciri khas Islam Indonesia.
Inilah Islam Indonesia yang dipandang oleh umat Islam di negara lain dan aktivis feminis Islam di dunia iku cemburu. Karena KUPI sebagai oase pemikiran dan gerakan pasca-kolonial yang bersumber dari ajaran agama.
Islam Indonesia adalah Islam yang dalam kehidupan sosial budayanya membuka diri pada peranan perempuan untuk beraktivitas di ruang publik. Sehingga mungkin menjadi ulama, pemimpin agama, bahkan menjadi hakim agama.
Adanya perempuan dan ulama perempuan yang berperan penting dalam dua kelembagaan sosial keagamaan arus utama, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Atau majelis taklim di komunitas juga membuktikan, Islam Indonesia adalah Islam moderat.
Bahkan sejumlah nyai pimpinan pondok pesantren, kiai-kiai muda terutama dari lingkungan NU telah menginisiasi dan mengerjakan secara sukarela demi terwujudnya kongres ini. Termasuk mewadahi kegelisahan banyak pihak yang peduli pada persoalan perempuan dan mengalami kesulitan mencari jalan keluar. Apalagi ketika pangkal persoalannya macet di tataran tafsir keagamaan.
Kemudian, contoh paling dekat adalah ketika Mahkamah Konstitusi (MK) menolak upaya uji materi atas Undang-Undang Perkawinan (UUP) terkait batas usia nikah.
Alih-alih menggunakan argumen konstitusi negara yang berlaku umum dan mengikat kepada setiap warga Indonesia. Justru sejumlah hakim malah memakai argumentasi keagamaan yang bersifat primordial dan dari sisi agama sendiri argumennya sarat debat. []