Mubadalah.id – Budaya patriarki tidak hanya bisa berdampak buruk bagi perempuan, tapi juga bisa sangat merusak pada laki-laki. Di antara ekses budaya patriarki yang berdampak begitu besar pada laki-laki adalah keharusan bagi laki-laki untuk terus tegar dan perkasa. Pantang bagi seorang laki-laki bersikap lembut, mengedepankan perasaan, dan ekspresif. Apapun keadaanya laki-laki harus selalu menghadapinya dengan gagah berani sendirian.
Terbaru, ada semacam propaganda di media sosial yang berbunyi “Laki-laki Tidak Bercerita”. Propaganda tersebut mengehendaki laki-laki menyimpan sendiri badainya. Jika seorang laki-laki tengah menghadapi masalah, maka dia harus menghadapi dan menyimpan masalah tersebut sendirian. Berkeluh kesah, atau sekadar menceritakan masalah tersebut kepada orang lain akan membuat laki-laki merasa lemah, dianggap aneh dan lemah. Apa Dampaknya?
Beberapa penelitian mengkonfirmasi bahwa laki-laki berpotensi 1,5 kali lebih besar terkena stroke di usia muda dibandingkan dengan perempuan. Di luar kebiasaan buruk laki-laki seperti merokok dan mengkonsumsi minuman keras, alasan mengapa laki-laki berpotensi lebih besar terkena stroke adalah laki-laki lebih mudah stress. Laki-laki tidak “memiliki” banyak pilihan mengurai stress yang mereka alami.
Fakta lainnya yang juga perlu orang ketahui adalah hampir 90% penghuni lembaga pemasyarakatan adalah laki-laki. Dalam banyak kasus, laki-laki lebih mungkin menyalurkan tekanan emosional dan mental yang mereka alami ke perilaku destruktif, seperti konsumsi alkohol, kekerasan, atau terlibat dalam tindakan kriminal.
Kondisi sosial yang menuntut maskulinitas untuk tampil kuat dan tidak menunjukkan kerentanan seringkali membuat mereka kesulitan mencari cara yang sehat untuk mengatasi stres. Hal ini diperparah oleh kurangnya dukungan emosional dan keterbatasan dalam akses terhadap mekanisme coping yang efektif.
Akibatnya, ketidakmampuan untuk mengelola stres dengan baik mendorong beberapa pria untuk terlibat dalam kegiatan ilegal, yang akhirnya membawa mereka ke lembaga pemasyarakatan.
Mengapa Bercerita?
Hidup adalah rangkaian satu masalah ke masalah yang lain. Ketika menghadapi sebuah masalah, kita tentu saja tidak punya pilihan lain selain menghadapinya. Meski begitu, kita tidak harus menghadapi masalah tersebut sendirian. Kita memiliki pilihan untuk mencari dukungan dari orang-orang di sekitar. Cara termudah yang bisa kita akses untuk mengurai beban atau masalah yang tengah kita hadapi adalah bercerita.
Bercerita kepada orang tepat akan menjadi katarsis emosi. Beberapa penelitian telah mengkonfirmasi bahwa mengungkapkan emosi secara verbal dapat meningkatkan kesehatan fisik dan psikologis. emosi. Bercerita dapat membantu mengurangi ketegangan dan mengurai beban mental.
Bagi orang yang merasa kurang nyaman bercerita kepada orang lain, terdapat pilihan lain dalam bercerita. Yakni lewat tulisan. Menuliskan permasalahan akan membuat kita lebih jernih mengenali masalah tersebut, yang pada akhirnya bisa merencanakan solusi yang tepat untuk masalah tersebut.
Bercerita sebuah masalah lewat tulisan bahkan bisa membuat seseorang produktif. Betapa banyak karya luar biasa yang bermula dari seseorang yang membagikan masalah tersebut lewat tulisan, baik tulisan populer maupun ilmiah.
Sebagai penutup tulisan ini, saya akan mengatakan bahwa laki-laki boleh bercerita ketika menghadapi sebuah permasalahan. Bercerita kepada orang yang tepat, atau melalui saluran yang tepat, tidak akan membuat laki-laki lemah dan hina. Sebaliknya, kita mungkin akan mendapatkan perspektif baru, dukungan sosial, atau setidak-tidaknya adalah beban emosional kita berkurang. []