• Login
  • Register
Rabu, 22 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Cara Masyarakat Bolaang Mongondow Melindungi Anak Gadis

Untuk melindungi para gadis Bolaang Mongondow agar tidak dibawa oleh Jepang, masyarakat Bolaang Mongondow, khususnya di pesisir selatan (daerah Kec. Pinolosian saat ini) menikahkan anak-anak gadis (yang sudah balik) di desa

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
02/10/2021
in Pernak-pernik, Rekomendasi
0
Perempuan

Perempuan

144
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Mereka disambut dengan senyum, namun ternyata datang untuk menghapus senyuman tersebut. Awal kedatangan Jepang, memberi harapan akan janji-janji kemerdekaan. Setidaknya Jepang dan Indonesia masih sama-sama Asia, dan si Asia yang satu ini mampu memukul si Belanda yang telah ratusan tahun menghisap kekayaan Nusantara.

Ah, tapi ternyata kemerdekaan hanyalah janji manis dari Jepang. Aslinya mereka datang untuk menjajah juga. Terbukti pendudukan Jepang atas Indonesia pada 1942-1945 menjadi hantu mengerikan yang terus membekas dalam ingatan sejarah bangsa Indonesia.

Yang merasakan kengerian penjajahan Jepang tidak hanya kaum lelaki yang dipaksa bekerja di luar nalar kemanusiaan, namun adalah seluruh rakyat Indonesia, dalam hal ini termasuk kaum perempuan. Jepang menjadi sosok hantu yang sangat menakutkan bagi perempuan Nusantara kala itu.

Penjajah Jepang diisi oleh “mayoritas” predator (pasukan) yang haus seks. Perbuatan biadab akan dilakukan penjajah untuk memenuhi hasrat mereka yang ingin menyetubuhi perempuan-perempuan Nusantara. Jugun ianfu, gadis-gadis yang dipaksa menjadi wanita penghibur (budak seks) oleh penjajah Jepang di wilayah jajahannya, menjadi mimpi buruk bagi perempuan kala itu. Bagaimana tidak, para gadis dipaksa untuk memenuhi nafsu bejat serdadu Jepang, bahkan ada yang diculik kemudian dimasukkan ke rumah bordil.

Seketika perempuan-perempuan yang menjadi jugun ianfu merasakan dunia ini seakan menjadi gelap. Penjajahan kala itu menyisakan banyak luka di hati perempuan Nusantara.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam
  • Poligami Banyak Merugikan Kaum Perempuan

Baca Juga:

Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan

Perempuan Juga Wajib Bekerja

Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Poligami Banyak Merugikan Kaum Perempuan

Bagaimana masyarakat Nusantara melawan praktek jugun ianfu Jepang?

Berbagai cara dilakukan oleh para pejuang kala itu, agar gadis-gadis Nusantara dapat terselamatkan dari kebejatan predator (penjajah Jepang). Misalnya, di Sumatera, Syekhah Rahmah el-Yunusiyah dengan berani memasuki markas Jepang di Medan untuk menuntut agar Jepang membebaskan gadis-gadis Minang yang diculik dan hendak dijadikan jugun ianfu.

Upaya membebaskan para gadis dari kebiadaban nafsu penjajah Jepang tidak hanya berlangsung di Sumatera, namun di seluruh Indonesia, termasuk di Bolaang Mongondow.

Keburu Nikah di Zaman Penjajahan Jepang

Pada 1942-1945, Jepang juga menduduki Bolaang Mongondow (saat ini masuk sebagian besar kawasan Prov. Sulawesi Utara). Sebelumnya, sejak 1903 Bolaang Mongondow menjadi afdeling (daerah administrasi Belanda). Afdeling Bolaang Mongondow terdiri dari Kerajaan Bolaang Mongondow, Kerajaan Kaidipang Besar (merupakan gabungan dari Kerajaan Kaidipang dan Bolang Itang), Kerajaan Bintauna, dan Kerajaan Bolaang Uki. Di masa pendudukan Jepang, Afdeling Bolaang Mongondow menjadi Bolaang Mongondow Bunken. Dan, kala itu jelas bahwa anak-anak gadis Bolaang Mongondow juga terancam menjadi korban dalam praktek jugun ianfu.

Untuk melindungi para gadis Bolaang Mongondow agar tidak dibawa oleh Jepang, masyarakat Bolaang Mongondow, khususnya di pesisir selatan (daerah Kec. Pinolosian saat ini) menikahkan anak-anak gadis (yang sudah balik) di desa. Jepang hanya akan membawa perempuan yang telah balik dan belum menikah, sehingga orang-orang tua lebih memilih menikahkan anak mereka sesegara mungkin daripada harus dijadikan jugun ianfu Jepang.

Keburu nikah menjadi pilihan menjaga gadis-gadis Bolaang Mongondow saat itu. Kalau dua sejoli telah lama menjalin hubungan, maka keburu nikah adalah kabar baik bagi mereka. Namun, bagi para gadis yang bahkan tidak tahu dengan si calon yang dipilih mau tidak mau harus menerima keburu nikah.

Nenek di Desa Pinolosian (Ibu Satia Paputungan) menceritakan bahwa orang tuanya menikah meski belum saling kenal dengan baik. Bahkan saat itu, bagi muda-mudi yang memang belum pernah bertemu, maka perkenalan calon pasangan hanya sekadar diberi kesempatan untuk saling melihat wajah masing-masing, dan kemudian akan segera dinikahkan.

Pilihannya: mau menikah dengan pemuda setempat yang dipilih oleh orang tua atau malah dibawa oleh Jepang menjadi jugun ianfu. Dalam memilih calon pasangan untuk anak gadis mereka, para orang tua juga tidak sembarang pilih, karena jangan sampai melarikan anak mereka dari penjajah Jepang, namun malah masuk ke cengkeraman predator berbalut kulit pribumi.

Pada dasarnya keburu nikah termasuk opsi terbaik untuk melindungi gadis-gadis di masa penjajahan Jepang. Lantas, bagaimana dengan keadaan saat ini?

Keburu Nikah di Zaman Sekarang

Sekarang, memang sudah tidak ada lagi jugun ianfu Jepang, namun di sisi lain masalah pergaulan bebas menjadi hantu yang membayangi keamanan anak-anak gadis. Banyak perempuan (termasuk laki-laki) yang hancur masa depannya akibat jatuh ke jurang pergaulan bebas.

Ancaman zina dalam pergaulan bebas tentu bukan hal yang bisa diabaikan, namun juga bukan berarti menjadikan keburu nikah (kawin “anak”) sebagai opsi terbaik. Masih ada pilihan yang lebih baik untuk menjaga anak perempuan dari ancaman zina. Yaitu, membekali anak perempuan dengan ajaran agama yang baik dan mengupayakan lingkungan pergaulan yang sehat.

Sebagaimana nasehat dari Nyai Hj. Badriyah Fayumi, “Anak selamat dari zina itu harus, tapi cara menyelamatkannya bukan dengan kawin anak. Selamatkan anak dengan pendidikan dan akhlak mulia serta pergaulan yang terpelihara sampai mereka dewasa. Jangan lupa banyak shalawat, istighfar, sedekah, dan berdoa.”

Zaman penjajahan Jepang sudah lama berakhir. Saat ini, adalah era di mana Bangsa Indonesia dapat mengakses sekolah dengan baik dan mewarnai masa depan secerah mungkin. Karenanya, bekali anak perempuan dengan pendidikan agama, agar dia tahu mana yang baik dan buruk. Pengamalan agama yang baik, mendekatkan diri pada Allah SWT, akan menjadi tameng perempuan dari ancaman zina pergaulan bebas di zaman ini. []

Tags: kawin anaknikah diniperempuanSejarah IndonesiaSejarah Nusantara
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Kerja Istri

Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

21 Maret 2023
sejarah perempuan

Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan

21 Maret 2023
Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil

Tips Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui

21 Maret 2023
Perempuan Bekerja

Perempuan Juga Wajib Bekerja

21 Maret 2023
Peminggiran Peran Perempuan

Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

21 Maret 2023
Prinsip Perkawinan

Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri

21 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kerja Istri

    Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami
  • Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas
  • Dalam Catatan Sejarah, Perempuan Kerap Dilemahkan
  • Tips Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui
  • Perempuan Juga Wajib Bekerja

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist