• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Memaknai Ulang Tradisi Merarik Suku Sasak

Merarik bukanlah tradisi serampangan yang memberi kuasa kepada laki-laki, sehingga seenaknya bisa memaksa perempuan menikah

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
04/01/2023
in Publik, Rekomendasi
0
Tradisi Merarik

Tradisi Merarik

557
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tradisi Merarik Suku Sasak di Nusa Tenggara Barat (NTB), agaknya, sering menjadi salah satu tradisi yang kontroversial, sebab banyak orang yang sering menyalah-artikannya. Secara dangkal kita mengartikan Merarik sebagai kawin lari, sehingga konotasi ini membawa pada kesimpulan, kalau laki-laki memaksa perempuan menikah dengan cara melarikannya.

Meluruskan Tafsir Kata Merarik

Merarik sebenarnya bukan tradisi kawin lari atau kawin tangkap. Hal ini sebagaimana penjelasan Lalu Bayu Windia, Ketua Dewan Adat Sasak, dalam sebuah wawancara di Channel Zaki Pahrul Official berjudul “Makna Sakral dalam Tradisi Merarik”, bahwa menafsirkan kata Merarik sebagai kawin lari merupakan sebuah kecerobohan.

Menurutnya, sejauh ini Merarik tidak memiliki padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia. Majelis Adat Sasak sendiri mendefinisikan Merarik sebagai proses perkawinan menurut adat Sasak, dan bukan tradisi kawin lari yang pelaksanaannya memaksa perempuan.

Masyarakat Sasak memandang Merarik sebagai bagian dari adat mereka. Oleh karena itu, proses pelaksanaannya tidak boleh sembarangan dan arogan. Sehingga, agak keliru jika membayangkan Merarik sebagai tradisi laki-laki memaksa perempuan menikah dengan cara menculiknya. Ada prosesi yang harus berjalan, dan salah satu prasyaratnya tidak menempatkan perempuan pada kondisi keterpaksaan.

Pandangan itu berdasarkan penjelasan Lalu Bayu Windia bahwa, Merarik merupakan proses perkawinan menurut adat Sasak yang terdiri dari beberapa prosesi. Dan, dalam pelaksanaannya, perlu memastikan apa si perempuan benar-benar mau menikah atau tidak dengan si laki-laki. Jika ternyata perempuan dilarikan secara paksa dan menolak pernikahan, maka harus dipulangkan kepada keluarganya. Namun, kalau memang keduanya saling mencintai dan menghendaki pernikahan, maka kedua pihak dapat melanjutkan proses Merarik.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Prosesi Adat dalam Tradisi Merarik

Merarik bukanlah tradisi serampangan yang memberi kuasa kepada laki-laki, sehingga seenaknya bisa memaksa perempuan menikah. Melihat ada perempuan yang menarik hati lantas langsung culik saja. Konsepnya bukan begitu. Ada prosesi adat yang harus berjalan dalam tradisi Merarik.

Sebagaimana Rabiyatul Adawiyah, dkk., dalam penelitian mereka terkait “Perempuan Nyurlembang dalam Tradisi Merarik,” menjelaskan mekanisme jalannya tradisi ini. Di mana, sebelum melakukan Merarik, kedua pihak harus lebih dahulu melalui proses Midang. Ini merupakan tahapan pendekatan seorang pemuda untuk menarik hati perempuan dan menentukan, apakah si perempuan mau melakukan Merarik bersamanya?

Kalau keduanya sepakat menjalin hubungan pernikahan, baru kemudian melakukan Merarik. Caranya laki-laki dan perempuan mengadakan perjanjian bersama untuk bertemu dan bersembunyi di penyeboan (tempat persembunyian di rumah pihak laki-laki).

Jadi, Merarik bukan berjalan berdasarkan hasrat satu pihak, melainkan melalui kesepakatan kedua pihak. Jika yang terjadi adalah berdasarkan hasrat laki-laki semata, maka itu tidak pantas disebut Merarik yang merupakan kearifan tradisi Sasak, melainkan lebih tepat kita sebut penculikan.

Keluarga pihak laki-laki yang telah mengetahui kalau anak mereka melakukan Merarik, kemudian menjalankan prosesi Selabar dan Majetik yang merupakan tahap pemberitahuan pihak laki-laki kepada pihak desa, pihak dewan adat, dan pihak perempuan, kalau anak laki-laki mereka telah melakukan Merarik. Pada tahap ini, terjadi berbagai perundingan untuk menentukan, apakah akan lanjut ke Ijab Kabul atau tidak?

Bukan Tradisi Nikah Paksa

Pada perundingan ini, ketika terjadi kasus laki-laki melarikan perempuan tanpa persetujuannya, maka perempuan dapat menolak pernikahan sepihak yang akan menimpanya. Dan, jika terjadi kesepakatan melanjutkan pernikahan, maka selanjutnya melakukan Mbait Wali atau menjemput wali nikah perempuan untuk pelaksanaan Ijab Kabul.

Setelah itu, masuk ke tahap Aji-karma atau Sorong Serah sebagai simbol memberi dan menerima pengantin dalam pernikahan. Dan, terakhir melakukan Nyongkolan, yaitu iring-iringan dengan alunan musik Gendang Beleq (alat musik khas Sasak), untuk mengantar laki-laki menuju ke keluarga perempuan.

Melihat berbagai tahapan dalam prosesi adat Merarik, kita dapat memahami kalau sebenarnya ini bukan tradisi nikah paksa. Sebab, ada tahapan-tahapan pelaksanaan di dalamnya yang secara tidak langsung memberi kuasa kepada perempuan untuk menentukan pernikahannya sendiri.

Meski begitu tentu ada “kemungkinan” terdapat oknum yang benar-benar menculik dan menjebak perempuan dalam nikah paksa, kemudian mengkambing-hitamkan tradisi Merarik untuk membenarkan perbuatannya. Dalam kasus seperti ini, perlu adanya kesadaran keberpihakan kepada perempuan dari dewan adat dan masyarakat, agar dapat menjaga perempuan dari pernikahan yang tidak dikehendaki.

Midang: Bagian dari Dinamisasi Tradisi Merarik

Sebagaimana penjelasan Rabiatul Adawiyah, dkk., bahwa sejak 1980-an muncul kesadaran di antara laki-laki dan perempuan Suku Sasak, kalau menikah harus berdasarkan keinginan kedua pihak, dan bukan karena paksaan. Merespon kesadaran itu, maka lahirlah prosesi Midang sebagai proses pendekatan laki-laki kepada perempuan, sebelum akhirnya memutuskan untuk melakukan Merarik bersama. Dan, sebagaimana penjelasan Lalu Bayu Windia bahwa, Midang merupakan ruang kesempatan bagi pemuda Sasak untuk menarik hati perempuan, agar mau menerimanya.

Potensi bias kuasa dalam tradisi Merarik ternyata sudah disadari oleh masyarakat Sasak sejak dulu. Sehingga, mereka memikirkan cara untuk menjaga perempuan dengan memunculkan Midang. Ini merupakan proses dinamisasi tradisi Merarik oleh masyarakat Sasak.

Sebagaimana Gus Dur dalam Menggerakkan Tradisi menjelaskan bahwa dinamisasi merupakan proses membawa tradisi ke arah penyempurnaannya. Maka, dalam hal ini, masyarakat Sasak berupaya menyempurnakan tradisi Merarik, agar jangan sampai menindas perempuan Sasak.

Midang yang muncul dari dinamisasi tradisi Merarik pada abad ke-20 M, menjadi tahapan yang amat penting, sebab tahapan ini memberi kuasa kepada perempuan untuk memilih dengan laki-laki mana dia ingin menikah dan melakukan Merarik. Tanpa Midang sangat mungkin Merarik benar-benar menjadi ajang nikah paksa dengan cara menculik perempuan.

Kepekaan dinamisasi tradisi, dan keberpihakan kepada perempuan, amat penting untuk selalu mengisi kesadaran masyarakat Nusantara. Sehingga, selalu ada evaluasi dan penyempurnaan kearifan tradisi, agar tidak menindas pihak manapun terutama perempuan yang umumnya menjadi pihak rentan. []

Tags: perempuanperkawinanpernikahanSuku SasakTradisi Merarik
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB dalam Pandangan Islam
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version