Jumat, 12 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Data Pengalaman Perempuan

    Nyai Badriyah: KUPI Menegakkan Otoritas Keagamaan Berbasis Data dan Pengalaman Perempuan

    Halaqah Kubra 2025

    Halaqah Kubra 2025 Jadi Titik Konsolidasi Baru Gerakan Ulama Perempuan

    Halaqah Kubra

    Rektor UIN Sunan Kalijaga Apresiasi KUPI Pilih Kampus sebagai Mitra Penyelenggara Halaqah Kubra

    Halaqah Kubra di UIN

    KUPI Gelar Halaqah Kubra, Rektor UIN Sunan Kalijaga Soroti Data Partisipasi Perempuan di Dunia Islam

    pemberitaan

    Tantangan Media dalam Pemberitaan KDRT

    standar kecantikan

    Budaya Pop dan Standar Kecantikan yang Menyempitkan Perempuan

    Pemberitaan

    Media dan Bias dalam Pemberitaan Kekerasan terhadap Perempuan

    Media yang

    Aida Nafisah: Literasi Media Berperspektif Perempuan, Kunci Menghentikan Kekerasan yang Dinormalisasi

    Halaqah Kubra

    KUPI akan Gelar Halaqah Kubra untuk Memperkuat Peradaban Islam yang Ma’ruf dan Berkeadilan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Berbagi

    Berbagi dalam Spiritualitas Keheningan dan Kasih

    Ekologi

    Mereka yang Menjaga Alam, Namun Menjadi Korban: Potret Perempuan di Tengah Krisis Ekologi

    Madrasah Creator KUPI

    Nanti Kita Cerita Tentang Madrasah Creator KUPI dan Halaqah Kubra KUPI

    krisis Laut

    Krisis Ekosistem Laut: Dari Terumbu Karang Rusak hingga Ancaman Mikroplastik

    Laras Faizati

    Laras Faizati: Ancaman Kebebasan terhadap Suara Perempuan

    Haramain

    Haramain dan Wacana Gender: Menimbang Batasan, Akses, dan Partisipasi

    Korban Bencana Alam

    ROI: Mengenal Istilah Penyebab Pejabat Datangi Korban Bencana Alam

    Kekerasan Seksual saat Bencana

    Perempuan, Trauma, dan Kekerasan Seksual saat Bencana

    Media Sosial Anak

    Perlukah Indonesia Batasi Usia Media Sosial Anak?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Data Pengalaman Perempuan

    Nyai Badriyah: KUPI Menegakkan Otoritas Keagamaan Berbasis Data dan Pengalaman Perempuan

    Halaqah Kubra 2025

    Halaqah Kubra 2025 Jadi Titik Konsolidasi Baru Gerakan Ulama Perempuan

    Halaqah Kubra

    Rektor UIN Sunan Kalijaga Apresiasi KUPI Pilih Kampus sebagai Mitra Penyelenggara Halaqah Kubra

    Halaqah Kubra di UIN

    KUPI Gelar Halaqah Kubra, Rektor UIN Sunan Kalijaga Soroti Data Partisipasi Perempuan di Dunia Islam

    pemberitaan

    Tantangan Media dalam Pemberitaan KDRT

    standar kecantikan

    Budaya Pop dan Standar Kecantikan yang Menyempitkan Perempuan

    Pemberitaan

    Media dan Bias dalam Pemberitaan Kekerasan terhadap Perempuan

    Media yang

    Aida Nafisah: Literasi Media Berperspektif Perempuan, Kunci Menghentikan Kekerasan yang Dinormalisasi

    Halaqah Kubra

    KUPI akan Gelar Halaqah Kubra untuk Memperkuat Peradaban Islam yang Ma’ruf dan Berkeadilan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Berbagi

    Berbagi dalam Spiritualitas Keheningan dan Kasih

    Ekologi

    Mereka yang Menjaga Alam, Namun Menjadi Korban: Potret Perempuan di Tengah Krisis Ekologi

    Madrasah Creator KUPI

    Nanti Kita Cerita Tentang Madrasah Creator KUPI dan Halaqah Kubra KUPI

    krisis Laut

    Krisis Ekosistem Laut: Dari Terumbu Karang Rusak hingga Ancaman Mikroplastik

    Laras Faizati

    Laras Faizati: Ancaman Kebebasan terhadap Suara Perempuan

    Haramain

    Haramain dan Wacana Gender: Menimbang Batasan, Akses, dan Partisipasi

    Korban Bencana Alam

    ROI: Mengenal Istilah Penyebab Pejabat Datangi Korban Bencana Alam

    Kekerasan Seksual saat Bencana

    Perempuan, Trauma, dan Kekerasan Seksual saat Bencana

    Media Sosial Anak

    Perlukah Indonesia Batasi Usia Media Sosial Anak?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rujukan Ayat Quran

Makna “Hidayah” dalam Surat al-Fatihah: Perspektif Mubadalah (2)

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
6 Agustus 2020
in Ayat Quran, Rekomendasi
0
Makna “Hidayah” dalam Surat al-Fatihah: Perspektif Mubadalah (2)

Kaligrafi ayat "Tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus itu" (sumber: bushra.annabaa.org)

206
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Dalam beberapa seloroh, jalan tol sering disebut sebagai ash-shirath al-mustaqim, atau jalan yang lurus. Secara literal bisa jadi benar, tetapi dalam realitas kehidupan jalan tol bisa jadi tidak ideal sebagai satu-satunya “jalan yang lurus” yang harus diikuti semua orang. Tidak semua daerah punya jalan tol, tidak semua orang punya uang atau nyaman dengan jalan tol, atau bisa jadi macet karena digunakan mudik saat liburan nasional.

Karena itu, jalan lurus lebih tepat diartikan sebagai jalan yang bisa membawa seseorang sampai kepada tujuan. Tidak mesti jalan tol. Bisa jalan arteri, bahkan bisa jalan tikus atau yang berkelok. Bisa juga jalur kereta api dan udara dengan pesawat terbang. Ini semua adalah pilihan. Yang pokok adalah sesuatu yang membuat seseorang sampai pada tujuan yang ingin dicapainya. Demikianlah yang lebih tepat sebagai terminologi jalan lurus atau ash-shirath al-mustaqim dalam ungkapan seloroh tadi.

Analogi serupa juga benar dalam hal ber-Islam. Jalan lurus bukan cara tertentu dalam beribadah, mazhab tertentu dalam beragama, golongan atau kelompok tertentu. Kita tahu, dalam berbagai hadits, misalnya, ada lebih dari tujuh puluh jalan keimanan (Sahih Bukhari, no. hadits: 9 dan Sahih Muslim, no. hadits: 161 dan 162). Ada berbagai pernyataan Nabi Saw juga tentang kebaikan-kebaikan yang utama dalam Islam. Jadi, jalan lurus itu bukan satu persatu dari amal perbuatan tertentu, bukan pula mazhab teologi dan fiqh tertentu.  

Tetapi lebih merupakan jalan kehidupan, way of life, yang membentuk perspektif dan paradigma seseorang yang dipegangnya selama kehidupan. Dengan paradigma ini, seseorang memandang dirinya sebagai hamba yang berelasi dengan Allah Swt dan sekaligus berelasi sesama hamba. Karena itu, ayat tentang jalan lurus dalam al-Fatihah diawali dengan deklarasi ketuhanan Allah Swt dan proklamasi penghambaan kita kepada-Nya. Deklarasi ini yang membuat “jalan lurus” itu menjadi definitif dan jelas. ash-shirath al-mustaqiim (the straight way-jalan lurus itu).

Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin.

“Hanya kepada-Mu, Ya Allah, kami menghambakan diri dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan”. Penghmbaan kita, sebagai manusia, hanya kepada Allah Swt. Hanya Allah Swt yang Tuhan. Laa ilaaha illallaah. Tiada tuhan selain Allah. Proklamasi ini penting agar kita memiliki pegangan dalam menjalani kehidupan, memiliki martabat dan kemuliaan dalam berelasi dengan siapapun di dunia ini. Relasi antar manusia, sebagai sesama hamba, yang saling menghormati martabat dan kemuliaan masing-masing, satu sama lain.

Seseorang yang meyakini tidak menghamba selain kepada Allah Swt, tidak akan merasa rendah diri di hadapan orang lain. Tidak juga merendahkan orang lain. Sebagai hamba Allah Swt, kita hanya merendah di hadapan-Nya saja. Sementara sesama manusia, sebagai sesama hamba-Nya, harus saling menghormati satu sama lain, menjaga kemuliaan dan kehormatan semua. Tidak boleh ada seseorang yang menghamba atau memperhamba orang lain. Karena penghambaan kita semua hanya kepada Allah Swt.

Wa iyyaaka nasta’iin.

Hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan. “Meminta pertolongan” yang hanya kepada Allah Swt, dalam ayat ini, adalah yang korelatif dengan penghambaan di awal ayat. Karena, seringkali seseorang yang meminta pertolongan kepada yang lain, ia akan menghambakan diri kepadanya. Atau, tidak sedikit dari mereka yang dimintai tolong akan memperhamba orang-orang yang meminta tolong pada mereka.

Permintaan tolong yang seperti ini, korelatif denagn penghambaan, hanya boleh kepada Allah Swt. Jadi, penggalan ayat ini (wa iyyaaka nasta’iin) hanya melarang permintaan tolong yang merendahkan seseorang, yang menjadikan relasi seseorang dengan yang lain menjadi relasi seperti hamba dengan Tuhan. Ini yang haram dan hanya boleh dalam relasi kita sebagai manusia dengan Allah Swt sebagai satu-satunya Tuhan kita semua.

Deklarasi primordial penghambaan kita kepada Allah Swt ini penting sebagai dasar relasi kesalingan sesama manusia, agar selalu kerjasama dan saling menolong satu sama lain (QS. Al-Maidah, 5: 2). “Seseorang yang suka menolong orang lain”, kata Allah Swt dalam sebuah hadits qudsi “akan selalu dalam pertolongan Allah Swt” (Sahih Muslim, no. hadits: 7208). Allah Swt, dalam sebuh hadits qudsi yang lain, juga menegaskan bahwa relasi saling menzalimi satu sama lain, sesama hamba-Nya, adalah haram dan tidak boleh dilakukan (Sahih Muslim, no. hadits: 6737).

Menegaskan prinsip relasi ini, Rasulullah Saw menjadikannya sebagai bagian dari keimanan yang paripurna. Sahabat Mu’adz bin Jabal ra pernah bertanya kepada Rasulullah Saw tentang keimanan yang sempurna. Rasulullah Saw menjawab: “Keimanan akan sempurna jika kamu mencintai karena Allah dan membenci juga karena Allah, serta menggunakan lidah kamu untuk mengingat Allah”. Mu’adz bertanya: “Ada lagi wahai Rasul?”. Dijawab: “Ketika kamu mencintai untuk manusia apa yang kamu cintai untuk dirimu dan menghindarkan mereka dari sesuatu yang kamu sendiri tidak suka pada dirimu, menyatakan kebaikan atau diam”. (Musnad Ahmad, no. Hadits: 22558 dan 22560).

Dalam kasus lain, ada seorang Sahabat Nabi Muhammad saw yang bercerita: “Saya bertanya kepada Rasulullah Saw: Wahai Rasul, ceritakan pada saya tentang perbuatan yang mendekatkan pada surga dan menjauhkan dari neraka”. Rasul menjawab: “Kamu dirikan shalat, membayar zakat, menjalankan haji ke baitullah, berpuasa di bulan Ramadan, mencintai untuk manusia apa kamu cintai untuk dirimu, menghindarkan dari mereka apa yang tidak kamu sukai terjadi pada dirimu” (Musnad Ahmad, no. Hadits: 16130).

Dus, keyakinan “iyyaaka na’budu wa iyyaakan nasta’iin” yang transendental harus melahirkan moralitas horizontal antar manusia selalu saling mencintai, saling mengasihi, saling menolong, dan saling kerjasama. Kesalingan sosial ini yang disebut sebagai mubadalah, yang jika didasarkan pada dua teks hadits terakhir di atas, bisa diformulasikan dalam sebuah kalimat berikut:

“Cintailah semua manusia sebagaimana kamu juga ingin dicintai, dan jauhilah membenci mereka sebagaimana kamu juga tidak ingin dibenci”. Tentu saja, pondasi dari rumusan ini adalah keimanan kepada Allah Swt, sebagai satu-satunya Tuhan. Laa ilaaha illallaah.

Paradigma transendental vertikal yang berimplikasi pada moralitas horizontal inilah yang menjadi “way of life” yang akan memandu kita menjalani kehidupan ini, sehingga menjadi orang-orang yang dicintai Allah Swt dan manusia, dan kelak di akhirat memperoleh ridha dan restu-Nya, untuk memasuki surga-Nya. Cara pandang inilah yang disebut sebagai “jalan yang lurus”, atau ash-shirath al-mustaqiim, the straight way.

Ihdina ash-shiratth al-mustaqiim.

“Ya Allah, berikanlah kami petunjuk-Mu, agar kami terus berada pada jalan yang lurus itu”. Kata “ash-shirath al-mustaqiim” telah dibubuhi artikel (al/ash-). Artinya, jalan itu sudah definitif dan jelas. Seseorang meminta sesuatu kepada Allah Swt, tentu saja harus jelas terlebih dahulu apa sesuatu tersebut. Kita meminta ditunjukkan pada “jalan yang lurus itu”. Jalan itu sudah jelas terlebih dahulu di dalam benak kita, agar kita tahu apa yang kita minta dari Allah Swt. Ia sudah definitif.

Secara susunan kalimat, “jalan yang lurus itu” sesungguhnya sudah disebutkan di ayat-ayat sebelumnya. Yang paling dekat adalah deklarasi penghambaan kita sebagai manusia: hanya kepada Allah Swt (iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin). Deklarasi yang berkorelasi dengan moral horizontal saling mencintai sesama manusia. Korelasi ini merupakan pengejawantahan secara langsung dari kesadaran pada kasih sayang-Nya (rohamutiyah), pentingnya apresiasi (hamdiyah) dan kerja pengasuhan dan pelestarian (rububiyah) segenap semesta (‘aalamiyah). Semua hal ini sudah definitif ditegaskan dalam ayat-ayat sebelumnya dalam surat al-Fatihah.

Jadi, hidayah dalam perspektif surat al-Fatihah adalah “jalan lurus itu” atau ash-shirath al-mustaqiim. Ini yang selalu kita minta setiap shalat lima waktu. Persisnya setiap membaca Surat al-Fatihah. Hidayah yang berupa ‘ubudiyah kita kepada Allah Swt secara vertikal dan relasi mubadalah kita antar manusia secara horizontal. ‘Ubudiyah berarti penghambaan dan ibadah kita hanya untuk Allah Swt. Mubadalah berarti kita selalu bersikap saling mencintai, menolong, dan kerjasama satu sama lain, dalam relasi antar manusia. Baik relasi personal antar individu, marital antara suami istri dalam pernikahan, familial antar anggota keluarga, sosial antar anggota komunitas atau bangsa, maupun global antar penduduk dunia dan universal antar entitas semesta alam.

Shirath ol-ladziina an’amta ‘alaihim, ghair il-maghdhuubi ‘alaihim wa la dh-dhalliin.

“Yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri anugerah, yang tidak dibenci, dan juga tidak tersesat”. Demikianlah jalan hidup, atau way of life, orang-orang yang memperoleh anugerah dari Allah Swt, dicintai, tidak dibenci, dan tidak tersesat, melainkan akan sampai pada kebhagiaan dunia dan akhirat (fid dunya hasanah wa fil akhirah hasanan), dan akan memperoleh ridha dan restu-Nya, serta memasuki surga-Nya sebagai jiwa-jiwa yang tenang, damai, dan sejahtera. Semoga kita semua hidayah yang benar, yaitu jalan lurus ini, yang mengandung ‘ubudiyah kepada Allah Swt dan mubadalah antar manusia. Amiin.

Tags: Akhlak MuliaRelasi horizontal sesama manusiaRelasi Vertikal dengan AllahTafsir al-Fatihah
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Akhlak Mulia dalam
Keluarga

Bakti Suami dan Istri: Akhlak Mulia dalam Relasi Rumah Tangga

13 Oktober 2025
Akhlak Mulia
Hikmah

Ketika Akhlak Mulia Menjadi Fondasi Relasi Suami Istri

13 Oktober 2025
Spirit Ramadan
Personal

Refleksi Setelah Idulfitri: Mari Merawat Spirit Ramadan Sepanjang Tahun

9 April 2025
Habib Ali al-Habsyi
Hikmah

Kisah Habib Ali al-Habsyi dan Baktinya kepada Sang Ibunda

30 Desember 2024
Gang Dolly
Personal

Memuluskan Jalan Pertaubatan di Gang Dolly

28 Desember 2024
Hikayat Kedermawanan
Hikmah

Gus Ulil Ngaji Ihya’ Ulumuddin: Hikayat Kedermawanan Para Penguasa

27 Desember 2024
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • pemberitaan

    Tantangan Media dalam Pemberitaan KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laras Faizati: Ancaman Kebebasan terhadap Suara Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Haenyeo Melawan Kiamat Iklim: Nafas Terakhir Penjaga Laut Jeju

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Budaya Pop dan Standar Kecantikan yang Menyempitkan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Haramain dan Wacana Gender: Menimbang Batasan, Akses, dan Partisipasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nnena Kalu Melawan Tiga Sekat: Difabilitas, Perempuan, lagi Kulit Hitam
  • Nyai Badriyah: KUPI Menegakkan Otoritas Keagamaan Berbasis Data dan Pengalaman Perempuan
  • Halaqah Kubra 2025 Jadi Titik Konsolidasi Baru Gerakan Ulama Perempuan
  • Memaknai Hijab dan Kebebasan Perempuan dalam Novel Ratu yang Bersujud
  • Rektor UIN Sunan Kalijaga Apresiasi KUPI Pilih Kampus sebagai Mitra Penyelenggara Halaqah Kubra

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID