• Login
  • Register
Selasa, 28 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Menyelami Telaga Kebahagiaan Sebelum Menikah

Menikah dan membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah menjadi impian setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan.

Sulma Samkhaty Maghfiroh Sulma Samkhaty Maghfiroh
25/04/2021
in Keluarga
0
Menikah

Menikah

981
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Menikah dan membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah memang menjadi impian setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Banyak yang tidak sabar untuk memulai kehidupan berumah tangga, ada pula yang justru melihat pernikahan sebagai momok yang menakutkan. Visi dan misi pernikahan acap kali luput dari pembicaraan di awal perkenalan, menyebabkan percekcokan pasca menikah antara suami istri kerap terjadi dan berakhir dengan putusan perceraian dari pengadilan.

Kyai Faqihuddin Abdul Qadir, mengajak kita untuk menyelami “Telaga Kebahagiaan” (Manbau-s-sa’adah) sejak sebelum menikah. Beliau melihat bahwa persamaan prinsip, visi dan misi dari calon suami istri dalam relasi kehidupan berumah tangga adalah hal-hal yang sangat penting. Agar tidak ada penyesalan setelah pernikahan terjadi, juga tidak ada ketakutan sebelum itu terjadi. Karena kesemuanya dapat dibicarakan sejak awal, dengan menyelami Telaga Kebahagiaan bersama-sama misalnya.

“Telaga Kebahagiaan” telah menyebutkan ada lima buah prinsip-prinsip dasar dalam pernikahan. Satu, tujuan pernikahan adalah mencapai kemaslahatan. Dua, pernikahan ibarat dua sisi mata uang, dapat menjadi maslahat dan mudharat. Tiga, muqaddimah (pengantar) pernikahan. Empat, keikhlasan dan keridhaan. Lima, menumbuhkan cinta dan kasih sayang terus menerus. Nyai Yulianti Muthmainnah, pada kelas intensif Ramadhan kembali menjelaskan kelima prinsip itu dalam uraian yang menarik.

Nyai Yulianti Muthmainnah menjelaskan bahwa berdasarkan kitab Manbau-s-sa’adah, kemaslahatan yang menjadi tujuan pernikahan adalah kondisi bahagia dan membahagiakan kedua pasangan suami dan istri. Karena sejatinya pernikahan dapat menjadi maslahat  jika tujuannya untuk bersenang-senang pada pemenuhan hak biologis secara makruf atas dasar ridha dan ikhlas dari keduanya. Dan menjadi mudharat jika niatnya untuk menguasai tubuh pasangan, mengontrol hidupnya, melakukan kekerasan dalam perkawinan hingga berdampak pada penzaliman atas pasangan.

Telaga Kebahagiaan dalam muqaddimah (pengantar) pernikahan juga menjelaskan bahwa sejatinya pernikahan didasarkan pada nilai-nilai moralitas, ketakwaan dan rasa takut pada Allah Swt. Takut dan takwa hanya kepada Allah, bukan kepada pasangan. Hal ini disambung dengan prinsip keikhlasan dan keridhaan dari dua belah pihak, khususnya perempuan.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Romantisasi Pernikahan Sederhana tanpa Mengurangi Esensinya
  • Kritik Ibn Hazm aẓ-Ẓahiri Terhadap Ulama yang Membolehkan Pernikahan Tanpa Wali
  • Dalam Akad Nikah, Mempelai Perempuan adalah Khalifah Allah
  • Sikap Laki-laki terhadap Perempuan Tentukan Kualitas Iman dan Takwa

Baca Juga:

Romantisasi Pernikahan Sederhana tanpa Mengurangi Esensinya

Kritik Ibn Hazm aẓ-Ẓahiri Terhadap Ulama yang Membolehkan Pernikahan Tanpa Wali

Dalam Akad Nikah, Mempelai Perempuan adalah Khalifah Allah

Sikap Laki-laki terhadap Perempuan Tentukan Kualitas Iman dan Takwa

Bahkan dalam hal keikhlasan dan keridhaan, seorang ayah tidak diperbolehkan untuk menggunakan kekuasannya untuk memaksa anak perempuannya yang sudah baligh dan berakal untuk menyerahkan hartanya pada orang yang tidak disukainya. Karena hal ini akan sangat berpengaruh pada prinsip kelima yang tertulis pada kitab Manbau-s-sa’adah, yakni menumbuhkan cinta dan kasih sayang secara terus menerus, secara kesalingan. Jelas jika hal ini akan mustahil dapat terwujud jika tidak ada keikhlasan dan keridhaan dari keduanya.

Selain itu, merujuk pada kitab Manbau-s-sa’adah (Telaga Kebahagiaan), Nyai Yulianti Muthmainnah menyatakan ada empat tahapan penting yang perlu diketahui oleh calon pasangan suami istri sebelum menikah. Yakni ta’aruf (perkenalan), khitbah (lamaran/pertunangan), perjanjian pernikahan, dan akad nikah. Lantas apa saja yang dapat dilakukan oleh perempuan pada tiap tahapan itu? Mengingat relasi kesalingan adalah kunci dasar terwujudnya keluarga bahagia lagi membahagiakan. Berikut penjelasan Nyai Yulianti Muthmainnah dalam penjabaran masing-masing tahapan sebelum menikah.

Pada tahap ta’aruf, adalah momentum keduanya untuk saling mengenal, membagun kesepakatan antara kedua belah pihak yang akan menikah. Dengan mendiskusikan hal-hal yang belum terjadi di masa depan dengan penuh kesadaran atas konsekuensi yang akan muncul dari keputusan itu, seperti siapa yang akan mengasuh anak pasca menikah? Atau jika istri mendapat promosi jabatan dan penghasilan lebih tinggi dari suami, bagaimana sikap suami? Bahkan jika seandainya istri mengalami disabilitas karena kecelakaan dan sebagainya, apakah suami akan tetap menetap atau akan meninggalkannya?

Sedangkan pada tahap khitbah (lamaran atau pertunangan), keduanya mulai mendiskusikan relasi yang lebih personal, seperti berapa anak yang akan dilahirkan setelah menikah? Alat kontrasepsi apa yang akan dipakai untuk mengatur kehamilan? Seberapa besar istri dapat mengontrol dirinya untuk memilih kapan ia akan hamil? Bagaimana dengan masa penyusuan anak?

Selanjutnya pada tahap perjanjian pernikahan, sesungguhnya perempuan mempunyai hak untuk mengajukan perjanjian itu. Seperti perjanjian yang ditujukan kepada calon suami bahwa tidak poligami menjadi syarat sah untuk pernikahan mereka, hal itu diperbolehkan dan hukumnya sah-sah saja serta tidak dianggap menyalahi agama. Dalam kompilasi hukum Islam, perjanjian pernikahan juga diakomodir oleh negara sebagaimana yang ada dalam fiqih, seperti jika istri tidak diberikah nafkah selama enam bulan, maka jatuhlah talak satu.

Yang terakhir pada prosesi akad nikah, ada baiknya mempelai perempuan dihadirkan di meja akad, agar akad nikah tidak hanya terlihat sebagai transaksi tiga laki-laki, yakni mempelai laki-laki, saksi yang juga laki-laki, dan wali nikah yang merupakan laki-laki juga. Karena hadirnya mempelai perempuan di meja akad, cukup membuktikan bagaimana perempuan dipandang sebagai individu mandiri yang mampu bertanggungjawab atas dirinya sendiri.

Juga sebagai manusia yang utuh secara fisik, intelektual dan spiritual. Sehingga tidak hanya menjadikan perempuan sebagai objek pada acara pernikahannya, melainkan melibatkannya sebagai subjek yang berkontribusi aktif di dalamnya. Bukankah semua ini merupakan langkah awal dari terbentuknya keluarga sakinah, mawaddah, warahmah? []

Tags: akad nikahJanji pernikahanKelas Intensif RamadanNgaji Kitab Manba'ussa'adahRamadan 1442 H
Sulma Samkhaty Maghfiroh

Sulma Samkhaty Maghfiroh

Penulis Merupakan Anggota Komunitas Puan Menulis, dan berasal dari Ungaran Jawa Tengah

Terkait Posts

Bapak Rumah Tangga

Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?

28 Maret 2023
Sahabat bagi Anak

Wahai Ayah dan Ibu, Jadilah Sahabat Bagi Anakmu!

25 Maret 2023
Marital Rape

Marital Rape itu Haram, Kok Bisa?

21 Maret 2023
Dinafkahi Istri

Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?

20 Maret 2023
Generasi Strawberry

Self Diagnose, Parenting, dan Labelling: Penyebab Munculnya Generasi Strawberry

16 Maret 2023
Positive Vibes Keluarga

Pentingnya Kesalingan Membentuk Positive Vibes Keluarga

15 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tradisi di Bulan Ramadan

    Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Flexing Ibadah selama Ramadan, Bolehkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puasa Dalam Perspektif Psikologi dan Pentingnya Pengendalian Diri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Pada Awalnya Asing
  • Jalan Tengah Pengasuhan Anak
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist