• Login
  • Register
Kamis, 7 Juli 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mengenali dan Mengakui Sifat Toxic dalam Diri Sendiri

Butuh kejujuran dan keberanian untuk mengakui bahwa kita memiliki sifat toxic. Ketika kita sudah mengakui, maka kita akan lebih mudah untuk menyembuhkan diri.

Wanda Roxanne Ratu Pricillia Wanda Roxanne Ratu Pricillia
05/03/2021
in Personal
0
pahala mengasuh dan mendidik anak perempuan

Keluarga

306
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Jika diperhatikan, manusia lebih mudah untuk melabel orang lain toxic dari pada mengakui toxic trait (sifat beracun) dalam diri sendiri. Padahal setiap manusia berpotensi memiliki karakteristik toxic yang merugikan hubungannya dengan orang lain dan dirinya sendiri. Dengan mengenali sifat toxic dalam diri, kita juga akan lebih mudah mengenali sifat toxic pada orang lain.

Toxic pada dasarnya berarti berbahaya atau beracun. Orang toxic, berarti orang yang eksistensinya berbahaya bagi orang lain terutama dalam aspek psikologis. Saat berhubungan dengan orang toxic, kita akan menjadi tidak nyaman, kesepian, tidak percaya diri, tidak bahagia, dan membuat kita terluka.

Sama seperti saat kita sakit, tubuh dan keadaan psikis kita memberikan tanda untuk mendapatkan keseimbangan kembali. Hal ini pasti tidak nyaman bahkan tersiksa, tapi kadang tidak tahu mengapa. Untuk itu, penting untuk mengenali ciri-ciri sifat toxic yang ada pada diri sendiri dan orang lain.

Mungkin sebenarnya kita sadar bahwa kita memiliki sifat toxic yang membuat kita susah memiliki hubungan baik dengan orang lain dan untuk memiliki hubungan yang sehat dengan diri sendiri. Saat kita memiliki konflik dengan orang lain, dan merasa tidak memahami diri sendiri, kita akan merasa kesepian dan mengisolasi diri.

Biasanya, orang toxic adalah korban dari hubungan dan lingkungan yang juga toxic. Mereka akan modeling hubungan dari keluarga, teman, guru, pasangan dan lingkungan yang lebih luas. Sekalipun mereka berhasil keluar dari hubungan toxic, mereka masih memiliki sifat toxic jika tidak menyadari toxic traits-nya dan menyembuhkan diri dengan bantuan profesional.

Baca Juga:

Beban Ganda Perempuan, Bagaimana Solusinya?

Peristiwa Sa’i Kisah Sang Ratu Zamzam yang Sarat Hikmah

Membela Perempuan Menjadi Salah Satu Amanah Ajaran Kenabian

Lima Komponen Utama Menciptakan Keadilan Melalui Teks

Saat kita terus terluka tapi tidak menyadari luka batin kita, maka kita akan terperangkap dalam hubungan yang tidak sehat dengan diri sendiri dan orang lain. Dampak langsungnya pada diri sendiri menjadi mudah insecure, tidak bisa menghargai diri sendiri, tidak percaya diri, memiliki kekhawatiran dan ketakutan tanpa alasan, susah percaya, pesimis, dst.

Sifat toxic mungkin terbangun dari hubungan tidak sehat dengan orang lain, namun sifat toxic bertahan karena hubungan yang tidak sehat dengan diri sendiri (Satu Persen). Maka penting untuk mengenali sifat toxic pada diri sendiri, setelah mengenali maka kita akan sadar bahwa kita membutuhkan bantuan orang lain entah dengan konseling psikologi atau mentoring psikologi.

Ada beberapa ciri orang toxic menurut Satu Persen, startup pendidikan yang mengajarkan tentang pengetahuan hidup, konseling dan mentoring. Yang pertama, dia hobi mengomentari orang lain. Saat moodnya jelek, orang jadi takut. Biasanya berkomunikasi dengan pasif-agresif. Yang keempat, dia tidak mau disalahkan dan tidak bisa meminta maaf. Yang terakhir, tidak bisa menghargai privasi orang lain dan posesif.

Selain itu, ada ciri toxic lainnya seperti susah untuk mengerti perasaan atau perspektif orang lain,  senang merendahkan orang lain, dan tidak suka melihat orang lain senang. Setelah refleksi sejenak, dari kedelapan ciri ini, sudah berapa ciri toxic yang kita miliki?

Sebelum menjawab, saya akan menjelaskan lebih banyak tentang ciri-ciri orang toxic. Ciri pertama adalah hobi mengomentari orang lain, terutama komentar negatif dan tidak mau memberikan komentar positif. Kita sibuk untuk mencari kesalahan dan kekurangan orang lain, dari pada fokus pada hidup kita sendiri.

Orang yang toxic akan mengekspresikan amarah, kecewa, dan benci pada orang lain atau di media sosial, sehingga membuat orang lain menjadi tidak nyaman. Mereka menjadi self-centered, seolah mereka yang paling menderita dan ingin dimengerti orang lain tanpa memahami terlebih dahulu.

Mereka juga lebih suka komunikasi pasif agresif. Menurut Sue Hadfield & Gill Hasson dalam buku Cara Bersikap tegas dalam Segala Situasi, perilaku pasif-agresif mengekspresikan permusuhan dan kebencian terhadap orang lain dengan cara pasif karena tidak ingin dianggap kasar dan egois. Mereka akan memanfaatkan orang lain, menyabotase, playing victim atau menyindir di media sosial atau secara langsung.

Orang toxic tidak mau mengakui kalau mereka salah, tidak mau meminta maaf saat merugikan orang lain. Mereka akan defensif saat telat, tidak mengumpulkan tugas, menunda pekerjaan, atau tidak tepat janji. Mereka lebih mudah untuk mencari alasan untuk mengelak dari pada meminta maaf.

Ciri lainnya adalah tidak dapat menghargai privasi orang lain dan menjadi posesif. Mereka selalu ingin terlibat dalam kehidupan orang lain sekalipun itu urusan yang bersifat privat. Mereka menginginkan kontrol atas orang lain, sehingga ketika kita menolak ajakan atau permintaannya, kita akan dibuat merasa bersalah.

Mereka juga susah berempati, memahami perasaan dan perspektif orang lain. Mereka berpikir bahwa apa yang mereka lakukan dan rasakan adalah yang paling benar. Perbedaan dipandang sebagai tanda serangan dan permusuhan. Mereka sudah mendengarkan orang lain, lebih suka didengarkan atau bahkan seringkali mensabotase percakapan.

Sehingga mereka senang merendahkan orang lain yang tidak sepihak atau sepemikiran dengan mereka. Sifat egosentris ini menjadikannya sebagai pihak yang dianggap terbaik atau lebih baik dari orang lain. Mereka mudah untuk mengecilkan kondisi, perasaan dan masalah orang lain.

Sifat terakhir, yaitu tidak senang saat melihat orang lain senang. Mereka akan iri pada kehidupan, pencapaian dan kesuksesan orang lain. Tidak senang saat orang lain mendapat kesenangan karena dia tidak terlibat di dalamnya. Hal ini yang membuatnya susah untuk memvalidasi dan mengapresiasi pencapaian orang lain.

Butuh kejujuran dan keberanian untuk mengakui bahwa kita memiliki sifat toxic. Ketika kita sudah mengakui, maka kita akan lebih mudah untuk menyembuhkan diri. Proses ini tidak mudah, mungkin ada rasa bersalah, marah, sedih dan kecewa pada diri sendiri dan orang lain. Tapi, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki hubungan dengan diri sendiri dan orang lain. []

Tags: Hubungan BeracunKesehatan Mentalmedia sosialperempuanpsikologiToxic Relationship
Wanda Roxanne Ratu Pricillia

Wanda Roxanne Ratu Pricillia

Wanda Roxanne Ratu Pricillia adalah alumni Psikologi Universitas Airlangga dan Mahasiswa Kajian Gender Universitas Indonesia. Tertarik pada kajian gender, psikologi, kesehatan mental, bencana dan literasi. Sekarang bergabung dengan komunitas Puan Menulis.

Terkait Posts

Media Sosial

Etika Menyampaikan Kritik di Media Sosial

5 Juli 2022
Kehilangan Jati Diri

Benarkah Semakin Feminis Seseorang, Mengalami Kehilangan Jati Diri?

4 Juli 2022
Perbuatan Baik

Bagaimana Menyikapi Perbuatan Baik yang Bertepuk Sebelah Tangan?

1 Juli 2022
Obrolan Menarik

Pergolakan Hidup Perempuan dan Obrolan Menarik Bersamanya

30 Juni 2022
Perempuan yang tidak sempurna

Tetap Bangga dan Bahagia Menjadi Perempuan yang Tidak Sempurna

29 Juni 2022
Dampak Negatif Skincare

Dampak Negatif Skincare terhadap Ekosistem Bumi

28 Juni 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Istri Menggugat Cerai Suami

    Berdosakah Istri Menggugat Cerai Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Beban Ganda Perempuan, Bagaimana Solusinya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Akhlak Nabi Saw dengan Orang yang Berbeda Agama (Fase Mekkah)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masjid Ramah Lingkungan: Upaya Konservasi Alam dari Tempat Ibadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peristiwa Sa’i Kisah Sang Ratu Zamzam yang Sarat Hikmah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bacaan Niat Puasa Tarwiyah dan Arafah
  • Beban Ganda Perempuan, Bagaimana Solusinya?
  • Keutamaan Puasa Tarwiyah dan Arafah di Bulan Dzulhijjah
  • Masjid Ramah Lingkungan: Upaya Konservasi Alam dari Tempat Ibadah
  • Rasulullah Saw Meminta Umatnya Hentikan Kezaliman dan Wujudkan Keadilan

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist