Selasa, 28 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

    Resolusi Jihad

    Resolusi Jihad Santri: Dari Angkat Senjata hingga Media Sosial

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: KUPI Tegaskan Semua Manusia Adalah Subjek Kehidupan, Termasuk Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    P2GP

    P2GP, Praktik Berbahaya yang Masih Mengancam Anak Perempuan Indonesia

    Madrasatul Ula

    Menjadi Ibu untuk Madrasatul Ula dan Menjadi Bapak untuk Pelindung Cita

    Konflik dalam Rumah Tangga yang

    3 Cara Pandang Jika Terjadi Konflik dalam Rumah Tangga

    Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas

    Mewujudkan Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas

    Konflik dalam Keluarga

    Konflik dalam Keluarga: Bukan Tanda Kegagalan, Melainkan Ruang Belajar

    Konflik Rumah Tangga

    5 Tipe Pasangan dalam Menghadapi Konflik Rumah Tangga

    Lembaga Pendidikan

    Pesantren; Membaca Ulang Fungsi dan Tantangan Lembaga Pendidikan Tertua di Nusantara

    P2GP

    P2GP: Antara Agama, Tradisi, dan Kekeliruan yang Terus Diwariskan

    P2GP

    P2GP, Praktik yang Mengancam Nyawa Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

    Resolusi Jihad

    Resolusi Jihad Santri: Dari Angkat Senjata hingga Media Sosial

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: KUPI Tegaskan Semua Manusia Adalah Subjek Kehidupan, Termasuk Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    P2GP

    P2GP, Praktik Berbahaya yang Masih Mengancam Anak Perempuan Indonesia

    Madrasatul Ula

    Menjadi Ibu untuk Madrasatul Ula dan Menjadi Bapak untuk Pelindung Cita

    Konflik dalam Rumah Tangga yang

    3 Cara Pandang Jika Terjadi Konflik dalam Rumah Tangga

    Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas

    Mewujudkan Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas

    Konflik dalam Keluarga

    Konflik dalam Keluarga: Bukan Tanda Kegagalan, Melainkan Ruang Belajar

    Konflik Rumah Tangga

    5 Tipe Pasangan dalam Menghadapi Konflik Rumah Tangga

    Lembaga Pendidikan

    Pesantren; Membaca Ulang Fungsi dan Tantangan Lembaga Pendidikan Tertua di Nusantara

    P2GP

    P2GP: Antara Agama, Tradisi, dan Kekeliruan yang Terus Diwariskan

    P2GP

    P2GP, Praktik yang Mengancam Nyawa Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Melihat Matahari Terbit di Timur Indonesia: Dialog Gus Dur dengan Rakyat Papua

Gus Dur merangkul rakyat Papua, bukan dengan sekapan penguasa, bukan pula dengan kesewenangan kuasa, namun dengan dekapan kemanusiaan.

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
12 September 2025
in Publik, Rekomendasi
0
Gus Dur dengan Rakyat Papua

Gus Dur dengan Rakyat Papua

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Di penghujung tahun 1999, Gus Dur berangkat ke Papua. Tujuannya, sebagaimana kata Gus Dur, “Saya sengaja datang jauh-jauh dari Jakarta kemari, ya sebenarnya tidak lain hanya ingin melihat matahari terbit di Papua.” Namun, kita tahu bahwa kunjungannya tidak sesederhana itu.

Perjalanan Gus Dur ke Papua lebih dari untuk melihat matahari awal tahun 2000. Itu menggambarkan pendekatan berbeda dalam penyelesaian konflik; dari yang sebelumnya amat militeristik menjadi lebih humanis. Kunjungan yang merupakan wujud kepedulian atas ketidakadilan yang terjadi selama bertahun-tahun.

Ia mungkin tidak melihat dengan jelas matahari terbit di Papua. Kita tahu keterbatasan fisiknya. Namun, ia bisa merasakan hangatnya matahari di sana. Dengan jelas, hatinya yang peka, yang penuh rasa kemanusiaan, merasakan hangatnya harapan rakyat Papua akan kemerdekaan yang adil buat mereka.

Gus Dur dan Kembalinya Identitas Papua

Pada momen kunjungan ini, Gus Dur mengumumkan, “Bahwa Irian Jaya hendaknya menjadi Papua.” Menurutnya, kata irian merupakan manipulasi, atau penyesuaian, kata dari bahasa Arab yang berarti telanjang. Dalam kamus Arab, kita dapat menemukan kata ‘uryanun yang berarti yang telanjang atau yang terbuka.

Dugaan Gus Dur mungkin karena dulu para pengembara Arab, yang datang di Papua, melihat orang-orang di sini hanya memakai Koteka. Sehingga, dikenanglah pulau ini sebagai tempat tinggal irian.

Oleh pusat, kata ini digunakan, entah dengan mengetahui maknanya atau tidak, untuk menyebut identitas rakyat Papua. Memang begitu kebiasaan rezim sebelumnya, bahkan juga sesudahnya, memutuskan suatu kebijakan tanpa memperhitungkan suara rakyat yang menempati ruang kebijakan.

Bagi Gus Dur, penggunaan kata irian, selain tidak mencerminkan kepantasan, juga tidak mewakili identitas masyarakat di pulau ini. Yang masyarakat tahu, mereka adalah orang Papua. Oleh karena itu, ia ingin identitas Papua kembali kepada mereka. Bukan lagi Irian Jaya tapi Papua.

Bagi rakyat Papua, ini momen haru. Seorang presiden mau memahami betul-betul identitas mereka. Gus Dur hadir bagaikan kehangatan matahari pagi. Ia mau memahami dan mewakili suara-suara rakyat Papua. Mereka bukan orang-orang irian yang berjaya. Mereka orang Papua yang merupakan bagian dari rakyat Indonesia.

Pendekatan Gus Dur, oleh Ahmad Suaedy dalam Gus Dur, Islam Nusantara, dan Kewarganegaraan Bineka: Penyelesaian Konflik Aceh dan Papua 1999-2001, disebut sebagai visi kewarganegaraan bineka. Terambil dari kata bineka tunggal ika. Pengakuan dan penghormatan atas keragaman masyarakat, merupakan dua indikasi penting dalam ukuran kewarganegaraan bineka.

Dan, Gus Dur telah melakukan itu. Ia tidak hanya memahami, tapi juga mengakui dan menghormati identitas rakyat Papua. Pendekatannya berbeda dari rezim sebelumnya, yang menuntut kesetiaan dengan pemaksaan dan kekerasan. Gus Dur tidak begitu. Ia lebih mengupayakan tegaknya keadilan bagi rakyat Papua. Sebab ia yakin, ketika negara betul-betul hadir untuk rakyat, tidak perlu kekerasan, kesetiaan terhadap negara akan tumbuh.

Dialog dengan Aktivis Papua Merdeka

Terhadap aktivis Papua Merdeka, alih-alih mengedepankan pendekatan kekerasan, ia justru membuka ruang dialog dengan mereka. Kata Gus Dur, “Setelah mendengarkan tadi, ungkapan perasaan dari kawan-kawan Papua Merdeka yang menginginkan negara sendiri. Sebagai perasaan, sebagai cetusan ungkapan, silahkan tidak ada masalah, saya terima dengan baik.”

Bayangkan, kalian menyatakan ingin merdeka dan mendirikan negara di hadapan presiden. Jika penanganan separatisme dilakukan dengan pendekatan kekerasan dan menutup dialog, seperti rezim-rezim pada umumnya, kita sudah bisa menebak apa yang bakal terjadi.

Namun, Gus Dur menempuh jalan yang berbeda. Ia tidak menutup pintu dialog dengan rakyat Papua. Bahkan, dengan aktivis Papua Merdeka, ia tidak serta merta mengatai mereka makar. Ia menganggap ungkapan merdeka sebagai opini dari orang-orang sebab negara gagal hadir untuk mereka.

Gus Dur jelas tidak setuju dengan gagasan Papua Merdeka dalam arti mendirikan negara sendiri. Kata Gus Dur, “Saya juga punya kewajiban konstitusional lain, yaitu mempertahankan keutuhan wilayah yang saya emban saat ini.” Oleh karena itu, ia tidak setuju dengan tuntutan merdeka dalam makna mendirikan negara. Rakyat dapat berbicara sebanyak-banyaknya. Sebagai presiden, ia membuka dialog. Tapi, kata Gus Dur, “Jangan sampai melakukan tindakan menciptakan negara di dalam negara.”

Meski tidak setuju dengan gerakan Papua Merdeka, namun pada level ekspresi menyatakan pendapat Gus Dur tidak melarang mereka. Bahkan, sebagaimana Suaedy, Gus Dur menyantuninya sebagai bagian dari dialog. Sebagai dialog, situasi bisa saja tegang, namun ketegangan itu bukan untuk memunculkan kekerasan melainkan negosiasi-negosiasi. Melalui keberhasilan membingkai dialog, Gus Dur dapat mengendalikan bahkan meniadakan kekerasan di tengah tuntutan Papua Merdeka.

Dalam dialog, ia tegas menyatakan tidak setuju dengan negara di dalam negara, dan memberi solusi kompromi berupa otonomi khusus bagi Papua. Implementasinya melalui UU Otonomi Khusus Papua No. 21 tahun 2001. Ya, meski harus kita akui adanya otsus juga belum sepenuhnya menyelesaikan isu ketidakadilan di Papua.

Dan, suara-suara Papua Merdeka juga masih nyaring terdengar hingga saat ini. Namun, itu bukan berarti upayanya gagal. Sebagai presiden, Gus Dur dalam hal ini telah berhasil meneladankan bahwa penanganan konflik tanpa kekerasan dari negara itu sesuatu yang mungkin.

Memandang Rakyat Papua dengan Setara

Selain itu, dalam kasus Papua, ia juga telah menunjukkan etika relasi antara pusat dan daerah, relasi antara pemimpin dan rakyat, yang berdasarkan pada kesetaraan, bukan kesewenangan. Tidak seperti rezim pada umumnya yang hanya mau didengarkan, yang berpikir proyek mereka lebih utama daripada rakyat kecil. Ia justru datang di tengah rakyat Papua untuk mendengarkan. Kata Gus Dur, “Saya ingin mendengarkan sendiri dari yang bersangkutan.”

Jadi Gus Dur datang tidak hanya untuk didengarkan tapi juga mendengarkan. Dalam proses mendengarkan dan didengarkan, Gus Dur memosisikan diri secara setara dengan rakyat Papua. Bahkan, sebagaimana Suaedy, dengan para aktivis OPM pun demikian, ia membuka dialog. Bukan dialog sewenang antara si rezim dan si rakyat. Melainkan, dialog setara antara seorang warga yang mendapat mandat sebagai presiden dan warga yang sedang menuntut keadilan.

Di sini, Gus Dur menunjukkan ekspresi kesetaraan antara pemerintah dan rakyat. Ia mengajarkan nilai kesetaraan dalam bernegara. Kondisi ini termasuk yang membedakannya dengan rezim-rezim yang lain, yang katanya ingin menegakkan keadilan di negeri ini, namun suka sewenang sendiri dalam mengambil kebijakan.

Gus Dur merangkul rakyat Papua, bukan dengan sekapan penguasa, bukan pula dengan kesewenangan kuasa, namun dengan dekapan kemanusiaan. Dan, pendekatannya berhasil menggugah rakyat Papua. Sehingga, mereka mengenangnya, sebagaimana judul buku Titus Pekei, sebagai Gus Dur Guru Papua. []

Tags: Ajaran Gus Durgus durKonflik PapuaPapuaRefleksi Kemanusiaanteladan gus dur
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Gus Dur dan Daisaku Ikeda
Aktual

Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

14 Oktober 2025
Daisaku Ikeda
Aktual

Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

6 Oktober 2025
Soka Gakkai
Aktual

Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

2 Oktober 2025
Gus Dur dan Ikeda
Aktual

Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

1 Oktober 2025
Pembelaan Gus Dur
Publik

Perbedaan Tidak Berarti Perpecahan: Belajar dari Pembelaan Gus Dur terhadap Ahmadiyah

27 September 2025
Saling Pengertian
Publik

Gus Dur, Gereja, dan Kearifan Saling Pengertian Antarumat Beragama

18 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Santri Mubadalah

    Akademisi Bertanya, Santri Mubadalah Menjawab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menjadi Ibu untuk Madrasatul Ula dan Menjadi Bapak untuk Pelindung Cita

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesantren; Membaca Ulang Fungsi dan Tantangan Lembaga Pendidikan Tertua di Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Konflik dalam Keluarga: Bukan Tanda Kegagalan, Melainkan Ruang Belajar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • P2GP, Praktik Berbahaya yang Masih Mengancam Anak Perempuan Indonesia
  • Menjadi Ibu untuk Madrasatul Ula dan Menjadi Bapak untuk Pelindung Cita
  • 3 Cara Pandang Jika Terjadi Konflik dalam Rumah Tangga
  • Mewujudkan Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas
  • Konflik dalam Keluarga: Bukan Tanda Kegagalan, Melainkan Ruang Belajar

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID