Mubadalah.id – Jika merujuk realitas kehidupan keluarga dalam mengasuh anak, maka kita akan menemukan bahwa yang mengasuh anak adalah lebih banyak perempuan. Sedangkan lebih banyak laki-laki justru yang mencari nafkah di luar rumah. Pembagian ini, bisa jadi, dimaksudkan agar tatanan keluarga bisa harmonis, saling berbagi dengan tanggung-jawab masing-masing.
Tetapi ketika banyak kondisi sosial, sebagaimana sekarang, yang menuntut perempuan untuk bekerja di luar rumah, atau kondisi yang memaksa laki-laki tidak lagi memiliki kerja, pembagian peran tersebut tidak lagi ideal dan harus diinterpretasikan.
Apalagi pandangan tersebut telah melahirkan diskriminasi, di mana mengasuh anak yang menjadi tanggung jawab perempuan tidak mendapatkan apresiasi daripada mencari nafkah yang menjadi tanggung jawab laki-laki. Yang mencari nafkah adalah kepala keluarga, yang selalu memegang keputusan, harus istru ikuti, layani, dan hormati.
Sementara yang mengasuh anak, yaitu perempuan, mencari waktu untuk istirahat saja sangat sulit. Hal ini karena ia mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga yang lain. Diskriminasi ini bertentangan dengan norma dasar Islam.
Karena itu, yang ideal dari sisi dasar norma Islam, sesungguhnhya adalah bahwa setiap kebaikan itu adalah mulia. Ia dapat laki-laki maupun perempuan kerjakan bersama.
Mengasuh anak adalah baik dan mulia. Mencari nafkah adalah baik dan mulia. Baik laki-laki maupun perempuan. Ketika mereka menikah, maka yang ideal, baik mengasuh anak maupun mencari nafkah sesungguhnya menjadi tanggung jawab bersama. []