• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Mengenal Invisible Disability dari Drama Korea Doktor Cha

Kondisi disabilitas tak kasat mata yang terlihat seperti orang normal ini, kerapkali menimbulkan persepsi dan stigma negatif dalam masyarakat

Belva Rosidea Belva Rosidea
10/06/2023
in Film
0
Invisible Disability

Invisible Disability

972
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Belakangan ini pecinta drama korea tentunya sedang mengikuti dan menikmati serunya serial drama dr.Cha yang mengangkat tema tentang perselingkuhan. Selain masalah perselingkuh yang menarik perhatian, cerita dalam drama tersebut juga mengenai kondisi dr.Cha yang pernah menjalani operasi transplantasi hati.

Kondisi kesehatan dr. Cha menjadikannya termasuk golongan disabilitas yang mendapat prioritas dalam pelayanan publik, seperti lahan parkir misalnya. Hal yang dr.Cha alami tersebut merupakan salah satu jenis invisible disability.

Menurut The Australian Institute of Health and Welfare, Invisible disability atau disabilitas tak kasat mata merupakan suatu kondisi yang menyebabkan dan mendatangkan rasa sakit pada tubuh, tapi tidak terlihat jelas dari penampakan fisik. Dari definisi tersebut, kita jadi mengetahui bahwa tak semua disabilitas terlihat berkebutuhan khusus. Beberapa di antaranya justru terlihat normal sebagaimana orang pada umumnya.

Pada tahun 2019, sejumlah 21,84 juta orang atau sekitar 8,56% penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas. Hampir setengahnya menyandang disabilitas ganda. Dari angka tersebut, bisa jadi di antaranya merupakan invisible disability yang tak kasat mata.

Stigma Negatif pada Insvible Disability

Menurut Invisble Disabilities Association, invisible disability terbagi menjadi 5 golongan besar. Yakni, masalah persarafan (misal: epilepsi), masalah psikologis (misal: bipolar disorder, skizofrenia), disfungsi kognitif atau kesulitan mencerna informasi, gangguan sensoris atau kesulitan pengguan indera, dan gangguan sistemik (misal: kelelahan kronis/fatigue, lupus, penyakit autoimun).

Baca Juga:

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Kemanusiaan sebelum Aksesibilitas: Kita—Difabel

Selain 5 golongan besar tersebut masih terdapat ribuan jenis invisible disability dengan beragam penyebab. Seperti, genetik, kecelakaan, maupun penyakit tertentu.

Kondisi disabilitas tak kasat mata yang terlihat seperti orang normal ini, kerapkali menimbulkan persepsi dan stigma negatif dalam masyarakat. Mereka yang menyandang disabilitas tak kasat mata kerapkali tertuduh pura-pura. Apalagi ketika mereka memanfaatkan tempat prioritas dalam fasilitas umum.

Banyak cerita dari penyandang invisible disability yang menerima teguran, atau sindiran dengan tidak baik ketika mereka duduk di kursi prioritas pada saat naik kendaraan umum. Atau ketika sedang parkir di tempat khusus disabilitas, karena sekilas mereka nampak muda dan sehat. Kondisi-kondisi demikian jelas tak mudah kita kenali.

Oleh sebab itu, di berbagai negara, para penyandang disabilitas mendapat tanda pengenal khusus agar lebih mudah mengakses faislitas umum. Selain itu juga menghindari stigma negatif dalam masyarakat. Di drama dr.Cha misalnya, dia mendapat stiker penyandang disabilitas yang dapat ia manfaatkan untuk parkir di tempat khusus disabilitas.

Meski demikian, masih banyak pula negara yang belum memberi tanda pengenal untuk masyarakat penyandang disabilitas. Khususnya pada disabilitas tak kasat mata.

Kampanye #thinkoutsidethechair

Banyaknya stigma buruk yang melekat pada penyandang disabilitas tak kasat mata membuat negara bagian New South Wales, Australia, menggencarkan kampanye #thinkoutsidethechair. Advokasi ini menyampaikan fakta bahwa tidak semua kondisi disabilitas dapat terlihat kasat mata.

Kampanye tersebut berdasarkan kasus seorang difabel tak kasat mata yang mendapat perlakuan buruk ketika berada dalam kendaraan umum, yakni Katherine Marshall. Perempuan berusia 29 tahun tersebut mengidap penyakit kelelahan kronis. Namun dia hampir tak pernah kebagian tempat duduk prioritas, meskipun kondisinya mengharuskan banyak duduk karena kelelahan kronis yang ia derita.

Tiap kali dia hendak duduk di kursi prioritas, selalu saja semua mata seolah menghakimi bahwa yang ia lakukan merupakan sebuah tindakan yang salah. jadi kita bisa belajar dari kasus tersebut, dan mungkin banyak kasus invisible disability lainnya.

Maka kita perlu berprasangka baik atau tidak mudah memberi stigma negatif. Terutama apabila suatu ketika menjumpai seorang yang nampak sehat sedang mengakses fasilitas khusus disabilitas. Karena barangkali mereka memang benar penyandang disabilitas tak kasat mata.

Bisa jadi yang terlihat muda dan sehat sedang berjuang penyakit kronis tertentu. Misalkan ia sedang menjalani hidup dengan satu ginjal, atau baru saja menjalani operasi transplantasi organ.

Mereka yang memiliki keterbatasan tertentu, sudah pasti hal tersebut bukan kemauannya. Karena tiap orang tentunya menghendaki untuk memiliki kondisi tubuh yang sempurna. Meski demikian, apapun kondisi yang Tuhan titipkan tetap harus kita syukuri.

Sebagai sesama manusia, kita perlu memperlakukan penyandang disabilitas dengan adab yang baik, di antaranya:

  1. Memperlakukan dengan sama, tanpa membeda-bedakan

Tetap membangun hubungan pertemanan maupun relasi apapun dengan penyandang disabilitas tanpa membeda-bedakan.

  1. Selalu bertanya lebih dahulu sebelum memberi bantuan

Seringkali penyandang disabilitas justru lebih tangguh, kuat, dan memiliki tingkat independensi yang tinggi dalam hidupnya. Mereka kerapkali ingin melakukan sesuatu tanpa bantuan. Jadi, jangan sampai niat baik kita untuk membantu, justru terasa seperti merendahkan kemampuan mereka.

  1. Menghargai dan tidak menatap terlalu lama

Menatap seseorang terlalu lama tentunya akan menyinggung perasaannya. Tunjukkan sikap saling menghargai tanpa menyinggung kekurangannya. Kita senantiasa meminta izin terlebih dahulu ketika ingin bertanya tentang kondisi maupun isu disabilitas yang ia derita. []

Tags: Doktor ChaDrama KoreaInvisible DisabilitykemanusiaankesehatanReview Film
Belva Rosidea

Belva Rosidea

General Dentist

Terkait Posts

Film Pendek Memanusiakan Difabel

Film Pendek Memanusiakan Difabel: Sudahkah Inklusif?

7 Mei 2025
Film Aku Jati Aku Asperger

Komunikasi Empati dalam Film Aku Jati Aku Asperger

5 Mei 2025
Film Pengepungan di Bukit Duri

Film Pengepungan di Bukit Duri: Bagaimana Sistem Pendidikan Kita?

3 Mei 2025
Otoritas Agama

Penyalahgunaan Otoritas Agama dalam Film dan Drama

25 April 2025
Film Indonesia

Film Indonesia Menjadi Potret Wajah Bangsa dalam Menjaga Tradisi Lokal

17 April 2025
Film Bida'ah

Film Bida’ah: Ketika Perempuan Terjebak Dalam Dogmatisme Agama

14 April 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version