Mubadalah.id – Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling terhormat di antara makhluk Tuhan yang lain. Kitab Suci kaum muslimin menyatakan hal ini dengan sangat eksplisit dan serius:
“Wa laqad karramni bani adam” (Kami sungguh-sungguh memuliakan anak cucu Adam).
Ayat ini secara sangat eksplisit menegaskan penghormatan Tuhan kepada semua manusia. Tidak ada penjelasan dari ulama manapun bahwa yang dimaksud manusia dalam ayat tersebut dikhususkan pada jenis manusia tertentu, satu kelompok, suku, jenis kelamin, kelas, kebangsaan, atau penganut agama tertentu.
Manusia, ya manusia, “binatang yang berpikir” itu, kata Aristoteles, atau seperti wujud atau eksistensi kita semua ini. Para ulama sejak dulu sampai sekarang sepakat bahwa bani Adam adalah seluruh umat manusia yang singgah di muka bumi ini.
Mengapa manusia mendapat penghormatan Tuhan? Jawabannya jelas, karena ia memiliki keistimewaan dibanding ciptaan-Nya yang lain. Keistimewaan dan keunggulan manusia dibandingkan makhluk Tuhan lainnya adalah karena manusia dianugerahi akal intelektual atau akal budi.
Dengan akal intelektual itu, manusia menjadi makhluk yang Tuhan berikan untuk tugas, kepercayaan (amanat), dan tanggung jawab mengatur, mengelola, menertibkan, menyusun sistem dan menciptakan kebudayaan dan peradaban dalam rangka menyejahterakan seluruh umat manusia di muka bumi. Tugas atau amanat kemanusiaan ini dalam al-Qur’an disebut dengan khalifah fi al-ardl.
Menurut al-Qur an, sebelum Tuhan menyerahkan tugas/ amanah (kepercayaan dan tanggung jawab) pengaturan bumi, Dia telah menawarkannya lebih dulu kepada langit, bumi, dan gunung, makhluk-makhluk Tuhan yang melambangkan kehebatan dan keperkasaan. Akan tetapi, mereka tidak sanggup memikulnya. Akhirnya, manusialah yang kemudian menerima tawaran tersebut.
Akal intelektual adalah faktor sentral dalam sistem kehidupan manusia. Akal intelektual inilah yang membedakan dari binatang dan makhluk Tuhan yang lain. Melalui akal intelektual ini, manusia memiliki kehendak yang bebas dan merdeka.
Oleh karena itu, setiap orang memiliki kehendak yang bebas, dengan sendirinya dan sesungguhnya dia juga menjadi makhluk yang tidak bebas sebebas-bebasnya. Kebebasan seseorang pasti selalu terbatasi oleh kebebasan orang lain. Di sinilah, setiap kehendak, keinginan, dan tindakan manusia harus mempertimbangkan kehendak dan tindakan orang lain. []