Mubadalah.id – Bersama Khadijah Ra., Nabi Muhammad Saw. memiliki empat putri: Zainab Ra., Ruqayah Ra., Ummu Kultsum Ra., dan Fathimah Ra. Atas permintaan Khadijah Ra., putri pertama, Zainab Ra., menikah dengan sang menantu Nabi yakni Abul ‘Ash bin ar-Rabi’ Ra. Ia anak dari Halah binti Khuwailid, saudara kandung Khadijah Ra. atau bibi Zainab Ra. sendiri.
Nabi menyetujui permintaan Khadijah Ra., dan mereka berdua pun menikah. Bersama Zainab Ra. menantu Nabi Abul ‘Ash bin ar-Rabi’ Ra. memiliki putri bernama Umamah Ra., yang sering dibawa dan digendong oleh nabi, termasuk ketika shalat di masjid (Shahih al-Bukhari, hadits nomor 515).
Pada saat Nabi Muhammad Saw. memperoleh wahyu dan diutus menjadi rasul, Zainab Ra. beriman dan masuk Islam, sedangkan suaminya memilih tetap beragama nenek moyangnya. Nabi tidak meminta mereka untuk bercerai, sekalipun berbeda agama.
Namun, Nabi meminta dua putri beliau yang lain, Ruqayah Ra. dan Ummu Kultsum Ra., untuk bercerai dari suami mereka, Utbah dan Utaibah, anak Abu Lahab, karena selalu memusuhi, menghina, bahkan melakukan kekerasan kepada beliau dan umat Islam. Menantu Nabi Abul ‘Ash bin ar-Rabi’ Ra., sekalipun masih musyrik, tetap baik kepada Nabi Muhammad Saw., sang mertua, dan seluruh umat Islam.
Nabi Muhammad Saw. membiarkannya dengan istrinya, Zainab Ra., yang sudah masuk Islam. Keduanya tetapNabi biarkan sebagai suami-istri dalam satu rumah tangga.
Provokasi Abu Lahab
Abu Lahab, paman Nabi Muhammad Saw. sendiri, pernah memprovokasi Abul ‘Ash bin ar-Rabi’ Ra. untuk menceraikan Zainab Ra.
“Ceraikan putri Muhammad itu, dan aku bisa carikan penggantinya, perempuan yang lebih mulia dan lebih cantik darinya,” kata Abu Lahab.
“Tidak, demi Allah, tidak akan pernah aku ceraikan istriku. Tidak ada seorang perempuan yang paling aku cintai di kabilah Quraisy ini selain dia” jawab Abul ‘Ash bin ar-Rabi’ Ra.
Kata Al-Miswar bin Makhramah Ra., Nabi Muhammad Saw. memuji sikap menantu beliau ini.
Ketika Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah, Zainab Ra. tidak ikut. Ia masih satu rumah dengan sang suami yang belum masuk Islam itu. Ketika suaminya ikut berperang di barisan orang-orang Quraisy melawan Nabi pada Perang Badar, ia tertawan dan dibawa ke Madinah.
Zainab Ra., dari Makkah, mengirimkan kalungnya untuk menebus suaminya agar Nabi pulangkan ke Makkah. Saat kalung tebusan itu sampai ke Madinah, nabi menangis haru. Melihat kalung itu, nabi teringat akan Khadijah Ra. Memang, kalung yang menjadi tebusan itu milik Khadijah Ra. yang diberikan kepada sang putri.
Nabi Membebaskan Sang Menantu
Nabi Muhammad Saw. membebaskan Abul ‘Ash bin ar-Rabi’ Ra. tanpa tebusan kalung itu, tetapi dengan syarat: ia harus mengantar sang putri, Zainab Ra., berangkat hijrah dari Makkah ke Madinah. Sang menantu menerima syarat ini. Begitu sampai di Makkah, ia bergegas mempersiapkan pengawalan untuk mengantar istrinya, Zainab Ra., menyusul sang ayah ke Madinah.
Ketika Zainab Ra. sampai di Madinah, Nabi kembali terharu dan memuji sikap menantu beliau. Sekalipun saat itu masih belum beriman, sang menantu kembali ke Makkah, tidak menceraikan Zainab Ra. dan tidak menikahi perempuan lain. Nabi bersabda mengenai menantu beliau itu:
“Dialah laki-laki yang jika berbicara denganku selalu jujur, dan jika berjanji ia akan memenuhi.” (HR. Bukhari, hadits nomor 3147).
Abul ‘Ash bin ar-Rabi’ Ra. adalah pedagang yang berjualan antara Makkah dan Syam (Syria). Beberapa bulan sebelum Fathu Makkah (Pembebasan Kota Makkah, tahun ke-8 Hijriah), terjadi kontak senjata antara rombongannya dengan tentara umat Islam. Ia lari dan bersembunyi. Hartanya terampas dan mereka bawa ke Madinah.
Dengan mengendap-endap, pada malam hari, Abul ‘Ash bin ar-Rabi’ Ra. sampai ke rumah Zainab Ra. dan masuk ke dalam. Mengetahui hal tersebut, Zainab Ra. langsung membuat pernyataan, “Aku memberi suaka perlindungan kepada Abul ‘Ash. Kalian harus melindunginya.”
Perlindungan Zainab
Mendengar suara Zainab Ra. memberi perlindungan pada sang suami, Nabi Muhammad Saw. menyetujui dan menyatakan: “Setiap orang dari umat Islam, yang paling rendah sekalipun, boleh dan sah memberikan suaka perlindungan, dan harus dihormati.”
Artinya, pernyataan Zainab Ra. sah dan harus kita hormati. Karena itu, Abul ‘Ash bin ar-Rabi’ Ra. juga menjadi aman terlindungi dan tidak boleh tersakiti. Harta yang mereka rampas dikembalikan kepadanya. Setelah semua hak dan kewajiban tentang harta tertunaikan, menantu Nabi Abul ‘Ash bin ar-Rabi’ Ra. kemudian masuk Islam dengan membaca dua kalimat syahadat.
Hal ini terjadi hanya beberapa bulan sebelum Fathu Makkah. Hampir 19 tahun dari awal Nabi Muhammad Saw. menerima wahyu, Abul ‘Ash bin ar-Rabi’ Ra. menjadi menantu non-Muslim dan tetap menjadi suami sah putri Baginda Nabi Muhammad Saw. Nabi selalu bersikap baik terhadapnya, bahkan memberi pujian dan apresiasi atas kebaikan akhlaknya dan kesetiaannya pada sang istri:
عن الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ، قال: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَخْطُبُ النَّاسَ عَلَى مِنْبَرِهِ ثُمَّ ذَكَرَ صِهْرًا لَهُ مِنْ بَنِى عَبْدِ شَمْسٍ فَأَثْنَى عَلَيْهِ فِى مُصَاهَرَتِهِ إِيَّاهُ قَالَ حَدَّثَنِى فَصَدَقَنِى وَوَعَدَنِى فَوَفَى لِى.
“Dari Miswar bin Makhramah, suatu saat Rasulullah Saw. berkhutbah di mimbar. Di antaranya membicarakan tentang menantunya dari Abdusy Syams (bernama Abul ‘Ash bin ar-Rabi’). Nabi memujinya dalam hubungan pernikahan (menantu-mertua) yang dilakukannya kepada nabi, sambil bersabda: “Ia berkata jujur padaku dan memenuhi janjinya padaku.” (HR. Bukhari, hadits nomor 3147).
Demikianlah sikap jujur dan amanah dari seorang menantu Nabi menjadi dasar penerimaan dan pujian dari Nabi Muhammad Saw. Sekalipun ia yang hidup hampir 19 tahun sebagai non-Muslim dan menjadi Muslim pada masa Nabi hanya selama empat tahun. Namun tetap memperoleh apresiasi dari nabi atas kebaikan akhlaknya, kejujuran, dan amanahnya. Semua ini karena akhlak adalah misi dasar Nabi Muhammad Saw. []