Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan yang populer tentang sejarah perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw, maka orang pertama merayakan Maulid Nabi adalah Salahuddin al-Ayyubi, atau lebih dikenal dengan panggilan Sultan Saladin (tahun 580 H/1184), panglima perang yang sangat masyhur itu.
Pada saat itu ia menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang indah.
Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut.
Pemenang pertama adalah Syekh Ja’far Al-Barzanji. Nama lengkapnya Ja’far al-Barzanji bin Hasan bin Abdul Karim. Ia lahir di Madinah tahun 1690 dan meninggal tahun 1766.
Barzanji berasal dari nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzinj. Puisi-puisi Madah ciptaan Syekh ini pada asalnya diberi judul “Iqd al-Jawahir” yang bermakna kalung permata, tetapi orang lebih suka menyebut pengarangnya.
Karyanya terkenal sampai sekarang sering masyarakat baca di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi.
Sesudah itu, perayaan Maulid diselenggarakan 4 mana-mana di seluruh dunia dengan cara dan kemeriahannya masing-masing.
Perayaan Maulid di Turki
Di Turki, seminggu menjelang Maulid, masjid-masjid penuh dengan lampu-lampu dan lampion-lampion warna warni. Halaman rumah penduduk mereka bersihkan dan mencatnya dengan warna putih.
Acara resmi Maulid di negeri ini, mereka adakan di masjid-masjid di seluruh negeri, terutama di Ibu kota Ankara, juga Istanbul, Izmir dan provinsi-provinsi lain di bagian barat maupun timur.
Selain berdoa dan bershalawat atas Nabi, umat Muslim di sana juga shalat berjamaah dan membaca al-Qur’an di masjid-masjid.
Kairo, Mesir, kota kuno. Maulid di sini para warga menyelenggarakannya setiap tahun. Di kota ini pada masa lampau, “para penguasa Mamluk.” Cerita Annemarie Schimmel, dalam bukunya yang menarik, Muhammad Utusan Allah, perayaan besar-besaran untuk memperingati Maulud di pelataran benteng Kairo. Ruas-ruas jalan penuh sesak oleh manusia.
Pusat perayaan Maulid Nabi paling ramai di masjid al-Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib. Ribuan masyarakat muslim, kebanyakan kaum Syi’ah dan para pengikut tarekat, hadir di sana.
Mereka datang dengan jalan kaki berbondong-bondong, sendirian maupun berombongan, memenuhi jalanan dan mengepung masjid di Khan Khalili itu. []