Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Dar Al-Fikr Cirebon, KH. Husein Muhammad menjelaskan bahwa secara antropologis, perempuan-perempuan Arabia, muslim maupun non muslim, sebelum Islam sampai hari ini mengenakan penutup kepala. Bahkan bukan hanya perempuan, tetapi juga kaum laki-laki.
Laki-laki menurut Buya Husein, juga memakai kerudung, yang disebut kafiyeh atau gutrah, dll. Ini adalah pakaian tradisi mereka.
Pemakaian kerudung bagi perempuan dan laki-laki Arab adalah wajar dan sangat sesuai dengan kondisi geografis mereka yang umumnya panas dan berdebu pasir.
Ukuran Kesalehan Manusia
Bagi Buya Husein, paling tidak ada dua catatan yang mungkin perlu disampaikan dari uraian di atas.
Pertama, bahwa ayat al-Qur’an yang menyebutkan kata hijab dan kata jilbab, bicara soal pembagian/pemisahan ruang sosial laki-laki dan perempuan dan tentang pakaian. Ini merupakan mekanisme dan etika sosial.
Kedua ayat tersebut, kata Buya Husein, tidak menyebutkan sama sekali kata “aurat”. Kata ini disebutkan dalam surat lain.
Dan pembicaraan tentang batasan-batasan aurat laki-laki dan perempuan terdapat pada tafsir surat an-Nur ayat 30-31.
Saya kira perbincangan publik yang selalu heboh adalah pada soal batas-batas aurat ini. Kita mungkin perlu membaca dua ayat ini lebih dalam dan cermat.
Kedua, jika jilbab dengan pengertian di atas dimaksudkan sebagai identitas atau ciri seorang perempuan merdeka yang membedakannya dari seorang perempuan budak, sementara perbudakaan sudah dihapuskan, maka apakah jilbab masih diperlukan? Ini sekadar bertanya saja. Tidak usah dijawab juga tidak apa-apa. (Rul)