Kaum buruh selama ini tertindas oleh berbagai macam kebijakan baik yang dikeluarkan oleh perusahaan maupun pemerintah.
Mubadalah.id – Saya mendapatkan satu kesempatan berharga untuk bisa berpartisipasi dalam kegiatan Kalabahu (Karya Latihan Bantuan Hukum) LBH Bandung. Sebuah sistem kaderisasi dari LBH Bandung untuk memperjuangkan dalam membela kaum-kaum tertindas dan terpinggirkan.
Salah satu fase dari rangkaian kegiatan Kalabahu khas dari LBH adalah fase Live in. Live in merupakan tahapan untuk ikut terlibat dalam kegiatan di lembaga dampingan LBH. Lembaga dampingan LBH adalah mereka yang rawan mengalami konflik hukum yang diakibatkan oleh kebijakan yang bersifat struktural.
Saya kebetulan mendapatkan kesempatan Live in di Serikat Buruh Independen Taekwang (SBIT) Subang. SBIT Subang ini tergabung dalam Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Independen (KASBI), sebuah Konfederasi yang menaungi gerakan-gerakan perjuangan kaum buruh dalam memperjuangkan hak-haknya.
Terbentuknya SBIT-KASBI
SBIT-KASBI Subang terbentuk dari keresahan akan minimnya kesadaran buruh untuk berserikat. Tanpa berserikat, buruh rentan akan penindasan dan ketidakadilan selama bekerja. Dan serikat adalah wadah perjuangan yang bisa ditempuh kaum buruh untuk menyuarakan dan memperjuangkan hak-haknya.
Selama ikut berkegiatan di SBIT-KASBI ini, saya banyak menemukan hal-hal yang tidak bisa saya akses selama sekolah dan kuliah. Dari buruh saya banyak menyadari bahwasanya cita-cita bangsa dalam rangka mewujudkan kesejahteraan, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mewujudkan keadilan sosial masih jauh panggang dari api.
Melihat keadaan buruh saat ini, dengan angka rasio upah yang sangat minim sangat berbanding terbalik dengan harga-harga barang kebutuhan pokok yang makin melonjak. Oleh sebab itu, secara konsisten buruh terus menuntut peningkatan rasio upah demi terpenuhinya kebutuhan hidup layak mereka.
Selain itu, jaminan kerja yang layak serta jaminan keselamatan kerja juga turut menjadi perhatian dari serikat. Ancaman PHK sepihak, lembur tidak dibayar, dipersulitnya pengambilan cuti dan ancaman kebebasan berserikat adalah masalah lain yang sering kali menghantui kaum buruh.
Oleh sebab itu, advokasi dari serikat menjadi poin penting supaya hak-hak pekerja bisa terakomodasi dengan layak. Melalui pendidikan dan dialog intensif dengan sesama pekerja, serikat berusaha untuk melakukan penyadaran dan penguatan kapasitas bagi buruh supaya mereka melek hukum dan sadar akan hak-haknya.
Dalam upaya meningkatkan perlindungan hukum, serikat juga tak jarang melakukan upaya-upaya hukum dengan melakukan advokasi secara litigasi di pengadilan. Hal itu semata-mata agar buruh mendapatkan perlindungan dan jaminan selama melaksanakan pekerjaan.
Dari penuturan salah satu pengurus serikat, kaum buruh selama ini tertindas oleh berbagai macam kebijakan baik yang dikeluarkan oleh perusahaan maupun pemerintah.
Bahkan selama ini, kaum buruh masih mendapat perlakukan tak jauh seperti mesin-mesin produksi yang tenaga demi keuntungan dan kepentingan perusahaan. Di sisi berlainan, buruh tidak mendapatkan jaminan yang layak atas kerja-kerja yang mereka lakukan bagi perusahaan.
Respon Buruh atas UU Cipta Kerja
Selain itu, hadirnya UU Cipta Kerja malah memberikan beban moral bagi pekerja karena isinya tidak merepresentasikan kaum buruh.
“Undang-Undang Cipta Kerja harusnya terbentuk atas kebutuhan masyarakat kaum buruh akan aturan yang bisa mengayomi dan melindungi hak-hak masyarakat. Tapi nyatanya UU Cipta Kerja tidak seperti itu,” tutur Pak Edy, mantan pengurus Serikat SBIT.
Saya salut terhadap apa yang Pak Edy sampaikan di atas. Jadi memang benar bahwasanya setiap undang-undang itu harus memiliki daya laku dan daya guna setelah keberlakuannya di masyarakat.
Daya guna undang-undang merujuk pada kemampuan sebuah undang-undang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, menyelesaikan masalah-masalah yang ada, dan mencapai tujuan-tujuan yang mereka inginkan.
Undang-undang yang memiliki daya guna yang tinggi ialah undang-undang yang relevan, efektif, dan dapat memberikan solusi terhadap berbagai masalah yang masyarakat hadapi saat ini.
Pada apa yang terjadi pada UU Cipta Kerja, serikat buruh mengeluhkan tentang bagi siapa undang-undang ini terbentuk. Kehadirannya malah semakin menipiskan harapan kaum buruh.
“Hadirnya Cipta Kerja ini membuat posisi buruh terancam dengan semakin mudahnya kesempatan perusahaan untuk mem-PHK karyawan dengan minim pesangon,” ucap pak Dede, Komandan Bara KASBI SBIT.
“Selain itu, status dan sistem rekrutmen karyawan di perusahaan menyebabkan buruh kehilangan kesempatan menjadi karyawan tetap (PKWTT) karena Undang-undang mendukung sistem rekrutmen outsourcing,” tambahnya.
Perlindungan Buruh Perempuan
Selain itu, masalah yang seringkali kaum buruh hadapi, terkhusus buruh perempuan adalah masalah keamanan dan keselamatan kerja. Marginalisasi yang terjadi pada perempuan menempatkan mayoritas buruh di berbagai pabrik diisi oleh perempuan. Hal ini berkaitan dengan stereotip perempuan yang mudah mereka atur dan sukar melawan.
Oleh sebab mayoritas pekerja diisi oleh perempuan, membuat perempuan rentan untuk mengalami kekerasan seksual. Masih banyak terjadi kasus pelecehan baik verbal maupun non-verbal yang dialami perempuan selama bekerja.
Selain itu, pengalaman khas perempuan seperti haid, hamil, dan melahirkan belum terakomodir secara penuh melalui pemberlakuan cuti kerja. Selama bekerja, perempuan haid seringkali dilabeli lemah dan pengajuan cuti haidnya tidak diberikan dan dipersulit. Sedangkan pada ibu hamil, buruh perempuan yang memiliki hak untuk mendapatkan cuti hamil dan melahirkan sebelum dan pasca melahirkan pula kadang mengalami ketidakadilan.
Banyak perusahaan yang tidak memberikan cuti hamil dan melahirkan dengan malah menyodorkan surat pengunduran diri bagi mereka. Hal ini untuk mensiasati agar perusahaan tak perlu membayar tunjangan cuti. Siasat ini mereka jalankan dengan memberikan penawaran bahwa pekerja akan mereka terima kembali bekerja setelah melahirkan nanti melalui daftar kerja ulang. Tentu ini adalah ironi yang sangat menyayat hati buruh perempuan.
Permasalahan-permasalahan inilah yang perlu kita selesaikan dengan seksama oleh berbagai pihak. Ketidakadilan yang kaum buruh alami tersebut dapat menyatukan kaum buruh untuk merapatkan barisan dengan bergabung dengan serikat. Hal ini semata-mata sebagai ikhtiar perjuangan sekaligus alat perlawanan pada kesewenang-wenangan dan ketidakadilan. []