Mubadalah.id – Permasalahan lingkungan menjadi topik yang tidak pernah habis untuk dibahas. Banyak sekali kasus atau peristiwa yang menjadi isu berkaitan dengan lingkungan, mulai dari pencemaran hingga ekploitasi secara besar-besaran. Banyak orang yang belum menyadari pentingnya merawat bumi.
Yang lebih memprihatinkan lagi bahwa kesadaran manusia akan pentingnya lingkungan terkadang tidak tertanam dengan baik. Hal ini yang menyebabkan berbagai macam permasalahan lingkungan.
Yang menjadi pertanyaan besar adalah siapa yang bertanggungjawab untuk menjaga lingkungan? Tentu ini menjadi tanggungjawab bersama siapapun yang tinggal di bumi ini. Namun, seringkali kesadaran tersebut kurang diperhatikan sehingga banyak masalah yang muncul.
Masalah yang muncul adalah kerusakan alam lingkungan yang terjadi di beberapa tempat. Dari permasalahan tersebut terlihat bagaimana alam kurang mendapat perhatian, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat merugikan.
Etika Ekologis Sebagai Refleksi Pentingnya Lingkungan Alam Bagi Kehidupan
Lingkungan alam adalah tempat di mana berbagai spesies makhluk hidup tumbuh dan bertahan hidup. Hampir dari 95% makhluk di bumi memerlukan lingkungan alam yang baik untuk bisa bertahan hidup. Dalam lingkungan alam terdapat komponen-komponen yang menunjang agar makhluk hidup yang ada di bumi ini dapat bertahan hidup dan dapat memenuhi kebutuhannya.
Merawat lingkungan alam menjadi penting karena menjadi tempat ribuan makhluk hidup untuk hidup dan mencari makan. Lingkungan hidup merupakan kesatuan makhluk hidup yang ada dan bertahan hidup. Jika lingkungan alam terjaga dan terawat dengan baik, maka seluruh ekosistem yang ada di bumi pun akan terjaga dengan baik pula dan akan berjalan sesuai dengan fungsinya di bumi.
Etika ekologis merupakan cara pandang kita terhadap bumi yang kita tempati sekaligus cara kita memperlakukan bumi ini. Dalam memperlakukan alam manusia harus bertanggungjawab secara moral, karena alam juga merupakan ciptaan dari Sang Ilahi.
Etika ekologis tidak hanya berkaitan dengan penghematan penggunaan listrik, tetapi juga menyangkut tanggung jawab moral sebagai makhluk ciptaan. Hal ini tidak hanya berlaku dalam keyakinan tertentu saja, tetapi juga semua keyakinan. Kesadaran ini menjadi sarana untuk mendekatkan diri pada Sang Ilahi melalui ciptaan-Nya yang lain.
“Bumi Sebagai Rumah Bersama” dalam Kristiani
Dalam ajaran iman kristiani, bumi menjadi tempat yang penting dalam kehidupan. Dalam kisah penciptaan, taman Eden menjadi tempat dimana manusia pertama ditempatkan. Tidak hanya itu, Allah juga memberikan perintah kepada manusia pertama itu untuk memelihara bumi.
Jelaslah bahwa manusia mempunyai peran yang penting atau menjadi garda terdepan untuk menjaga, merawat, dan memelihara bumi. Tuhan memberikan alam ini untuk manusia dan mampu bertanggung jawab akan semuanya, dengan adanya itu semua maka manusia memiliki wewenang dan akal budi untuk bisa melestarikan semua ciptaan Allah.
Berangkat dari kesadaran tersebut, pemimpin Gereja Katolik Roma, Paus Fransiskus mengambil gerakan untuk mengundang umatnya untuk terlibat dalam pemulihan dan juga merawat bumi. Melalui ensklik Laudato Si, Paus Fransiskus mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam terhadap keadaan bumi sekarang yang sudah tidak seasri dulu lagi.
Bapa Paus melihat bagaimana setiap tahunnya kita(manusia) harus berhadapan dengan bencana alam yang sangat merugikan banyak hal. Lebih jauh Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si’ (2015) mengajak umat Kristen dan semua orang berkehendak baik untuk merenungkan ekologi integral: keterhubungan antara manusia, alam, ekonomi, dan spiritualitas. Dua kata yang selalu ditekankan oleh Paus Fransiskus, yaitu “rumah bersama”
“Manusia menjadi Kepercayaan Allah” dalam Islam
Dalam Islam, manusia menjadi khalifah (wakil Allah) di bumi sesuai yang difirmankan oleh Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 30.
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةًۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Ayat ini memberi penegasan peran manusia yang begitu penting dalam merawat lingkungan alam. Allah memberikan bumi kepada manusia bukan berarti bahwa manusia berhak untuk bertindak sewenang-wenang dengan bumi. Tetapi maksudnya bahwa Allah percaya kepada manusia untuk merawat dan melestarikannya
Kata “Khalifah” memberikan penekanan bahwa manusia memiliki tanggungjawab moral dan etika dalam memelihara bumi. Ketika manusia bisa menjalankan perannya sebagai khalifah, maka ini menjadi bentuk ketaatan manusia kepada Allah yang menciptakan alam semesta.
Dalam iman islami, merusak alam berarti tidak taat apa yang menjadi perintah Allah yang menciptakan. Ulah manusia menjadi penyebab utama kerusakan semesta. Manusia sendiri kadangkala tidak sadar bahwa ia hanya menumpang dan bersikap seolah-olah manusia yang berkuasa atas bumi.
Etika Ekologis Menjadi Titik temu Iman
Pada akhirnya kesadaran bersama untuk merawat bumi tidak hanya menjadi perintah dari satu agama saja, tetapi juga menjadi titik pertemuan iman. Meskipun berbeda kepercayaan, namun manusia dipanggil untuk satu tujuan yang sama, yaitu menjaga dan merawat bumi sebagai rumah bersama.
Krisis lingkungan atau kerusakan lingkungan bukanlah masalah yang hanya dihadapi oleh satu kelompok saja, tetapi juga semua kelompok. Ini juga menjadi keprihatinan bersama. Dalam semua agama pastilah mengajarkan bahwa alam menjadi aspek yang penting dalam kehidupan. Maka, semua agama juga mengajarkan bahwa merawat alam itu menjadi tanggungjawab manusia.
Kesadaran akan pentingnya bumi melahirkan komunitas-komunitas dengan berbagai aksinya untuk merawat bumi. Misalkan dalam Islam ada gerakan eco-pesantren yang menenankan pesantren yang ramah lingkungan, misalkan dengan bertani organik dan sebagainya. Sementara dalam katolik juga ada gerakan gereja hijau yang juga berbicara banyak tentang alam dan laudato si.
Merawat bumi bukan tanggungjawab segelintir orang saja, tetapi tanggungjawab semua manusia yang mendiami bumi. Mari kita berefleksi diri bahwa kita sebagai manusia mempunyai tugas untuk menjaga bumi bukan malah merusaknya. Menjaga bumi merupakan bagian dari iman kita karena menjaga bumi merupakan bentuk ketaatan kita kepada Sang Pencipta. Ingat, kita bukan tuan atas bumi yang berhak untuk merusaknya. []