“Aku masih sangat menghormati Beliau sebagai Pemuka Agama. Namun aku agak menyayangkan atas apa yang terjadi saat ini. Hanya saja tentu, itu tidak mengurangi rasa ta’dzimku dan sangat tidak patut pula aku mengomentari kejadian ini sehingga hanya menjadikannya sebagai muhasabah diri. Beliaupun telah meminta maaf dan mencontohkan kembali sikap yang baik.
Sedangkan Bapak ini, rasa hormatku langsung meningkat pesat, sekejap menobatkannya pahlawan masa kini yang sikap sabar, tabah, ikhlas, diam, dan memendam sakitnya jelas-jelas akan kuikuti dan menjadi panutanku..
Terima kasih pak. Telah mengajarkan arti Tawadhu’ dan Tawakkal yang sesungguhnya. Tuhan memang menghadirkan hikmah besar atas kejadian ini. Dia mengangkat derajatmu setinggi-tingginya. Definisi إن مع العسر يسرا sesungguhnya telah tergambar dalam kejadian ini. Juga definisi “Orang sabar disayang Tuhan” telah Allah saksikan di depan mata kita semua..”
Mubadalah.id – Begitu kira-kira isi story whatsAppku sebagai ungkapan atas apa yang tengah marak, viral, dan saat ini. Yakni, antara Mubaligh dan Bapak Penjual Es Teh.
Sekadar Ungkapan, bukan Fomo
Mulanya aku hendak diam saja atas hal viral ini dengan bersikap menjadi pihak tengah-tengah dan seolah tak begitu ingin terlihat fomo. Namun, banyaknya postingan dan tanggapan mnegenai bapak tersebut dari story teman-temanku di media sosial, kembali mengusikku.
Bahkan platform digitalku dipenuhi berita serta postingan Bapak Penjual Es tersebut. Rupanya hal itu menggerakku untuk melihat kembali video aslinya. Memang benar, Bapak itu terlihat sangat malu dan berusaha sekuat mungkin menahan dirinya dan memupuk kesabaran pada dirinya.
Semua orang sepakat bahwa video itu membuat hati teriris melihat raut wajah sang Bapak yang menahan malu dan amarah saat mendapat penghinaan. Beberapa bahkan mengaku menangis. Tak sedikit pula yang mengulur tangan untuk membantu dan berdonasi untuk sang Bapak.
Setiap orang rupanya juga berhasil mengungkapkan perasaan serta tanggapan mereka atas video viral tersebut. Perasaan Iba, sedih, respek, mereka tunjukkan kepada sang Bapak. Perasaan marah juga mereka ungkapkan dengan frontal kepada sang pemuka agama. Hujatan dan cacian kepada Mubaligh tersebut memenuhi kolom komentar setiap akun yang mempostingnya.
Pada kesempatan kali ini, akupun ingin turut serta mengungkapkan sedikit tanggapanku atas kejadian viral ini. Dengan kutipan-kutipan yang kuambil dari hadits, kata mutiara, quotes, juga dalil-dalil lainnya yang kutemui di media sosial, yang tentunya berasal dari tokoh-tokoh ternama.
Sebagai Pelajaran dan Muhasabah Diri
Aku setuju dengan tanggapan seorang Ning Pesantren yang mengatakan bahwa beliau tidak ingin berkomentar apa-apa sebab, beliau yang paham agama saja masih bisa salah apalagi kita yang masih begitu awam. Akan tetapi, lagi-lagi mata netizen lebih memilih apa yang tampak sebagai kesalahan. Meskipun sang mubaligh jelas-jelas berbuat banyak kebaikan, namun tertutup hanya karena satu kesalahan dan kekhilafan tersebut.
Sehingga dalam hal ini, bagaimanapun, perbuatan tersebut tak bisa lagi ditoleransi. Yang mulanya membenci sikap beliau, makin benci. Yang tadinya ta;dzhim, menjadi hilang respek. Tak sedikit pula yang masih membela, mengatakan bahwa itu hanya guyonan belaka dan memang begitu cara interaksi beliau kepada para jamaahnya.
Lagi dan lagi, netizen membantah hal tersebut dengan mengatakan bahwa guyonan terbaik adalah guyonan yang membuat pikiran terbuka, bukan hati terluka.
Jika terus tanggap-menanggapi, tentu tak akan pernah selesai. Maka, mari kita ambil pelajarannya saja, dengan melihat diri bahwa ucapan memang begitu lebih tajam dari pedang. Bahwa adab lebih mulia dari ilmu. Bahkan yang lebih ironis, mengatakan bahwa menjual Es The lebih baik daripada menjual agama.
Muhasabah lain yang perlu kita ambil juga mengingatkan kembali, bahwa betapa pentingnya berkata dan menjaga lisan agar tidak melukai seseorang. Tentunya, kita juga menjadi sadar, bahwa benar akhlak kitalah yang jelas-jelas menjadi sorotan dalam keseharian, bukan kepandaian dan banyaknya ilmu yang terkadang membuat kita lupa jalan.
Hikmah yang lebih mengharukannya, Bapak penjual Es Teh menjadi banyak yang membantu dan berdonasi. Beliau mendapat rezeki dari berbagai arah. Mulai dari yang memberangkatkan umroh, mendapat uang, dibuatkan rumah, beasiswa untuk anaknya, dll.
Hal ini tentunya menjadi ibrah yang sangat penting untuk kita. Agar lebih memanusiakan manusia dan mendahulukan akhlak yang mulia.
Melihat dari Sisi yang Lain
Memang tak akan kusangkal jika aku masih menghormati Mubaligh tersebut hanya saja tetap menyayangkan atas apa yang terjadi. Karena lagi-lagi, tetap menjaga lisan dan tidak melukai hati orang adalah perbuatan tercela meskipun hanya sekedar guyonan.
Terlebih, hal itu dilakukan di tempat umum, di tengah para jamaah yang sedang mengharapkan nasihat dan suri tauladan dari pemuka agama yang mereka idolakan. Atas hal ini aku menyematkan pesan dari Kiai terkenal asal Lirboyo yang mengatakan bahwa kita harus tetap mendoakan beliau. Bagaimanapun beliau adalah orang yang telah memberi jamaahnya nasihat-nasihat dan seorang panutan pada panggung-panggung acara keagamaan.
Ada ungkapan yang mengatakan bahwa, “Adalah benar, mungkin dengan cara ini Allah membuka mata kita agar jangan buta terhadap derajat dan jabatan yang mungkin terlihat lebih mulia dari sebuah profesi yang agaknya biasa saja.” Akan tetapi akupun setuju, bahwa kita jangan dulu memihak salah satunya karena kita tidak tahu perbuatan-perbuatan yang pernah dilakukan atau akan yang dilakukan selanjutnya.
Pelajaran Berharga
Mubaligh tersebut tentunya akan merenungi sikapnya sehingga menjadi jalan untuk dia agar lebih berhati-hati dalam bersikap di depan jamaahnya. Beliau juga akan menjadikan hal ini sebagai pelajaran untuk dirinya sendiri, agar lebih merendahkan hatinya dan memperhalus sikapnya. Juga menjadikan hal ini sebagai contoh kepada para jamaahnya.
Meski beberapa kalimatku nampak memihak salah satu pihak, yakni Bapak penjual Es Teh, kutekankan sekali lagi bahwa sungguh, jika memang demikian, aku tetap menghormati Mubaligh tersebut sebagai tokoh yang berhasil membuat jamaah tertarik untuk belajar agama. Mengajak mereka berkumpul pada majelis-majelis yang Insya Allah dirahmati dan diberkahi oleh Allah Ta’ala.
Selebihnya aku memohon maaf atas ungkapanku. Namun ingin kusela satu hal, bahwa mungkin begitulah cara Allah SWT mengangkat derajat hamba-Nya. Dengan mengkhilafkan satu pihak yang dianggap mulia, dengan menyabarkan pihak yang dianggap biasa saja. Wallahu a’lam. []