Mubadalah.id – Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) dapat menjadi sebuah forum komunikasi dan silaturahmi ulama perempuan Indonesia untuk sharing pengalaman. Termasuk berkontribusi memikirkan problem kekinian yang perempuan dan anak hadapi.
Serta solusi pemecahannya, memformulasikan keputusan-keputusan yang membawa kemaslahatan atas berbagai persoalan sosial keagamaan saat ini.
KUPI berupaya membangun partisipasi perempuan ulama yang lebih luas, maka keterlibatan sejumlah pihak menjadi legitimasi pentingnya perjumpaan ini.
Mengingat KUPI diharapkan akan menghasilkan pemecahan masalah. Maka forum ini sekaligus dapat digunakan sebagai ajang publikasi keputusan-keputusan musyawarah keagamaan sebagai hasil pemikiran bersama (ijtihad jama’iy) ulama perempuan yang secara substansi mencerminkan perspektif keadilan.
Kekerasan seksual sesungguhnya bukan hanya persoalan perempuan, maka KUPI hadir tidak hanya atas keterlibatan perempuan ulama. Tetapi insan yang sadar dan memiliki pemahaman utuh tentang posisi dan kondisi perempuan dengan segala problemnya untuk diupayakan solusinya.
Sebab, ruang-ruang perjumpaan dan kebijakan untuk keadilan substantif bagi perempuan dan anak perempuan masih sangat kita butuhkan. Betapa mahalnya perspektif dan keberpihakan terhadap solusi penyelesaian persoalan perempuan dan anak ini.
Beberapa problem yang mengemuka dan saat ini penting kita musyawarahkan, antara lain soal kekerasan seksual. Ada 35 perempuan menjadi korban kekerasan.
Pada 2016, BPS-SPHPN juga menggambarkan bahwa satu dari tiga perempuan dalam rentang usia 15-64 tahun di Indonesia mengalami kekerasaan oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya. Dengan demikian, sudah dapat kita pastikan bahwa perempuan korban kekerasan seksual jumlahnya sangatlah besar.
Bentuk kekerasan yang perempuan alami, korban juga beragam, yaitu kekerasan fisik, psikis, seksual, dan ekonomi. Bahkan seorang perempuan korban bisa mengalami seluruh bentuk kekerasan.
Sebagaimana data BPS-SPHPN menggambarkan bahwa sekitar dua dari 11 perempuan yang pernah atau sedang dalam masa pernikahan mengalami kekerasan fisik dan/atau kekekerasan seksual oleh pasangan selama perkawinannya.
Sekitar satu dari empat perempuan mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh selain pasangan selama hidup mereka. []