• Login
  • Register
Selasa, 28 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Mengenali Bentuk Kekerasan Seksual terhadap Perempuan

Hassan Hanafi mengingatkan bahwa pesan al-Qur’an seringkali tidak terlihat jelas karena tertutup oleh debu-debu ideologis. Barangkali salah satu debu yang sangat tebal nempel di mata adalah ideologi patriarki. Debu ini tidak hanya membuat kita susah melihat pesan-pesan dahsyat Islam tentang penghapusan kekerasan seksual, tapi juga susah mengenal bentuk-bentuk kekerasan seksual.

Nur Rofiah Nur Rofiah
05/03/2021
in Hukum Syariat, Rekomendasi
0
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual

174
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pernahkah reflek tertawa atas sebuah guyonan, lalu menyadari bahwa guyonan tersebut bagi perempuan korban kekerasan seksual mungkin tidak lucu blas, bahkan membuat geram karena peristiwa traumatik yang dialaminya malah ditertawakan bersama-sama? Sejujurnya aku pernah! Bahkan belum lama ini.

Guyonan yang dilempar ke WAG sebetulnya ada unsur kecerdasan perempuan, tapi seksis. Spontan tertawa tapi rem lumayan pakem untuk tidak merespon. Karena  penasaran kutanya di grup apakah guyonan semacam itu termasuk kekerasan seksual. Jebul termasuk.

Sejak kecil kita melihat, menerima, menjalani sekian banyak nilai yang diwariskan secara turun-temurun. Salah satunya adalah memandang candaan tentang kekerasan seksual sebagai hal wajar. Jika menengok sejarah peradaban manusia, rupanya kekerasan seksual pada perempuan memang tidak hanya dipandang wajar sebagai candaan, bahkan wajar juga dilakukan.

Sejarah

Sudah lama membaca info tentang sejarah panjang adanya norma sosial yang menjadikan laki-laki sebagai pemilik mutlak perempuan. Pertama ayah, lalu suami, lalu anak atau kerabat laki-laki lainnya. Perundangan Romawi bahkan pernah membolehkan ayah menjual anak perempuan kandungnya dan perundangan Inggris juga pernah membolehkan suami menjual istrinya. Bayangkan, menjual perempuan saja boleh, apalagi melakukan kekerasan seksual pada mereka, kan?

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Laki-laki dan Perempuan Dilarang Saling Merendahkan
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan
  • Salahkah Memilih Childfree?

Baca Juga:

Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Laki-laki dan Perempuan Dilarang Saling Merendahkan

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan

Salahkah Memilih Childfree?

Meskipun demikian, jebul tetap terkaget-kaget membaca implikasi relasi kepemilikan laki-laki atas perempuan pada cara pandang atas kekerasan seksual pada perempuan yang diungkap Yuval Noah Harari di buku Sapiens. Ada tiga hal yang kuingat.

Pertama, mengatakan adanya marital rape (perkosaan dalam perkawinan) atau suami memperkosa istri itu sama anehnya dengan mengatakan suami mencuri uang dari dompetnya sendiri.

Kedua, perkosaan seorang laki-laki atas perempuan yang bukan miliknya dipandang sebagai sebuah kejahatan, tapi bukan kejahatan atas perempuan korban perkosaan melainkan pada laki-laki yang menjadi pemiliknya. Karena itu, kompensasi atas kejahatan tersebut tidak diberikan pada perempuan, melainkan pada laki-laki.

Ketiga, perkosaan atas perempuan yang tidak memiliki ayah atau suami atau laki-laki yang memilikinya tidaklah dipandang sebagai sebuah kejahatan seperti seseorang menemukan koin di jalan bukanlah sebuah kejahatan.

Revolusi Islam

Setelah menyadari situasi ini, tetiba membaca al-Qur’an tentang perempuan membuat semakin merinding. Terdengar seperti apologetik tapi nyatanya memang dahsyat ya! Bayangkan, ketika menjelang abad 19 M India masih mempunyai tradisi Sati yang menuntut perempuan untuk membakar diri hidup-hidup bersama jenazah suami, dan Inggris masih memperbolehkan istri dijual suaminya, Islam 12 abad sebelumnya yaitu abad 7 M sudah menegaskan bahwa:

  1. Perempuan adalah manusia yang berarti harus diperlakukan secara manusiawi,
  2. Manusia bukan hanya makhluk fisik, apalagi hanya makhluk seksual karena manusia adalah juga makhluk intelektual karena berakal dan spiritual karena berhati nurani. Bahkan nilainya justru ditentukan oleh bagaimana manusia bisa mendayagunakan akal budi untuk kebaikan bersama,
  3. Mendekati zina itu dilarang. Secara sosial larangan ini juga berarti perlindungan pada perempuan dari mengalami pelecehan seksual. Mendekati zina secara suka rela saja dilarang, apalagi secara paksaan,
  4. Melakukan zina ya apalagi. Secara sosial larangan ini juga melindungi perempuan dari perkosaan. Melakukan zina yang suka rela saja dilarang, apalagi secara paksaan.

Kekerasan Seksual dalam Perkawinan

Bagaimana dengan kekerasan seksual di dalam perkawinan? Sama saja dilarang!

Landasan moral perkawinan dalam Islam itu jg tak kalah dahsyat asal dipahami sebagai sebuah sistem dan proses yang mesti terus dilakukan dalam ikhtiyar memanusiakan manusia, termasuk manusia perempuan. Perhatikan perubahan fundamental ini yang menunjukkan bahwa perkawinan dalam Islam pun tidaklah hanya antara dua tubuh melainkan dua jiwa:

  1. Tujuan perkawinan: memuaskan suami terutama secara seksual, menjadi ketenangan jiwa (sakinah) kedua belah pihak. Artinya, hubungan seksual hanya boleh dilakukan dengan cara-cara yang menenangkan jiwa kedua belah pihak,
  2. Landasan relasi suami istri: kepemilikan suami atas istri, menjadi cinta kasih keduanya (mawaddah wa rahmah). Artinya, hubungan seksual hanya boleh dilakukan dengan cara-cara yang mencerminkan saling kasih dan sayang keduanya.
  3. Perkawinan adalah kontrak peralihan kepemilikan atas perempuan dari ayah ke suami, menjadi janji agung/kokoh (mitasaqan ghalidlan) antara suami dan istri dengan Allah. Artinya, hubungan seksual hanya boleh dilakukan dengan cara-cara yang diridloi Allah, yakni memberi kebaikan pada kedua belah pihak.
  4. Suami adalah pemilih istri, menjadi keduanya adalah berpasangan (zawaj). Artinya, hubungan seksual mesti dilakukan dengan mendudukkan keduanya sebagai subyek. Suami dan istri bagaikan pakaian (libas), dan sebaik-baik pakaian adalah taqwa.
  5. Suami sebagai pemilik boleh sewenang-wenang atas istri menjadi keduanya mesti saling bergaul secara bermartabat (mu’asyarah bil ma’ruf). Artinya hubungan seksual mesti dilakukan dengan cara-cara yang pantas dilakukan oleh manusia sebagai makhluk yang berakal budi.
  6. Suami sebagai pemilik boleh memutuskan masalah secara sepihak menjadi musyawarah. Artinya, hubungan seksual mesti dilakukan dengan cara-cara yang disepakati oleh kedua belah pihak,
  7. Istri mesti mendapatkan rildo suami sebaliknya suami tidak perlu mendapatkan ridlo istri, menjadi suami dan istri saling ridlo (taradlin) karena meyakini bahwa ridlo Allah pada keduanya tergantung ridlo suami/istrinya. Artinya, hubungans seksual mesti dilakukan dengan konsen kedua belah pihak.

Pertanyaannya adalah mengapa nilai-nilai dahsyat ini seringkali tidak tercermin dalam banyak pemahaman atas Islam? Barangkali karena kita sendiri masih menjadi bagian dari masyarakat yang memandang wajar kekerasan seksual sebagai bahan candaan.

Hassan Hanafi mengingatkan bahwa pesan al-Qur’an seringkali tidak terlihat jelas karena tertutup oleh debu-debu ideologis. Barangkali salah satu debu yang sangat tebal nempel di mata adalah ideologi patriarki. Debu ini tidak hanya membuat kita susah melihat pesan-pesan dahsyat Islam tentang penghapusan kekerasan seksual, tapi juga susah mengenal bentuk-bentuk kekerasan seksual. []

Tags: Hari Perempuan InternasionalIWD 2021Kekerasan seksualperempuanperkawinanRUU PKS
Nur Rofiah

Nur Rofiah

Nur Rofi'ah adalah alumni Pesantren Seblak Jombang dan Krapyak Yogyakarta, mengikuti pendidikan tinggi jenjang S1 di UIN Suka Yogyakarta, S2 dan S3 dari Universitas Ankara-Turki. Saat ini, sehari-hari sebagai dosen Tafsir al-Qur'an di Program Paskasarjana Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an (PTIQ) Jakarta, di samping sebagai narasumber, fasilitator, dan penceramah isu-isu keislaman secara umum, dan isu keadilan relasi laki-laki serta perempuan secara khusus.

Terkait Posts

Flexing Ibadah

Flexing Ibadah selama Ramadan, Bolehkah?

28 Maret 2023
Propaganda Intoleransi

Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

27 Maret 2023
Penutupan Patung Bunda Maria

Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria

26 Maret 2023
Zakat bagi Korban

Pentingnya Zakat bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

25 Maret 2023
Asy-Syifa Binti Abdullah

Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah

24 Maret 2023
Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui Saat Ramadan

23 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tradisi di Bulan Ramadan

    Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Flexing Ibadah selama Ramadan, Bolehkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Pinatih: Sosok Ulama Perempuan Perekat Kerukunan Antarumat di Gresik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Piagam Madinah: Prinsip Hidup Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puasa Dalam Perspektif Psikologi dan Pentingnya Pengendalian Diri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Pada Awalnya Asing
  • Jalan Tengah Pengasuhan Anak
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist