Mubadalah.id – Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi buruh atau pekerja adalah hal-hal yang merupakan turunan dari semangat untuk menjaga amanah tersebut di atas. Baik amanah pekerjaan, amanah alat-alat perusahaan, dan amanah waktu, serta jabatan yang sedang diemban.
Semua ini harus kita jaga untuk kelestarian dan kemajuan perusahan. Nabi Muhammad SAW pernah mengungkapkan bahwa setiap orang bertanggungjawab terhadap segala yang ada dalam lingkup pertangunganjawabnya.
Dari Ibn Umar ra, berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Setiap kamu adalah pemimpin (terhadap suatu hal), dan setiap kamu bertanggungjawab atas kepemimpinannya tersebut.” (HR. Imam Bukhari).
Paparan-paparan di atas hendak menegaskan bahwa kebaikan tak cukup hanya dilakukan oleh salah satu pihak. Kebaikan mesti datang dari keduanya: majikan dan buruh.
Sebab, majikan yang baik adalah mereka yang memberikan hak-hak buruh sebagaimana mestinya. Buruh yang baik adalah mereka yang mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
Bukanlah buruh yang baik, buruh yang hanya pandai menuntut hak, tapi mengabaikan kewajiban. Tidak juga tergolong sebagai majikan yang baik, orang yang memperlakukan para buruh tak ubahnya sebuah mesin: dieksploitasi terus-menerus tanpa diperhatikan hak-hak kemanusiaannya.
Relasi antara buruh dan majikan harus kita letakkan sebagai relasi sosial yang berkeadilan, saling memanusiakan antara satu dengan yang lain. Majikan sebagai pihak yang kuat seharusnya menjadi pelindung (qawwam) bagi buruh yang lemah (mustadh’afin).
Sebagai kata akhir dari bab kedua ini, perlu kita tegaskan bahwa implementasi kongkrit dari prinsip-prinsip Islam, baik pada tataran instrumen hukum, kebijakan birokrasi, maupun perilaku sehari-hari harus menjadi perhatian semua pihak.
Jika prinsip-prinsip ini menjadi kesadaran semua pihak, maka niscaya tidak akan timbul kejahatan di muka bumi ini. Tetapi masalahnya adalah seringkali prinsip ini hanya berhenti pada tataran normatif.
Mendukung UU
Karena itu pada tataran aksi, kita juga harus mendukung dan mengimplementasikan segala bentuk perundang-undangan yang menjamin adanya penghormatan terhadap kemanusiaan dan penindakan terhadap segala bentuk kezaliman.
Pada konteks kejahatan trafficking, sebetulnya kita telah memiliki beberapa perangkat hukum positif. Sekalipun masih ada kekurangan yang bisa ia manfaatkan untuk melakukan penindakan terhadap kejahatan yang mencederai rasa kemanusiaan ini.
Sebut saja, misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.
Kita bersama-sama mendorong agar Undang-Undang ini bisa efektif para penegak hukum gunakan untuk menindak segala bentuk tindak kezaliman yang menyangkut kejahatan trafficking. Di samping itu, kita juga harus melakukan upaya-upaya sosial sebagai ketahanan warga untuk pencegahan dan penanggulangan trafficking. []