• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Menyikapi Konflik dalam Hubungan Romantis

Membuka obrolan bertujuan membiasakan diri untuk mengungkapkan setiap perasaan yang hadir dan alasannya serta cara bagaimana mitigasinya

Aslamiah Aslamiah
07/09/2024
in Personal
0
Menyikapi Konflik

Menyikapi Konflik

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Konflik adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam sebuah perjalanan hubungan antar manusia. Namun terkadang yang menyebabkannya semakin besar adalah cara penyikapannya. Sikap kita terhadap pasangan adalah sesuatu yang bisa kita kendalikan. Namun, sikap pasangan terhadap kita adalah sesuatu di luar batas kendali kita.

Maka tulisan ini akan berfokus pada setiap pembaca yang memiliki kemauan menjadi aktor aktif dalam membangun hubungan yang sehat bersama pasangan. Dalam tulisan ini penulis akan memberikan beberapa tips menyikap konflik  yang diadopsi dari buku yang berjudul love explained. Salah satu sub-bab dari buku ini menjelaskan tentang bagaimana seharusnya kita menyikapi konflik dengan pasangan.

Pertama, mengambil jeda setelah konflik

Hal ini bertujuan untuk memberikan ruang kepada masing-masing pihak untuk merefleksikan diri. Mengambil jeda juga dapat meninimalisir hal-hal buruk yang semakin memperkeruh keadaan. Selain itu juga memberikan waktu saat emosi tidak stabil.

Poin pertama ini dapat menjadi kesepakatan bersama dalam memahami bahasa marah pasangan. Bertanya ketika pasangan sedang marah hal apa yang perlu dilakukan agar tidak semakin membuat marah dan kesal. Selain memahami bahasa cinta keduanya perlu juga memahami bahasa marah pasangan. Misalnya dengan tidak menimpali obrolan atau lebih baik diam untuk sementara waktu.

Kedua, mengalokasikan waktu untuk membuka obrolan pasca konflik

Hal tersebut perlu kita lakukan agar masing-masing dapat saling mengetahui cara pandang dan perasaan pasangan yang bertolak belakang. Membuka obrolan bertujuan membiasakan untuk mengungkapkan setiap perasaan yang hadir dan alasannya serta cara bagaimana mitigasinya agar tidak terulang kembali di kemudian hari.

Baca Juga:

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

Namun seringkali yang menjadi tantangan terbesarnya adalah rasa ego yang tinggi dan enggan untuk membuka obrolan lebih dulu. Alternatif lain jika terjadi hal seperti itu maka perlu ada kesepakatan bersama tentang berapa lama mengambil jeda dan membuka obrolan. Bisa maksimal 1 x 24 jam misalnya, atau 2 hari dan lainnya yang dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Hal ini masuk dalam rencana mitigasi ketika terjadi konflik.

Ketiga, fokus pada permasalahan yang sedang terjadi, bukan melampiaskan rasa marah yang terakumulasi yang sebelumnya tidak terbahas

Penting untuk menyampaikan unek-unek akan perasaan yang muncul kepada pasangan. Agar di kemudian hari tidak menjadi bom waktu yang kapan saja bisa meledak.

Keempat, bertujuan menjadi pendengar sekaligus pembicara yang baik untuk pasangan. Bisa saling bergantian untuk menjadi pembicara atau pendengar terlebih dahulu. Prinsip dasarnya adalah tidak memotong pembicaraan dan memberikan ruang kepada pasangan untuk berkata jujur.

Kelima, tidak menyalahkan dan menyerang lawan bicara namun berfokus pada problem solving atau berorientasi pada solusi

Situasi ini bukan mencari siapa yang benar dan salah namun untuk menemukan jalan tengah dari sebuah perbedaan. Tujuannya agar keduanya tidak ada yang timpang dan merasa dirugikan dengan keputusan yang akan diambil.

Jika suatu hari terdapat masalah yang tidak bisa diselesaikan berdua, maka bisa melibatkan orang ketiga yang dapat menjembatani dalam proses penyelesaian. Dengan syarat memiliki netralitas terhadap suatu masalah dan tidak memihak pada satu orang. Kita dapat menjumpai konselor pernikahan untuk memediasi perselisihan yang ada.

Tentu setiap orang memiliki referensi penyelesaian dalam bentuk yang lain dan mungkin lebih cocok untuk diterapkan dalam hubungan romantis masing-masing. Lima poin di atas hanyalah secuil tips yang harapannya dapat memudahkan pembaca dalam menyikapi konflik. Semoga kita semua dapat terus bertumbuh bersama dengan pemikiran dan sikap yang lebih dewasa di tengah perbedaan yang ada. []

Tags: keluargaKesehatan MentalMenyikapi KonflikRelasiReview Buku
Aslamiah

Aslamiah

Seorang pembelajar di akar rumput, berfokus pada gender dan pembangunan sosial yang inklusif

Terkait Posts

Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

26 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID