• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Mengulik Sejarah Hari Gizi Nasional dan Masalah Stunting di Indonesia

Fenomena stunting pada anak dapat menyebabkan kerugian negara sampai sekitar Rp300 triliun per tahun, sebab stunting berkelindan dengan produktivitas individu

Hasna Azmi Fadhilah Hasna Azmi Fadhilah
25/01/2023
in Featured, Publik
0
Hari Gizi Nasional

Hari Gizi Nasional

681
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – 73 tahun lalu, masalah gizi menjadi problematika yang mendapatkan perhatian besar dari pemerintah hingga mendorong penetapan hari gizi nasional. Saat itu, Menteri Kesehatan Dokter J Leimena, yang selanjutnya didapuk sebagai Bapak Gizi Indonesia mengangkat Prof. Poorwo Soedarmo sebagai kepala  Lembaga Makanan Rakyat (LMR).

Sejarah Hari Gizi Nasional

Pada tahun 1950, Lembaga Makanan Rakyat mendapat tugas untuk mempelajari kesehatan penduduk dalam hubungannya dengan makanan, serta memperbaiki konsumsi makanan agar dapat meningkatkan taraf kesehatan penduduk. Terlebih waktu itu busung lapar, defisiensi vitamin A hingga angka kematian ibu dan anak masih sangat tinggi.

Banyaknya permasalahan gizi kemudian mendorong analisa permasalahan. Selanjutnya menemukan bahwa beberapa penyebabnya antara lain: produksi pangan nasional masih di bawah kebutuhan penduduk, serta kurangnya pengetahuan orangtua terkait pemenuhan gizi anak.

Berdasarkan latar belakang tersebut, pemerintah kemudian menginisiasi sejumlah kebijakan. Salah satunya melalui pengkaderan tenaga gizi. Agen pemerintah ini dalam beberapa tahun ke depan akan membantu pemerintah dalam menyebarluaskan informasi kesehatan di tingkat lokal.

Tidak hanya berhenti sampai di situ, pemerintah juga mendirikan Sekolah Juru Penerang Makanan oleh LMR yang selanjutnya menjadi tonggak penetapan hari gizi nasional pada tanggal 25 Januari 1951.

Baca Juga:

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

Masalah Stunting di Indonesia

Meski hari gizi nasional terus kita peringati dari tahun ke tahun. Nyatanya permasalahan gizi di Indonesia masih terus ada. Salah satunya adalah problematika stunting.

Stunting merujuk pada masalah kurang gizi dan nutrisi kronis yang tertandai dengan tinggi badan anak lebih pendek dari standar anak seusianya. Beberapa anak yang menderita stunting memiliki tanda-tanda berikut: mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Seperti lambat berbicara atau berjalan, hingga sering mengalami sakit.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), angka prevalensi balita stunting di tahun 2018 mencapai 30,8 persen. Artinya satu dari tiga balita mengalami stunting. Tiga tahun kemudian, angkanya memang turun menjadi 24,4%. Namun pencapaian ini masih membuat Indonesia menjadi negara dengan beban stunting tertinggi ke-2 di Kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia.

Ketua Umum Indonesia Healthcare Forum (IndoHCF) Dr dr Supriyantoro SpP MARS mengatakan kasus stunting atau kegagalan tumbuh kembang anak akibat malnutrisi kronis di Indonesia bukan hanya keluarga pra sejahtera saja yang mengalaminya. Keluarga kaya bahkan dapat memiliki anak dengan gejala stunting karena tidak memahami pemenuhan gizi yang baik pada anak. Seperti pemberian makanan dan minuman instan (junk food) tanpa memperhatikan dampak buruknya.

Selain karena kurangnya informasi pada masyarakat tentang pentingnya memperhatikan asupan gizi, pasangan muda juga kerap melalaikan kebersihan diri pada ibu hamil dan anak di bawah usia dua tahun.

Pemenuhan gizi yang calon orangtua ketahui hanya sebatas ibu makan kenyang. Tapi ternyata asupan yang ibu konsumsi ternyata tidak membantu peningkatan taraf kesehatan pada ibu dan buah hati. Padahal mencukupi kebutuhan anak tidak bisa hanya ketika dia sudah lahir saja. Tapi harus mengupayakannya semenjak hamil, yang kemudian berlanjut lagi saat anak sudah keluar dari janin ibu

Mencegah Stunting

Oleh karenanya mencegah stunting dapat kita mulai dengan mengawal 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dengan program pemberian makan bayi dan anak (PMBA) termasuk ASI Eksklusif, makanan pendamping ASI, dan menyusui sampai 2 tahun atau lebih. Pekerjaan rumah ini tidak bisa pemerintah kerjakan sendiri. Pasangan suami istri beserta keluarga besar harus bahu-membahu mengupayakan pembentukan generasi penerus yang sehat dan cukup gizi.

Mengapa perlu banyak pihak mengupayakan kesehatan anak secara berkelanjutan?

Hal ini berkaitan dengan efek domino dari stunting itu sendiri. Anak dengan kondisi stunting cenderung memiliki tingkat kecerdasan yang rendah. Tidak hanya itu, pada usia produktif, individu yang pada balita mengalami kondisi stunting biasanya berpenghasilan 20 persen lebih rendah.

Jika diruntut hingga skala nasional, fenomena stunting pada anak dapat menyebabkan kerugian negara sampai sekitar Rp300 triliun per tahun, sebab stunting berkelindan dengan produktivitas individu.

Ketika banyak anak mengalami kondisi stunting di masa kecil, situasi tersebut mempengaruhi perkembangan fisik dan kognitifnya. Sehingga berakibat pada tingkat kecerdasannya yang mudah terserang penyakit tidak menular ketika dewasa. Orang-orang dewasa ini lah yang memiliki kualitas produktivitas rendah meski durasi produktivitasnya tinggi.

Secara berjenjang, efek buruk stunting akibat tidak maksimalnya produktivitas dapat menurunkan produk domestik bruto negara sebesar 3 persen. Menilik kondisi tersebut, tak heran sampai ada pepatah yang mengatakan, “it takes a village to raise a child”, karena memang membesarkan anak adalah upaya bersama semua pihak. (bebarengan)

 

 

 

 

Tags: anakGizi BurukHari Gizi NasionalIbuIndonesiakesehatanStunting
Hasna Azmi Fadhilah

Hasna Azmi Fadhilah

Belajar dan mengajar tentang politik dan isu-isu perempuan

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version