• Login
  • Register
Minggu, 2 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Minimnya Komitmen Penanganan Korban Kekerasan Seksual

“Lalu, apa yang seharusnya menjadi perhatian dalam kasus kekerasan seksual? Penghukuman terhadap pelaku atau selesainya persoalan? Bukankah tak seharusnya kekerasan dibalas dengan kekerasan, ya?”

Septia Annur Rizkia Septia Annur Rizkia
20/01/2021
in Kolom, Publik
0
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual

117
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kabar berita tentang kekerasan seksual selalu membuat dada sesak. Terlebih jika korbannya adalah anak di bawah usia. Baru-baru ini, dikabarkan 8 pria memperkosa seorang anak perempuan berusia 4 tahun, yang terjadi pada 2 Desember 2020, tepatnya di Kabupaten Tangerang.

Ya, hati orang tua mana yang tak teriris-iris jikalau anak perempuan yang dirawat dan dibesarkan sedari dalam kandungan mendapat perlakuan yang melukai martabat kemanusiaan ini? Sungguh nahas, entah di mana letak nurani para pelaku yang melakukan aksi kejahatan tersebut.

Padahal, para laki-laki yang menjadi pelaku tersebut juga manusia yang dilahirkan dari rahim seorang perempuan. Apa iya, mereka dilahirkan dari batu? Tentu saja tidak demikian.

Baik, kembali pada pembahasan kasus kekerasan seksual. Kabar duka kasus kekerasan seksual bak gunung es. Yaitu yang diketahui dan dilaporkan hanya yang terlihat dan yang ada di puncak saja. Sedangkan masih ada banyak yang tak tampak dan juga tak terlapor.

Sebagaimana data Komisi Nasional Anti kekerasan terhadap Perempuan yang rilis awal 2020, sepanjang 2019 terjadi 2.341 kasus kekerasan seksual terhadap anak perempuan. Terbilang meningkat 65 persen dibanding tahun sebelumnya. Dengan catatan, itu yang terlapor dan terdata saja, ya. Namun, kasus paling banyak terjadi adalah inses dan ditambahkan dengan kasus kekerasan seksual.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Panduan Bimbingan Skripsi Aman dari Kekerasan Seksual
  • Maple Yip, Perempuan di Balik In the Name of God: A Holy Betrayal
  • Female-Blaming, Patriarki dan Kasus-kasus yang Berulang
  • Luka yang Tidak akan Sembuh: Beban Psikis Korban Kekerasan Seksual dalam Novel Scars and Other Beautiful Things

Baca Juga:

Panduan Bimbingan Skripsi Aman dari Kekerasan Seksual

Maple Yip, Perempuan di Balik In the Name of God: A Holy Betrayal

Female-Blaming, Patriarki dan Kasus-kasus yang Berulang

Luka yang Tidak akan Sembuh: Beban Psikis Korban Kekerasan Seksual dalam Novel Scars and Other Beautiful Things

Selain itu, Komnas Perempuan juga mencatat angka kekerasan seksual di Indonesia meningkat sebesar 792% dalam 12 tahun terakhir, serta lebih dari 90% kasus perkosaan di Indonesia tak pernah dilaporkan karena korban takut menerima stigma dan disalahkan oleh masyarakat.

Pastinya, para pihak yang selama ini ikut serta dalam memperjuangkan kasus-kasus kekerasan seksual yang melukai HAM ini, berharap adanya keadilan untuk korban atau penyintas. Namun yang terjadi, pada 7 Desember 2020, Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No 70 Tahun 2020 mengenai hukum kebiri bagi para pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Dengan harapan bisa memberi efek jera kepada pelaku kekerasan seksual.

Yang perlu digaris bawahi, apakah PP Kebiri ini efektif dalam penangangan kasus kekerasan seksual? Mari kita cek ulang. Di dalam keterangannya dijelaskan bahwa pelaku yang dihukum kebiri ialah jika korbannya lebih dari 1 orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan korban meninggal dunia. Itu pun masih berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Sedangkan, sebagaimana yang kita tahu dan sudah menjadi rahasia umum, hukum di Indonesia lebih cenderung tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Mengutip pernyataan Asfinawati, Ketua YLBHI yang dipulikasikan di akun Muslimah Reformasi Foundation, “Banyak kasus kekerasan seksual yang tidak diterima oleh pihak kepolisian karena kurang bukti. Padahal  yang harus nyari bukti kan penyidik. Sementara itu, hukuman kebiri adanya di ujung. Kalau pintu pertama ini saja tidak bisa masuk karena laporan tidak diterima, gimana bisa ada penghukuman bagi pelaku?”

Lalu, apa yang seharusnya menjadi perhatian dalam kasus kekerasan seksual? Penghukuman terhadap pelaku atau selesainya persoalan? Mari kita refleksikan dengan seksama.

Dr. Ahmad Sofiyan, saat menjadi pembicara diskusi tentang PP Kebiri yang diadakan oleh Muslimah Reformis Foundation menjelaskan. Pertama, mengebiri pelaku bukan jalan keluar yang adil bagi korban, melainkan lebih pada respon emosional terhadap pelaku. Kedua, tidak ada bukti otentik kebiri akan menyebabkan berkurangnya kasus kekerasan seksual pada anak. Ketiga, biaya yang dikeluarkan untuk tindakan kebiri tak sebanding dengan beban mental, kesehatan, dan masa depan korban.

Selain itu, kebiri kimia lebih pada mengontrol hormon seksual, bukan pada tindakan kejahatan seksual. Padahal, perilaku kekerasan seksual berakar pada cara pandang atau pola pikir yang masih terbelenggu nilai-nilai patriarkhi. Dan, kekerasan seksual dalam hal ini pemerkosaan, tak sebatas penetrasi alat kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan. Namun, bisa juga tangan, atau benda-benda lainnya. Jelasnya ialah tanpa consent serta berpotensi melukai martabat kemanusiaan orang lain.

Melansir tulisan Ahmad Sofiyan yang berjudul “Implikasi Kebiri pada Pelaku Kejahatan Seksual Anak”. Ia menuliskan, Ryan Cauley dari Universitas Lowa, secara akademik juga mengutip pandangan para kriminolog, meskipun kebiri dapat embel-embel treatment, tapi tetap saja pelaku menilainya sebagai hukuman. Sebab baginya, kebiri kimia memiliki banyak persolan hukum. Tidak sebatas dari sisi hukum materiilnya, tapi juga terkait dengan procedural law-nya.

Nah, mengutip dari pandangan para kriminolog, Ryan juga menjelaskan bahwa yang menjadi pemicu kejahatan seksual adalah faktor power and  violence, bukan pada faktor hasrat seksual.  Maka, yang harusnya dikurangi ialah  motivasi kekerasannya, bukan pada motivasi hasrat seksualnya.

Lanjutnya, pendekatan ini pun dinilai merupakan pendekatan hukuman yang dilakukan oleh masyarakat primitif dan terkesan barbarisme. Penghukuman pemberatan dengan kebiri hampir tidak memiliki kaitan dengan berkurangnya kejahatan seksual pada anak.

Namun, beberapa sumber mengatakan, justru negara yang menerapkan hukuman kekerasan fisik, salah satunya kebiri kimia, angka kriminalitasnya cenderung lebih tinggi. Pun sebaliknya, negara yang menerapkan hukuman yang lebih asertif justru memiliki angka kriminalitas yang terbilang lebih rendah.

Melihat angka kekerasan seksual yang mengalami kenaikan di setiap tahunnya, sebagaimana data dari Komnas Perempuan, memprioritaskan korban merupakan langkah yang lebih tepat. Terutama, negara memiliki posisi strategis dalam membuat kebijakan, seharusnya secara tegas berpihak pada korban. Tak bisa dipungkiri, prioritas terhadap korban perlu diiringi dengan penyusunan undang-undang komprehensif yang mengatur perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban.

Maka, mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang tahun 2020 lalu sempat didepak dari prolegnas karena dinilai sulit, sangatlah mendesak untuk segera disahkan. Bukan malah mendahulukan peraturan yang belum tentu menguntungkan si korban yang sudah seharusnya memperoleh keadilan. Dan, negara haruslah berperan dalam hal itu, bukan malah sebaliknya. Wallahu a’lam. []

 

Tags: Kekerasan seksualKomnas PerempuanRUU PK-S
Septia Annur Rizkia

Septia Annur Rizkia

Biasa dipanggil Rizka. Salah satu anggota Puan Menulis, dan pekerja teks komersial.

Terkait Posts

Anak Kehilangan Sosok Ayah

Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya

2 April 2023
Kasus KDRT

Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

1 April 2023
Sepak Bola Indonesia

Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

1 April 2023
Keberkahan Ramadan, Kemerdekaan Indonesia

Kemerdekaan Indonesia Bukti dari Keberkahan Ramadan

31 Maret 2023
Agama Perempuan Separuh Lelaki

Pantas Saja, Agama Perempuan Separuh Lelaki

31 Maret 2023
Resep Awet Muda Istri

Kerja Sama dengan Suami Bisa Menjadi Resep Awet Muda Istri

31 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Kehilangan Sosok Ayah

    Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ini Jumlah Mahar Pada Masa Nabi Muhammad Saw
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri
  • Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist