Mubadalah.id – Sesuatu dapat dikatakan sakti apabila mengandung kekuatan spektakuler. Begitu pula dengan Pancasila, kata Nur Rofi’ah dalam cuitannya di twitter. Dan menurut saya kesaktian itu dapat dirasakan jika terciptanya sebuah kesinambungan yang saling menguntungakan.
Memiliki keluarga dengan jumlah yang lebih dari 20 orang merupakan sebuah kebahagian. Selain adanya keramaian, kebahagian ternyata ada sesuatu yang dapat dijadikan sebagai role model dan dijadikan sebagai pelajaran. Saya menuliskan kisah keluarga besar dari pihak ibu, sebab saya kurang dekat dengan keluarga bapak yang berada di luar kota. Sedangkan keluarga ibu dapat dikatakan se-kampung karena letak rumah yang saling berdekatan.
Almarhum kakek saya pernah bercerita tentang alasannya mengharuskan anak-anaknya yang hendak dipinang untuk tinggal di dekatnya. Ternyata beliau ingin menciptakan keharmonisan keluarga jarak dekat dan menemaninya di hari tua nanti. Simbah dulu seorang kiai yang selalu mengajarkan ilmu agama dari kampung ke kampung. Bahkan kepada mantu dan anak cucunya beliau wariskan tradisi tersebut. Tak ayal jika orang desa mengenal keluarga kami.
Memiliki keluarga yang selalu dijadikan panutan oleh masyarakat membuat saya tertuntut untuk menjadi pribadi yang baik. Meskipun saya tidak berhak dijadikan public figure bagi masyarakat setidaknya bisa menjadi public figure bagi keluarga kecil terlebih diri sendiri. Menurut saya, diri sendiri itu bisa dijadikan public figure dengan cara mengenali diri sendiri dan sering instrospeksi.
Mengingat kemarin bertepatan dengan lahirnya Pancasila yang oleh masyarakat Indonesia disebut sebagai Hari Lahir Pancasila. Ternyata saya baru sadar bahwa di dalam lingkup keluarga sendiri harus dikokohkan dengan pondasi akan nilai-nilai dan kesaktian Pancasila. Dan saya menemukannya di dalam tubuh keluarga sendiri.
Keluarga adalah sebuah unit kecil masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang tinggal di dalam satu tempat di bawah satu atap yang keberadaannya saling ketergantungan. Saya tinggal dengan kedua orang tua dan dua adik itulah jumlah anggota keluarga saya saat ini. Menurut saya kesaktian Pancasila yang di setiap silanya dapat saya temukan di lingkup keluarga kecil masing-masing, dan salah satunya ialah keluarga saya sendiri.
Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Bunyi sila pertama Pancasila tersebut diimplementasikan dalam kehidupan keluarga ialah dengan menggantungkan segala urusan dan menyerahkan semuanya kepada Allah SWT. Terkadang menghamba kepada manusia tidak selalu menimbulkan titik terang oleh sebab itu kedua orang tua saya selalu mendahulukan posisi Sang Kuasa sebelum urusan duniawi.
Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Di dalam sila kedua ini bersikap adil adalah sebuah kewajiban, sebab sikap tidak adil hanya akan memberatkan manusia di hari akhir. Hal ini juga selalu diterapkan di dalam keluarga.
Di dalam keluarga saya, ibu adalah bendahara rumah dan ibu adalah orang yang mengontrol pengeluaran keluarga. Di keluarga kecil ini bapak dan ibu sama-sama bekerja namun uang bukan menjadi milik masing-masing melainkan menjadi milik bersama bukan milikku milikmu.
Setiap menerima gaji, uang bapak selalu diberikan ke ibu, sebab menurutnya perempuan lebih mahir dalam mengontrol keuangan dan memang begitu faktanya, meski tidak bisa dijadikan sebagai tolok ukur juga. Di sini saya bukan mengartikan bahwa laki-laki tidak mahir dalam mengontrol uang karena apa yang saya lihat dan saya tuliskan adalah kisah keluarga saya sendiri.
Sebagai seorang ibu beliau selalu memberi uang saku secara adil dan bijak, sejak Sekolah Dasar (SD) takaran uang saku pasti berbeda, sebab ibu selalu mempertimbangan kebutuhan apa saja yang dibutuhkan anaknya saat itu. Dan hal demikian berlangsung hingga saat ini.
Ketiga, Persatuan Indonesia. Makna persatuan adalah menjauhkan segala sesuatu dari kerusakan yang memecahbelahkan hubungan keluarga dan mengharapkan adanya keterikatan. Hal ini diimplementasikannya dalam sebuah keluarga dengan menggunakan pendekatan heart to heart.
Sesuatu yang diajarkan oleh sesepuh keluarga adalah membangun relasi dan kepercayaan supaya terbangun persatuan. Misalnya, adanya pertengkaran dalam lingkup keluarga kecil seorang keluarga harus mengadakan evaluasi supaya kehidupan ke depannya lebih baik.
Hal ini juga berlaku bagi anak yang apabila ia bertengkar dengan saudaranya, seorang ibu atau bapak harus mendekati keduanya dan memberi pencerahan sekaligus menengahi pertengkarannya. Ini menjadi point penting untuk tidak sering mengumbar aib dan kesalahan anak di luar keluarga inti. Sebab hal itu akan melukai hati seorang anak.
Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Sebagai seorang anak perempuan, kedua orang tua saya tidak pernah melarang anak gadisnya untuk menjadi pemimpin termasuk untuk memimpin sebuah organisasi. Kullu ro’sin ro’yun.
Di setiap kepala ada ide dan ide atau gagasan itu harus diutarakan. Apabila hal itu bernilai positif dan kamu dapat menjalankannya maka realisasikan, dan kamu harus memimpinnya dan memulainya. Begitulah kata kedua orang tua saya saat menasehati anak-anaknya.
Selain itu yang menjadi salah satu alasan diperbolehkannya seorang anak perempuan menjadi pemimpin menurut kedua orang tua saya ialah ketika ia tidak melampaui batas. Adapun batasannya tersebut terletak pada segi kemampuan manusia dan kadarnya, sewajarnya saja.
Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jika berbicara perihal Indonesia dan masyarakatnya yang berjuta-juta, saya lebih memilih untuk meringkas pembahasan pada sila kelima ini dengan gambaran keluarga inti.
Semenjak saya belajar tentang ilmu yang berkaitan dengan kesetaraan sosial atau keadilan sosial, peran dan pekerjaan rumah tangga tidak selalu dilimpahkan pada seorang ibu atau perempuan. Sebab di dalam keluarga saya, bapak juga memiliki peran untuk mencuci, menyapu, memasak.
Bahkan ada salah satu nasehat ibu yang saya jadikan sebagai pedoman, “Menjadi seorang perempuan itu harus bisa segalanya, ya masak, nyapu, ngepel, kerja, mendidik, dan lain-lain.”
Di dalam keluarga kecil ini semua aktivitas keluarga dapat dikerjakan bersama dan tidak memandang jenis kelamin, hanya saja kesopanan harus diutamakan. Tidak etis rasanya jika pekerjaan rumah dilakukan oleh orang tua sementara anak-anaknya hanya diam dan melihatnya. Apalagi di saat kondisi seperti ini yang seharusnya pekerjaan orang tua menjadi lebih ringan.
Begitulah kiranya representasi sebuah keluarga kecil yang menurut saya mengandung makna kesaktian Pancasila. Selamat Hari Pancasila Indonesiaku. []