Rabu, 3 September 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    Mahfud MD

    Mahfud MD Ungkap Masalah Utama Bangsa, Beberkan Cara Gus Dur Tangani Krisis dan Demo

    Bersaudara dengan Alam

    GUSDURian Ajak Manusia Kembali Bersaudara dengan Alam

    Perguruan Tinggi

    GUSDURian dan 31 Rektor se-Indonesia Dorong Perguruan Tinggi Desain Kampus Ramah Lingkungan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Mereset Hidup

    Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

    Tuntutan 17+8

    Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

    Demo dan Kemerdekaan

    Demo dan Kemerdekaan: Luka di Balik 80 Tahun Kemerdekaan

    Affan Kurniawan

    Affan Kurniawan dan Ketidakadilan yang Kasat Mata

    Gusdurian

    Gusdurian di Mata Seorang Warga Muhammadiyah

    Tragedi Ojek Online

    Sudah Ditindas, Masih Dilindas Pula: Tragedi Ojek Online sebagai Cerminan Kegagalan Negara dalam Mewujudkan Keadilan Sosial

    The Power Of Emak-emak

    The Power of Emak-emak Demokrasi: Hidup Perempuan yang Melawan!

    Demokrasi yang

    Di Tengah Krisis Demokrasi dan Kemarahan Rakyat, Apa yang Harus Kita Lakukan?

    Kisah Getir Ojol

    Kisah Getir Ojol, Affan, dan Kemanusiaan yang Tertinggal

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Teori Peradaban Ibnu Khaldun

    Membaca Indonesia melalui Lensa al-‘Umrān: Teori Peradaban Ibnu Khaldun dan Relevansinya Hari Ini

    Janin dari

    Tahapan Pertumbuhan Janin: Dari Mudghah hingga Khalqan Akhar

    Pertumbuhan

    Memahami Proses Pertumbuhan Janin dalam Al-Qur’an

    Perubahan Ibu hamil

    4 Perubahan Fisik dan Psikis yang Dialami Ibu Hamil

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi dan Solidaritas Perempuan Lintas Dimensi

    Kekurangan Gizi

    6 Risiko Kekurangan Gizi Pada Masa Kehamilan

    Gizi bayi

    Ketika Kekurangan Gizi pada Ibu Hamil dapat Mengancam Kehidupan Ibu dan Bayi

    gizi

    Empat Sehat Lima Sempurna: Kunci Asupan Gizi Ibu Hamil

    Gizi

    Menjaga Kesehatan Ibu dan Janin melalui Asupan Gizi yang Tepat

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    Mahfud MD

    Mahfud MD Ungkap Masalah Utama Bangsa, Beberkan Cara Gus Dur Tangani Krisis dan Demo

    Bersaudara dengan Alam

    GUSDURian Ajak Manusia Kembali Bersaudara dengan Alam

    Perguruan Tinggi

    GUSDURian dan 31 Rektor se-Indonesia Dorong Perguruan Tinggi Desain Kampus Ramah Lingkungan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Mereset Hidup

    Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

    Tuntutan 17+8

    Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

    Demo dan Kemerdekaan

    Demo dan Kemerdekaan: Luka di Balik 80 Tahun Kemerdekaan

    Affan Kurniawan

    Affan Kurniawan dan Ketidakadilan yang Kasat Mata

    Gusdurian

    Gusdurian di Mata Seorang Warga Muhammadiyah

    Tragedi Ojek Online

    Sudah Ditindas, Masih Dilindas Pula: Tragedi Ojek Online sebagai Cerminan Kegagalan Negara dalam Mewujudkan Keadilan Sosial

    The Power Of Emak-emak

    The Power of Emak-emak Demokrasi: Hidup Perempuan yang Melawan!

    Demokrasi yang

    Di Tengah Krisis Demokrasi dan Kemarahan Rakyat, Apa yang Harus Kita Lakukan?

    Kisah Getir Ojol

    Kisah Getir Ojol, Affan, dan Kemanusiaan yang Tertinggal

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Teori Peradaban Ibnu Khaldun

    Membaca Indonesia melalui Lensa al-‘Umrān: Teori Peradaban Ibnu Khaldun dan Relevansinya Hari Ini

    Janin dari

    Tahapan Pertumbuhan Janin: Dari Mudghah hingga Khalqan Akhar

    Pertumbuhan

    Memahami Proses Pertumbuhan Janin dalam Al-Qur’an

    Perubahan Ibu hamil

    4 Perubahan Fisik dan Psikis yang Dialami Ibu Hamil

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi dan Solidaritas Perempuan Lintas Dimensi

    Kekurangan Gizi

    6 Risiko Kekurangan Gizi Pada Masa Kehamilan

    Gizi bayi

    Ketika Kekurangan Gizi pada Ibu Hamil dapat Mengancam Kehidupan Ibu dan Bayi

    gizi

    Empat Sehat Lima Sempurna: Kunci Asupan Gizi Ibu Hamil

    Gizi

    Menjaga Kesehatan Ibu dan Janin melalui Asupan Gizi yang Tepat

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Menguatkan Peran Ibu Nyai Pesantren dengan Penulisan Ulang Sejarah Ulama Perempuan

Menulis sejarah ulama perempuan bukan sekadar kerja dokumentatif, melainkan jihad intelektual, ziarah spiritual, dan politis.

Shella Carissa Shella Carissa
20 Juli 2025
in Publik, Rekomendasi
0
Sejarah Ulama Perempuan

Sejarah Ulama Perempuan

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sejarah ulama perempuan bukan hanya sekadar catatan masa lalu. Ia adalah cermin identitas, penentu arah, dan fondasi kebudayaan suatu banga. Dalam konteks keulamaan di Indonesia, sejarah selama ini lebih banyak merekam kiprah ulama laki-laki, sementara jejak kontribusi ulama perempuan justru tenggelam dalam diam dan kesunyian.

Padahal, dalam lipatan tersembunyi sejarah kolonial, perempuan Indonesia telah memainkan peran signifikan dalam gerakan dakwah, pendidikan, hingga perlawanan terhadap ketidakadilan sosial dan politik. Menulis ulang sejarah ulama perempuan pada masa kolonial bukan hanya soal membongkar masa lalu yang terabaikan, melainkan juga tindakan strategis untuk memperkuat keberadaan ulama perempuan di masa kini.

Ulama perempuan masa kini pun, mulai bermunculan ketika ulama-ulama perempuan pada masa lalu tidak hanya tersimpan di arsip, tapi mulai digaungkan dan dikenalkan sebagai pejuang bangsa.

Ibu Nyai: Meniti Jalan ke Panggung Keulamaan

Dalam hal ini aku menilik Ibu Nyaiku, Ny. Hj. Masriyah Amva. Sebagai salah satu santri beliau, aku tahu bahwa perjalanan dari mulai kematian suaminya, Ibunda menjadi begitu rapuh. Bagiku kisah beliau adalah contoh nyata bagaimana peran perempuan dalam kepemimpinan pesantren sering kali dipandang sebelah mata.

Beliau menghadapi kepercayaan publik yang nyaris runtuh atas pondok pesantren yang dibangun bersama mendiang suaminya, KH. Muhammad—karena posisi kepemimpinan sering kali dianggap hak prerogatif laki-laki.

Namun, alih-alih menyerah, beliau menguatkan tekad, membangun kemandirian ekonomi, dan menyusun ulang strategi kepemimpinan. Bahkan sebelum kepergian suami, beliau sudah menyiapkan mental dan finansialnya.

Di sinilah letak kekuatan beliau, tidak hanya sebagai istri seorang kiai, melainkan juga sebagai pemimpin sejati. Membangun tangga untuk menjejak langkah keulamaan perempuan yang mulia. Menjadi manusia sejati yang turut andil memberi manfaat bagi umat.

Menelusuri Jejak-jejak yang Terhapus

Memang tidak mudah dan jarang sekali seorang perempuan memimpin pesantren. Rekam jejak masa lalu pun mengenalkan Pejuang Muslimah seperti Nyi Ageng Serang, Nyi Ahmad Dahlan, Nyi Siti Walidah, Rahmah El Yunusiyyah, atau Nyai Khairiyah Hasyim yang telah berkontribusi dalam pendidikan, penyebaran Islam, hingga perjuangan kemerdekaan, dalam sejarah sering kali menempatkan mereka dalam posisi marginal, atau sekadar sebagai pendamping tokoh laki-laki.

Penulisan sejarah yang bias gender ini membuat generasi muda—terutama perempuan—kehilangan figur panutan yang mewakili mereka dalam tradisi keulamaan. Karenanya penulisan ulang sejarah ulama perempuan bukan hanya koreksi akademik, tetapi juga satu langkah terdepan menelusuri jejak-jejak yang terhapus.

Mengukuhkan Peran Sebagai Pemimpin Pesantren

Seperti hanya tokoh-tokoh di atas, Ibunda pun bernasib demikian. Beliau ditempatkan sebagai sosok pendamping. Namun nyatanya, beliau sudah membekali diri dengan teori gender yang mungkin tidak pernah beliau dengar dalam jenjang pendidikan.

Bahwa perempuan harus bersiap akan empat hal: pertama, bersiap ketika suatu saat suami meninggal, kedua, suatu saat ketika terjadi perceraian, ketiga, bersiap ketika suami sakit, dan keempat, bersiap jika suatu saat suami tidak mampu memberi nafkah atau tidak bekerja. Karenanya, beliau sudah mempersiapkan diri akan hal itu dengan terus bekerja keras dan menangguhkan diri sebelum suaminya meninggal pada 20 tahun silam.

Dalam bukunya beliau juga bercerita bahwa sudah memulai usaha kecil-kecilan untuk menghidupi anak-anaknya dan biaya berobat sang suami. Terkait hal ini, jelas bahwa beliau sudah mandiri secara ekonomi tanpa bergantung pada Sang Kiai yang tengah sakit.

Hingga kepergiannya, Ibunda semakin menguatkan tekad untuk melanjutkan pesantren yang beliau bangun berdua bersama suaminya. Namun tatkala warga dan wali santri tak lagi mempercayainya, beliau mulai mengadu kepada Yang Kuasa serta lebih gigih membangun kepercayaan dan membuktikan jika beliau bisa.

KUPI Sebagai Fondasi Keulamaan Perempuan

Adanya Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) Tahun 2017 menguatkan kiprah Ibunda sebagai pemimpin hingga menjadi ulama perempuan. Lambat laun, warga mulai melirknya dan mulai mempercayakan anaknya untuk mesantren di pondoknya. Semakin lama, ulama-ulama perempuan bermunculan. Terkhusus perempuan pemimpin pesantren yang menciptakan metode pembelajaran, hingga menjadi tokoh inovatif dan inspiratif.

Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) tahun 2017 menjadi titik balik yang menegaskan peran beliau sebagai ulama perempuan yang diakui secara luas. Lambat laun, masyarakat mulai percaya kembali pada kepemimpinan Ibunda. Santri berdatangan. Pesantren bangkit. Dan Ibu Nyai tak lagi sekadar “istri kiai”, tapi sebagai pemimpin perempuan hingga berhasil menjadi ulama perempuan.

Dampak Historis pada Keulamaan Masa Kini

Pada kenyataannya, dampak dari tersembunyinya kiprah ulama perempuan pada masa lalu berimbas pada Ulama perempuan masa kini. Mereka menghadapi tantangan kompleks: tafsir agama yang bias, politik identitas, hingga resistensi sosial terhadap kepemimpinan perempuan. Tanpa sejarah yang merekam eksistensi ulama perempuan terdahulu, perjuangan mereka seolah tidak memiliki akar.

Dalam situasi seperti ini, sejarah bisa menjadi sumber kekuatan. Ketika perempuan masa kini mengetahui bahwa mereka memiliki warisan intelektual dan spiritual dari para ulama perempuan terdahulu, niscaya rasa percaya diri dan legitimasi sosial mereka menguat. Dengan menyadari bahwa mereka adalah bagian dari mata rantai perjuangan, para Ibu Nyai hari ini pun dapat membangun otoritas moral dan spiritual yang kokoh.

Fondasi untuk Keulamaan Masa Kini

Kehadiran ulama perempuan di masa kolonial juga bukanlah pengecualian, melainkan bagian dari struktur sosial keagamaan yang hidup. Mereka mengajar di pesantren, menjadi pendakwah, bahkan membentuk lembaga pendidikan.

Sayangnya kolonialisme tidak hanya menggerus kedaulatan bangsa, tetapi juga turut menundukkan narasi perempuan. Maka menulis ulang sejarah ulama perempuan adalah upaya membebaskan narasi dari kungkungan nasionalisme maskulin.

Hal ini sebagaimana yang disebutkan Marzuki Wahid dalam seminar Halaqah Nasional Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia pada 6 Juli 2025, bila sejarah masa lalu harus dikembalikan pada mereka yang berhak. Sehingga bisa berlanjut hingga masa kini dan menjadi bidak kesadaran baru untuk memberi panggung bagi perempuan.

Menyingkap Lembar yang Terlupakan

Menulis ulang sejarah ulama perempuan juga memberikan perspektif alternatif dalam memahami Islam yang adil gender. Kita tidak hanya meneladani perjuangan, tetapi juga menghidupkan metodologi dan semangat ijtihad yang dulu dilakukan para perempuan dalam kondisi serba terbatas.

Inilah yang kita butuhkan untuk membentuk ulama perempuan yang tidak hanya paham kitab, tetapi juga mampu berdiri tegas dalam pusaran perubahan zaman. Tentunya hal tersebut juga berdampak pada Ibu Nyai pengasuh pesantren pada masa kini.

Menulis sebagai Tindakan Kritis dan Spiritual

Menulis sejarah ulama perempuan bukan sekadar kerja dokumentatif, melainkan jihad intelektual, ziarah spiritual, dan politis. Ia menjadi bentuk penghormatan terhadap ilmu, perjuangan, dan warisan yang sempat terkubur dalam diam.

Dengan menuliskannya kembali, kita menantang struktur sejarah yang selama ini maskulin dan membuka ruang baru dalam khazanah keislaman Indonesia. Tentunya juga memberikan jalan dan akses bagi ulama perempuan terkhusus Nyai-nyai masa kini serta memperluas cakrawala santri. Memahamkan khalayak umum bahwa menjadi ulama perempuan adalah mungkin, sah, dan perlu dukungan.

Sejarah yang timpang akan menghasilkan bangunan keulamaan yang rapuh. Oleh karena itu, menulis ulang sejarah ulama perempuan menjadi kebutuhan mendesak dan urgensi bagi eksistensi keilmuwan di pesantren.

Bagi santri dan santriwati, juga bagi pengasuh, terlebih Ibu Nyai yang meniti jalan kepemimpinan sendiri secara mandiri. Ini adalah cara kita memastikan bahwa pondasi keulamaan masa depan dibangun secara utuh—dengan kehadiran perempuan sebagai pelaku utama, bukan hanya pendamping.

Menyusun Ulang Fondasi Keulamaan Indonesia

Dengan ini kita harus memahami bahwa sejarah adalah fondasi. Ketika fondasi itu timpang, bangunan keulamaan kita pun mudah goyah.

Potret tersebut menguatkan peran bahwa pemimpin pesantren tidak hanya bagi laki-laki, melainkan perempuan pun bisa dan mampu. Yang mereka mengebutnya, dengan kata “Ibu Nyai.”

Mari kita rawat sejarah ini sebagai bahan bakar keberlanjutan perjuangan. Karena dari pesantren, Ibu Nyai telah membuktikan: perempuan bisa memimpin, mendidik, dan menanamkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin. []

Tags: Ibu NyaiKongres Ulama Perempuan IndonesiaPenulisan Sejarah PerempuanPondok PesantrenSejarah Ulama Perempuan
Shella Carissa

Shella Carissa

Masih menempuh pendidikan Agama di Pondok Kebon Jambu Al-Islamy dan Sarjana Ma'had Aly Kebon Jambu. Penikmat musik inggris. Menyukai kajian feminis, politik, filsafat dan yang paling utama ngaji nahwu-shorof, terkhusus ngaji al-Qur'an. Heu.

Terkait Posts

Nyai Hindun Anisah
Figur

Nyai Hindun Anisah Torehkan Prestasi Lewat Disertasi tentang Gerakan Ulama Perempuan Indonesia

24 Agustus 2025
Dhawuh
Personal

Di Bawah Bayang-bayang Dhawuh Kiai: Bagian Dua

19 Agustus 2025
Sejarah Ulama Perempuan
Personal

Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan

15 Agustus 2025
Sejarah Perempuan Madura
Figur

Membicarakan Sosok Rato Ebu dalam Sejarah Perempuan Madura

7 Agustus 2025
Ikrar Kesetiaan KUPI
Pernak-pernik

Ketika Wisudawan Ma’had Aly Kebon Jambu Membaca Ikrar Kesetiaan KUPI, Bikin Merinding!

27 Juli 2025
Ikrar KUPI
Personal

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Makna Kemerdekaan

    Makna Kemerdekaan di Mata Rakyat: Antara Euforia Agustus dan Realitas Pahit

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia
  • Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz
  • Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus
  • Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8
  • Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID